Kalo kita mendengar tontonan dari Negeri Sakura, kita pasti taunya dengan film dan serial anime terkenal, seperti One Piece, Naruto, dan My Hero Academia. Padahal, ada satu industri film di Jepang yang cukup melegenda di masanya, yaitu Tokusatsu.
FROYONION.COM - Kenal dengan sosok Kamen Rider, Ultraman, dan Super Sentai yang dulu pernah menghiasi layar televisi kita saat kecil? Itulah yang disebut Tokusatsu. Kalo kita melihat definisi katanya, Tokusatsu merupakan singkatan dari tokushu satsuei, yang artinya “fotografi spesial”, yang mengacu pada penggunaan efek spesial (special effect). Biasanya, dalam sebuah film, orang yang mengatur bagian efek spesial disebut dengan tokusatsu kantoku.
Sejarah industri Tokusatsu dimulai sebelum manga One Piece dan Naruto rilis, yaitu tahun 1954. Saat itu, film Tokusatsu berjudul Godzilla untuk pertama kalinya diputar di Jepang dan berhasil meraih kesuksesan.
Monster berwujud kadal raksasa ini merupakan buatan orang Jepang yang bernama Ishiro Honda. Honda terinspirasi dari monster buatan Amerika, King Kong, yang saat itu sangat terkenal.
Tahun 1966, Eiji Tsuburaya dari Tsuburaya Productions, berhasil merilis serial Ultraman yang tayang di televisi Jepang dari tahun 1966 sampai 1967. Sekuelnya yang berjudul Ultraseven berhasil diputar di TVRI pada tahun 1990-an.
Nggak mau kalah, Shotaro Ishinomori dari Ishinomori Productions dan Toei Company menayangkan serial Kamen Rider pada tahun 1971 sampai 1976 sebagai debut pertama tokoh Kamen Rider.
Indonesia pernah menayangkan serial Kamen Rider Black yang diubah judulnya menjadi Ksatria Baja Hitam pada tahun 1991 di RCTI, dilanjutkan tahun 2004 oleh Indosiar, dan terbaru tahun 2020 oleh RTV. Sejak saat itu, anak-anak mulai menggemari sosok Kamen Rider dan suka menirukan gaya henshin sebagai ikon sosok Kamen Rider.
BACA JUGA: COSPLAYER JUGA MANUSIA, BERIKUT 4 ETIKA BERFOTO DENGAN MEREKA
Toei Company juga berhasil menayangkan serial Super Sentai pertama, berjudul Himitsu Sentai Goranger (1975), dan sekuelnya Kagaku Sentai Dynaman berhasil ditayangkan oleh SCTV pada tahun 1989. Dari sana, Amerika tertarik dan mengadaptasikannya menjadi kelompok superhero baru, Power Rangers.
Meski sekarang Jepang terkenal dengan industri animenya, tapi kisah dan sejarah Tokusatsu tidak bisa kita lupakan saja. Pernah, nggak, sih, kalian bertanya-tanya, kenapa industri Tokusatsu masih hidup dan menunjukkan eksistensinya di tengah gempuran industri hiburan Jepang yang semakin beragam? Berikut adalah jawabannya.
Jauh sebelum Marvel dan DC membuat universe film, Tokusatsu udah duluan membuat universe film. Meski zaman dulu teknologi masih serba terbatas, Tokusatsu telah sukses mengembangkan universe mereka. Contohnya Godzilla.
Saat Amerika berhasil memperkenalkan sosok King Kong, Jepang tak mau kalah dengan memperkenalkan sosok Godzilla. Meski berformat hitam putih dan masih mengenakan kostum, tapi film ini mampu menunjukkan kengerian yang luar biasa saat kedatangan monster Godzilla.
Berkat tangan dingin Honda, karakter Godzilla menjadi populer, bahkan hampir menyamai King Kong. Walaupun Marvel dan DC lebih dulu didirikan, tapi Tokusatsu yang pertama kali memfilmkan superhero ikonik mereka.
Di anime ada voice actor yang bertugas menyuarakan suara para karakter anime. Meski Tokusatsu juga menggunakan voice actor, tapi porsinya lebih sedikit jika dibandingkan dengan aktor yang terlibat secara langsung. Ini menjadi keunggulan Tokusatsu dibandingkan industri anime.
