Movies

REVIEW ALIEN:ROMULUS, KETIKA KEGIGIHAN MANUSIA DIHADAPKAN DENGAN TEROR

Alien:Romulus (2024) berada di tengah linimasa Alien (1979) dan Aliens (1986). Menjadi anggota baru dari ‘keluarga’ franchise film sci-fi terbaik sepanjang masa, tak alang Romulus menjadi suguhan anyar yang mengobati rasa rindu para penggemarnya.

title

FROYONION.COM - Franchise Alien akhirnya kembali meneruskan kengerian dan terornya setelah 7 tahun. 

Disutradarai oleh Fede Álvarez–yang juga menggawangi “Evil Dead” dan “Don’t Breathe” – “Alien:Romulus” menjadi anggota terbaru dari franchise Alien yang diharapkan dapat menghadirkan teror dan kengerian yang telah lama dinanti-nanti oleh para penggemar setianya. 

PLOT DAN KARAKTER

Tetap setia dengan Xenomorph sebagai sang sumber teror, “Alien:Romulus” menceritakan tentang sekelompok anak muda yang ingin keluar dari koloni luar angkasa mereka. 

Rain (Cailee Spaeny), Tyler (Archie Renaux), Kay (Isabela Merced), Bjorn (Spike Fearn), dan Navarro (Aileen Wu). 
 

Film Alien:Romulus
(Dari kiri) Spike Fearn, Fede Álvarez, Cailee Spaeny, David Jonsson, Archie Renaux, dan Isabela Merced. (Foto: IMDb)

Tak ketinggalan Andy (David Jonsson), adik android Rain, juga ikut dalam misi pembelotan ini yang justru menjadi kunci utama dari plot cerita “Alien:Romulus”. 

Dengan bantuan Andy, mereka bisa masuk ke dalam Romulus dan hampir berhasil menjalankan misi mereka hingga mereka mendapati bahwa kapal itu dipenuhi oleh telur xenomorph. 

BACA JUGA: REVIEW RUMAH DINAS BAPAK, SUGUHKAN KOMEDI DAN TEROR DALAM SATU PAKET

Walaupun dipenuhi teror dan ketegangan untuk menyelamatkan diri dari xenomorph, surprisingly “Alien:Romulus” berhasil menghadirkan drama keluarga yang hangat antara Rain dan Andy. 

Fede Álvarez dan Rodo Sayagues berhasil meracik formula yang seimbang untuk memainkan emosi penonton dari awal hingga akhir film. 

VISUAL TERBAIK FRANCHISE ALIEN

Seusai keluar dari teater bioskop, tak diragukan lagi sinematografi dan visual efek “Alien:Romulus” adalah yang terbaik dari franchise Alien yang lain. 

Dengan pencahayaan yang gelap dan atmosfer yang penuh ketegangan, Álvarez berhasil menciptakan suasana yang mencekam dari awal hingga akhir. 

Efek visual yang digunakan untuk menghadirkan xenomorph juga patut diacungi jempol, di mana makhluk ini terlihat lebih hidup dan mengerikan daripada sebelumnya.

REVIEW Alien:Romulus
Wujud xenomorph yang semakin terlihat riil di “Alien:Romulus”. (Foto: IMDb)

PRO: PERFECT AMOUNT OF STRESS

Seperti yang sudah disebutkan, Álvarez memang ahli memainkan emosi penonton. 

Seperti cara bermainnya di “Don’t Breathe” yang berhasil membuat penonton ikut menahan napas, begitu juga ia ‘mengerjai’ penonton di “Alien:Romulus”. 

Scenes yang menyuguhkan ketegangan dan teror berhasil menaikkan tekanan darah hingga membuat kita berdebar-debar–seakan-akan kita yang sedang dikejar xenomorph. Lalu adegan haru antara Rain dan Andy juga sukses membuat trenyuh. Bahkan adegan ‘menye-menye’ antara Rain dan Tyler juga sukses bikin senyum-senyum, lho. 

BACA JUGA: MENGUPAS ARTI MARVEL JESUS, BENARKAH DEADPOOL & WOLVERINE JADI JURU SELAMAT MCU?

Bisa disimpulkan, Álvarez berhasil menuangkan ciri khasnya pada karyanya satu ini. Jika dibuat menjadi grafik emosi, mungkin “Alien:Romulus” akan menghasilkan grafik fluktuatif layaknya grafik saham. 

KONTRA: MONOTON DAN KARAKTER YANG LEMAH

Walau begitu, bagi para penggemar franchise Alien, film satu ini dirasa kurang berhasil menyuguhkan teror yang baru. Bahkan level terornya bisa dikatakan ada di bawah “Alien” (1979). Sehingga akan terasa sedikit lambat dan monoton di bagian tengah film.

Beberapa karakternya juga tidak diceritakan dan dilibatkan dengan maksimal. Sehingga penonton akan bertanya-tanya tentang siapa mereka dan mengapa mereka berlaku demikian. Ditambah lagi karakter-karakter di “Alien:Romulus” adalah karakter baru dan bukan kelanjutan karakter dari film-film sebelumnya.

BACA JUGA: PENJELASAN ENDING KABUT BERDURI, SIAPAKAH PEMBUNUH BUJANG?

Kecuali Rook, sosok manusia android di kapal Romulus yang mengambil wajah dan suara dari aktor Ian Holm yang memerankan manusia android Ash di film pertama mereka. 

Alien:Romulus
Wajah dan suara Ian Holm yang memerankan Ash (manusia android pertama di franchise Alien) juga memerankan manusia android bernama Rook di “Alien:Romulus”. (Foto:IMDb)

SEJUMLAH TEORI

Meski ending dari “Alien:Romulus” sudah sangat jelas, namun tak ada salahnya mencari sejumlah detail yang seru untuk dikulik.

Misalnya seperti nama Rook, manusia android yang mengambil wujud Ash (Ian Holm). Ada sebuah teori yang tersebar di kalangan penggemar Alien bahwa nama-nama sintetik yang dipakai selalu sesuai urutan abjad.

Misalnya pada film pertama di tahun 1979, bernama Ash. Dilanjutkan dengan Bishop, Call, dan David. Kemudian apakah nama Rook dipakai untuk menandakan bahwa “Alien:Romulus” adalah karya ke-18? 

Ada juga teori tentang terlahirnya kembali humanoid pada “Prometheus” (2012) dari Kay. Karena ‘anak’ yang dilahirkan Kay tidak berwujud seperti xenomorph biasa, melainkan setengah manusia dan setengah alien. 

Secara keseluruhan, “Alien:Romulus” adalah film yang apik untuk dijadikan hiburan. Kalian sudah bisa menontonnya mulai hari ini (14/8) di bioskop. (*/) 

BACA JUGA: REVIEW FILM PUSAKA, KETIKA SEBILAH KERIS MEMBAWA BENCANA

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Grace Angel

Sehari-hari menulis dan mengajukan pertanyaan random ke orang-orang. Di akhir pekan sibuk menyelami seni tarik suara dan keliling Jakarta.