Movies

REVIEW FILM ‘A MAN’, SULITNYA MENEMBUS LINGKARAN SOSIAL YANG DISKRIMINATIF

Film ‘A Man’ karya Kei Ishikawa ini mengangkat isu rasisme hingga jouhatsu yang lekat dengan kehidupan masyarakat Jepang. Salah satu film JFF yang wajib ditonton!

title

FROYONION.COM - Di antara enam film yang tayang di Japanese Film Festival (JFF), bisa dibilang A Man adalah yang terbaik dibandingkan lainnya. Dengan mengusung genre thriller-psychology, film di bawah arahan sutradara Kei Ishikawa ini tak hanya menghadirkan cerita yang menarik, melainkan juga punya kedalaman cerita yang menyentuh.

Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Keiichiro Hirano, A Man mengusung banyak isu yang lekat dengan kehidupan sosial masyarakat Jepang. Mulai dari isu rasisme terhadap ‘orang asing’ atau non-Jepang, isu jouhatsu atau menghilangnya ribuan orang Jepang tiap tahunnya, hingga mengkritik diskriminasi yang masih terjadi di lingkungan masyarakat akibat dosa masa lalu.

SINOPSIS A MAN

Meski punya alur yang cenderung lambat dan sorotan cerita mendadak berubah setelah babak awal, dari mengikuti kisah Rie Taniguchi (Sakura Ando) berpindah ke proses penyelidikan yang dilakukan oleh pengacara Akira Kido (Satoshi Tsumabuki), cara sutradara Kei Ishikawa mengolah plot dan jalinan ceritanya, membuat A Man tidak kehilangan fokusnya.

Bahkan biarpun banyak isu yang diangkat di dalamnya, fokus cerita tak melebar ke mana-mana karena isu-isu di dalamnya punya keterkaitan atau benang merah satu sama lain.

Adegan film ini dibuka dengan Akira Kido yang melihat sebuah lukisan yang membuat si pengamat (Kido) dengan objek lukisan (yang juga seorang pria) saling memunggungi satu sama lain. 

Lukisan tersebut barangkali merepresentasikan keinginan tokoh-tokoh di dalam A Man yang ingin jadi sosok lainnya. Lukisan tersebut mungkin juga merepresentasikan penolakan tokoh-tokoh di dalamnya terhadap masa lalu yang membuat mereka kena cancel oleh masyarakat.

Setelah scene lukisan, adegan yang tampil adalah pertemuan Rie dengan Daisuke (Masataka Kubota), seorang pria canggung yang membeli peralatan lukis di toko milik perempuan yang telah menjanda tersebut.

BACA JUGA: REVIEW THE FORBIDDEN PLAY, FILM TERBARU DARI MASTER J-HORROR HIDEO NAKATA

Kedekatan mereka dimulai ketika Daisuke menunjukkan lukisan buatannya kepada Rie. Keakraban Daisuke dengan Yuto, putra dari Rie, membuat hubungan keduanya semakin dekat.

Keduanya lalu hidup bahagia dan memiliki seorang anak perempuan. Namun suatu hari Daisuke mengalami kecelakaan kerja yang menewaskannya.

Kematian suaminya itu mengungkapkan bahwa pria yang dinikahi Rie bukanlah Daisuke, melainkan orang yang tidak dikenali. Dengan bantuan Akira Kido, mereka pun menyelidiki identitas sebenarnya dari pria yang untuk sementara diberi nama Mr. X.

GAIJIN DAN RASISME YANG MENYERTAINYA

Istilah gaijin kali pertama saya dengar dalam spin-off film Fast and Furious: Tokyo Drift. Tokoh Sean Boswell yang merupakan orang Amerika diejek dengan ledekan gaijin oleh D.K. yang merupakan adik seorang yakuza.

Masyarakat asli Jepang sendiri menggunakan istilah gaijin untuk menyebut orang asing atau orang dari negara lain yang berbeda dengan ras mereka. Istilah tersebut diambil dari kata gai-koku-jin yang berarti orang yang berasal dari asing. Hanya saja ketika kata itu kemudian disingkat menjadi gaijin, maknanya pun bergeser menjadi orang asing maupun non-Jepang.

Meski sebelumnya istilah gaijin banyak ditujukan untuk warga negara asing atau imigran di Jepang, warga keturunan yang lahir dan besar di Jepang juga ikut menjadi sasaran.

Penyebutan gaijin kepada mereka yang punya ras berbeda dengan masyarakat asli Jepang, hanya satu dari rasisme yang telanjur mengakar pada lingkaran masyarakat Jepang.