Berkat keterlibatan aktor secara langsung, kita bisa memahami ekspresi, emosi, dan gerakan tubuh para aktor. Jika aktor berhasil menunjukkan ekspresi dan emosi mereka dengan jelas, tentu penonton akan ikut merasakan emosi para aktor.
Contohnya serial Kamen Rider yang sangat dikenal anak milenial, yaitu Kamen Rider Kuuga (2000-2001). Penulis beberapa kali merasa terharu dengan chemistry para aktor yang kompak. Anime mungkin ada adegan yang bikin sedih, tapi nggak bisa menyamai adegan sedih Tokusatsu.
Beberapa orang beranggapan fanbase anime terlalu fanatik dan toxic. Jika ada versi live action dari anime favorit, para fansnya tidak mau menerima perubahan sedikit pun. Live action One Piece contohnya.
Beberapa orang ada yang menunggu penayangan serialnya, tapi beberapa orang lagi menganggap live action-nya tidak ‘setia’ dengan versi anime. Padahal Eiichiro Oda mengaku ikut terlibat dalam penggarapan serial One Piece.
Tapi tetap saja, para fans masih ada yang mencibirnya. Contoh lainnya fanbase anime Full Metal Alchemist. Berdasarkan seorang penikmat anime di situs My Anime List (MAL), fanbase Full Metal Alchemist suka mengotak-atik rating anime yang lebih bagus daripada Full Metal Alchemist.
Hal itu tidak terjadi dengan fanbase Tokusatsu. Para fansnya setia mendukung proyek Tokusatsu yang selalu hadir setiap tahun. Misalnya, film Kamen Rider 555 20th: Paradise Regained yang akan tayang tahun 2024 yang membuat para fans antusias dengan kembalinya sosok Kamen Rider Faiz. Meski terkadang ada sedikit perbedaan karakter favorit, tapi para Tokufans (sebutan untuk fans Tokusatsu) mampu membentuk komunitas pecinta Tokusatsu yang sehat.
Inilah sebab utama kenapa franchise Tokusatsu bisa bertahan sampai sekarang. Penulis ambil contoh franchise Kamen Rider. Tiap tahun, superhero Jepang ini selalu memiliki motif kekuatan yang berbeda-beda. Pada era awal, atau biasanya disebut era Showa, motif Kamen Rider didominasi oleh belalang. Bagi beberapa orang, konsep itu terkesan monoton.
Era Heisei dimulai dengan penayangan serial Kamen Rider Kuuga. Serial ini sukses dan berhasil mengadaptasi konsep changing form dari serial Ultraman Tiga (1996) ke dalam franchise Kamen Rider. Konsep changing form ini selalu digunakan selama berjalannya franchise Kamen Rider.
Kemudian, serial Kamen Rider Agito (2001-2002) sukses mengubah motif sang pahlawan menjadi naga. Hingga serial Kamen Rider terbaru, Kamen Rider Geats (2022-2023) sukses mengadaptasikan konsep First Person Shooter (FPS) yang dipakai oleh game Valorant dan PUBG.
Tokusatsu bisa dibilang mampu menguasai pasar mainan anak-anak di Jepang. Henshin item, belt, senjata, dan kostum, dan lain-lain laku terjual dan berhasil meraih keuntungan yang besar. Franchise Tokusatsu sering diadaptasikan ke dalam bentuk game, seperti Kamen Rider: Memory of Heroez (2020) yang dikembangkan oleh Bandai Namco Entertainment dan dirilis di Nintendo Switch dan PlayStation 4.
Game ini laku keras dan disenangi oleh para fans. Yang nggak kalah kerennya lagi, Toei Company merilis serial anime Kamen Rider W: Fuuto Tantei (2022) dan mendapat banyak pujian dan apresiasi dari para penggemar.
Jepang emang pernah menjajah Indonesia, tapi bukan berarti kita nggak boleh mengambil pelajaran dari mereka. Saat teknologi perfilman masih terbatas, mereka sudah mampu membuat film yang keren, yang bisa menyaingi pabrik film animasi Disney. Para kreator film, marilah kita tingkatkan rasa kreativitas dan inovasi dalam membuat sebuah karya. Mari kita buktikan kalau Indonesia mampu bersaing di industri perfilman Asia dan dunia dengan ide yang lebih unik dan kreatif! (*/)