Apa yang cowok perlu ketahui soal orgasme perempuan? Film ini mungkin bisa mencerahkanmu.
FROYONION.COM - “Nggak usah ditonton, kecewa…” begitu komentar seorang netizen di kolom chat postingan akun review film, yang saya lihat di Instagram. Tunggu dulu. Kecewaannya bukan karena filmnya buruk, melainkan karena minim adegan seksnya.
Sebagai netizen +62 yang terkenal dengan keponya, saya memutuskan untuk menonton film itu. Apalagi memang temanya saya sukai “cerita seks”. Bukan soal ajut-ajutan doang. Kalau ajut-ajutan, atau mau lihat penampakan bagus, di aplikasi streaming banyak. Tonton saja Sex/Life episode 3 yang sempat hebohi itu.
Dalam bayangan saya, mungkin akan ada adegan ajut-ajutan, namun secara Emma Thompson gitu lho yang main, kalaupun ada sex scene-nya itu pasti sangat bermakna. Misalnya seperti The Reader atau Call Me By Your Name, mungkin? Merangsang tapi ada maknanya…
Anyway, ternyata memang benar kekecewaan netizen tersebut. Kalau kamu mengharapkan adegan yang “gimana gitu”, film ini di luar ekspektasi. Meski temanya adalah mengenai perempuan paruh baya yang menyewa jasa gigolo, setelah ditonton, film ini menceritakan lebih dari sekadar transaksi seks antara perempuan tua dan anak muda.
Ceritanya, perempuan paruh baya (Nancy Stokes) yang diperankan Emma Thompson seumur hidup belum pernah merasakan yang namanya orgasme itu seperti apa. Selama ini dia hanya berhubungan seks dengan suaminya. Dia adalah seorang guru agama dan sangat konservatif.
Namun, suatu ketika, ada momen yang membuatnya menyadari kalau hidupnya terlalu vanilla. Dia sudah tua—mungkin sebentar lagi akan mati?—tapi kenapa seperti tidak ada gairah dalam hidupnya. Dia pun ngide untuk nyewa gigolo (Leo Grande) yang diperankan oleh Daryl McCormack.
Keduanya janjian di kamar hotel dan eksekusi pun dimulai. Tapi, ternyata nggak sesederhana itu. Tak sesimpel transaksi di Mangga Besar atau Pasar Kembang, misalnya. Perlu usaha lebih untuk membangun intimasi meskipun ini hanya transaksi.
Akhirnya, yang rencananya, pertemuan semalam, jadi empat pertemuan. Itu pun tidak melulu diisi dengan seks. Ada ciuman, saling blow job, sampai akhirnya di pertemuan ke empat yang rencananya sama sekali tidak diisi dengan hubungan badan, malah diakhiri dengan seks berbagai posisi dan Nancy yang akhirnya belajar masturbasi.
Walaupun saya menjabarkannya dengan gamblang begini, adegan per adegan tidak seintens itu kok. Malah film ini lebih banyak ngobrolnya. Nancy sebagai perempuan paruh baya yang tidak pernah orgasme dan hanya tidur dengan satu laki-laki yaitu suaminya, merasa tidak bahagia dengan hidupnya yang begitu datar. Memiliki dua anak, sudah pensiun, apalagi coba yang mau dikejarnya?
Leo Grande yang awalnya sangat cool dengan gaya menawan, juga caranya membuat nyaman klien yang begitu sweet, ternyata juga problematik. Punya masalah dengan ibu dan saudaranya. Leo juga tidak bangga-bangga amat dengan pekerjaannya sebagai gigolo, sampai akhirnya dia membuat nama samaran. Dia juga tidak sepercaya diri itu menghadapi perempuan-perempuan yang menyewa jasanya.
Film ini sangat menarik buat kamu yang tertarik dengan kehidupan seks secara psikis. Ending juga datar tidak ada klimaks berarti, selain penerimaan ketubuhan seorang perempuan yang dulunya tidak merasa menarik, tetapi akhirnya menjadi percaya diri setelah berhasil orgasme. Apa yang terjadi setelah orgasme, apakah seks saja cukup?
Oh ya, ada beberapa yang saya highlight dari film ini dan cocok untuk jadi bahan perenungan mengenai seks dan relasi:
Leo menggoda Nancy dengan cara yang seksi. Dia mengatakan betapa cantiknya Nancy, kemudian cara dia menyentuh pipi dan belakang leher Nancy, sangat seksi sekaligus gimana gitu. Gimana gitunya karena Leo melakukan itu karena dibayar kan. Dia menjalankan tugasnya. Seenggaknya ini bisa membuka mata penonton untuk melihat seks tidak hanya sekadar penetrasi, tetapi ada prosesi yang harus dilalui.
Ketika berhadapan dengan Nancy, Leo membangun imej dirinya sebagai don juan dengan kapasitas mesin seks yang selalu on. Tapi, belakangan, dia ada gugupnya juga. Tidak pede dengan bentuk badannya. Punya masalah pribadi juga. Dan memang melakukan seks untuk mendapatkan uang.
Di film ini ada part Leo cerita ke Nancy kalau orang-orang yang menggunakan jasanya tidak melulu mencari penetrasi dan teman-temannya. Ada yang cuma ingin dimandikan, tidur sambil bergandengan tangan, mengenakan kostum tertentu. Pemaknaan orang akan seks berbeda-beda, begitu juga fantasinya.
Sudah banyak yang bilang kalau perempuan itu jarang orgasme. Terus, anggapan perempuan nggak terlalu membutuhkan seks. Padahal, yang namanya kebutuhan biologis, semua gender pasti punya keinginan kesitu. Hanya saja perempuan suka menekan keinginannya atas nama moral, pasangan dan lain-lainnya. Film ini menarik, karena tokoh perempuan paruh baya di sini berupaya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Pada akhirnya, seperti di dalam film ini jabarkan dan sampai sekarang saya masih mengamini, kunci seks sebenarnya adalah komunikasi dan mengenal manusia yang dengannya kita mau “bergaul”. (*/)