Mereka yang disebut sebagai gaijin ini juga mendapat perlakuan diskriminatif dari masyarakat asli Jepang. Menurut laporan dari The Guardian misalnya, disebutkan bahwa banyak orang asing yang tinggal di Jepang mengalami perlakuan diskriminatif selain sebutan gaijin.

BACA JUGA: REVIEW ‘MONDAYS: SEE YOU THIS WEEK’, INGATKAN PENTINGNYA WORK LIFE BALANCE

Perlakuan diskriminatif itu misalnya berupa pertanyaan yang menyudutkan dari polisi Jepang. Di lingkungan kerja, beberapa orang percaya bahwa mereka diupah lebih rendah ketimbang rekan-rekan mereka asli Jepang untuk pekerjaan yang sama.

Selain itu, mereka juga mendapatkan penolakan ketika pindah ke suatu perumahan hanya karena mereka adalah orang asing. Bahkan ada rumah yang terang-terangan memberikan pemberitahuan bahwa mereka tidak menerima penyewa dari orang asing. Kasus yang lebih ekstrim lainnya adalah ketika sebuah minimarket menolak pengunjung dari kalangan orang asing ini.

Hal itulah yang kemudian dihadapi oleh Akira Kido dalam film A Man. Sebagai orang keturunan Korea, ia mesti menghadapi sentimen dari masyarakat ras asli Jepang. 

Meskipun ia lahir dan besar di Jepang, bahkan menikahi perempuan ras Jepang, Kido belum diterima dan dianggap sepenuhnya sebagai orang Jepang. Ia masih dianggap orang asing atau gaijin hanya karena punya muka Korea.

BACA JUGA: SAJIAN KOMEDI DALAM FILM ‘AGAK LAEN’ SIAP MEMBUAT PENONTON TERTAWA

Anggapan itu datang langsung dari mertuanya yang tanpa sengaja mengungkap perasaan tidak sukanya terhadap orang asing atau gaijin, utamanya mereka yang berasal dari Korea dan Tiongkok. Padahal di depannya si menantu merupakan orang keturunan Korea.

Ketika Kido menyelami identitas asli dari Mr. X, ia kembali mendapatkan pelecehan verbal sebagai seorang gaijin dari Norio Komiura (Akira Emoto), yang merupakan makelar yang membantu seseorang bertukar identitas. 

Oleh Norio, Kido disebut punya kemiripan dengan dirinya. Ia menyebut baik Kido maupun dirinya sama-sama telah menipu orang-orang. 

Hanya saja cara Kido dianggapnya lebih mulus dan bersih karena ia keturunan Korea yang lahir di Jepang. Secara tak langsung Norio menganggap bahwa Kido merupakan orang Korea yang mengaku dirinya sebagai orang Jepang asli.

BACA JUGA: JENNIE BLACKPINK DAN YU JAE SEOK AKAN ADU PERAN DI ‘APARTMENT404’

MARAKNYA JOUHATSU DI JEPANG

Investigasi Kido juga mengungkap borok yang terjadi di masyarakat Jepang. Yakni soal isu jouhatsu atau disebut juga sebagai evaporated atau pelenyapan.

Istilah tersebut mengacu pada orang-orang yang sengaja menghilang dari kehidupan mapan mereka sebelumnya. Mereka akan meninggalkan keluarga dan orang-orang yang mengenal mereka untuk mengasingkan diri.

Menurut laporan dari France 24 English yang rilis di YouTube, disebutkan bahwa tiap tahunnya puluhan ribu orang Jepang menghilang. Bahkan pada tahun 2021 lalu, jumlah orang Jepang yang sengaja menghilang mencapai 79 ribu orang.

Biasanya mereka yang sengaja menghilang akan mengasingkan diri di tempat antah berantah yang jauh dari keluarga dan hidup dengan seadanya. Bahkan beberapa menjadi gelandangan di kota-kota kecil.

BACA JUGA: FILM COACH CARTER, CERITA PELATIH BASKET YANG DISIPLINKAN ANAK MUDA DENGAN SURAT KONTRAK

Yang lainnya tinggal di bawah naungan yakuza yang mengijinkan mereka tinggal tanpa identitas asalkan membayar ongkos yang sepadan. Ada juga yang memilih bunuh diri di tempat terpencil seperti hutan, agar tak membebani keluarga mereka dari tanggung jawab sosial dan biaya pembersihan mayat.

Kondisi ini diperparah dengan sulitnya polisi dan para detektif melakukan pelacakan jejak karena Jepang sangat menjunjung tinggi hak privasi warganya. Sehingga akses untuk menelusuri jejak perjalanan mereka yang melakukan jouhatsu sama sekali ditutup.

Maraknya jouhatsu inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang seperti Norio Komiura di A Man untuk menjembatani orang-orang yang ingin punya identitas baru dan bertukar identitas dengan orang lain. Sebagaimana yang ditampilkan lewat sosok Mr. X dan Daisuke Taniguchi yang asli.

Bahkan sering kali terjadi kasus pencurian identitas dilakukan seperti yang pernah diangkat dalam novel berjudul All She Was Worth karya Miyuki Miyabe. Dalam novel tersebut, seorang perempuan mengambil identitas perempuan lainnya yang bernama Shoko Sekine.

BACA JUGA: FILM INDONESIA MASUK PROGRAM SPESIAL DI BUSAN INTERNATIONAL FILM FESTIVAL 2023

Motif tokoh perempuan dalam novel tersebut adalah untuk membebaskan dari hutang-hutang yang diwariskan oleh ayahnya. Sepeninggal ayahnya perempuan itu dikejar-kejar penagih hutang dan diancam akan dijual sebagai pelacur jika tak melunasinya.

Motif yang kurang lebih sama juga mendasari Mr. X dalam film A Man. Sosok Mr. X sebenarnya yang berhasil dilacak oleh Akira Kido punya motif untuk menghindari dosa masa lalu dan label buruk yang diwariskan oleh ayahnya. Mr. X tak ingin mendapatkan cancel culture dari masyarakat karena dosa warisan ayahnya.

Sedangkan Daisuke Taniguchi yang asli sengaja melakukan pertukaran identitas karena ia ingin menjauhkan diri dari keluarga yang menganggapnya orang bermasalah. Kita bisa melihat keluarga seperti apa yang dimiliki Daisuke asli dengan melihat sikap kakak dari Daisuke yang suka merendahkan orang lain.

Baik Daisuke maupun Mr. X menginginkan kesempatan kedua untuk menjadi sosok yang baru dan berbeda dengan diri mereka sebelumnya. Namun masalahnya, identitas baru mereka itu bukanlah sosok yang benar-benar baru. Sama seperti identitas lama mereka, identitas baru mereka juga membawa kehidupan yang dijalani oleh pemilik sebelumnya.

BACA JUGA: URUTAN NONTON FILM MISSION IMPOSSIBLE, ADA KISAH ROMANTIS SAMPAI DRAMATIS!

Keinginan untuk me-reset kembali identitas mereka, sebetulnya sejalan dengan anggapan bahwa dengan identitas baru itu, mereka bisa memulai kehidupan baru dari nol kembali sebagai sosok yang mungkin lebih diterima di lingkaran sosial.

Belakangan keinginan tersebut juga hinggap pada diri Akira Kido yang selamanya akan dianggap sebagai orang Korea meski ia kelahiran dari generasi ketiga imigran Korea. Kita bisa melihat di ending film ini ketika Kido secara aneh memperkenalkan diri sebagai Daisuke Taniguchi ketika mengobrol dengan seseorang di bar.

Namun sayangnya, bukan nama yang pada akhirnya mendefinisikan diri seseorang. Melainkan kehidupan yang telah dijalaninya selama ini. Karena itulah yang kemudian membentuk jati diri seseorang.

Hal tersebut bisa terlihat bagaimana Mr. X masih memiliki trauma tiap kali ia melihat bayangannya di cermin. Mungkin namanya telah berganti dengan yang baru, akan tetapi jati dirinya dan luka-lukanya tetap ada dalam dirinya. Seberapa sering ia berganti nama, ia tak pernah menjadi sosok yang baru seutuhnya. Tak akan pernah.

BACA JUGA: 6 REKOMENDASI FILM TEMA EDUKASI POLITIK BUAT GEN Z FIRST VOTERS

Pada akhirnya, identitas yang baru hanya digunakan sebagai kamuflase belaka untuk bisa diterima di lingkungan sosial yang pemilih dan diskriminatif. Dari sini penonton bisa tahu apa yang sebetulnya dicecar dan dikritik oleh Kei Ishikawa lewat film A Man ini. Yakni sentimen negatif kita sebagai masyarakat yang membangun lingkaran sosial tersebut.

Mungkin kasus seperti jouhatsu dan rasisme terhadap para gaijin, akrab dan lekat dengan kehidupan masyarakat Jepang. Namun bukan berarti isu semacam itu tak terjadi negara lainnya, bukan? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Shofyan Kurniawan

Shofyan Kurniawan. Arek Suroboyo. Penggemar filmnya Quentin Tarantino. Bisa dihubungi di IG: @shofyankurniawan