
Game co-op ‘Split Fiction’ yang booming belakangan ini dikabarkan akan diadaptasi menjadi sebuah film. Dilaporkan beberapa studio Hollywood berebut hak adaptasi filmnya.
FROYONION.COM - Hanya berjarak beberapa minggu dari waktu perilisan pada 6 Maret 2025 lalu, game co-op “Split Fiction” dikabarkan akan diadaptasi menjadi sebuah film.
Reputasinya yang naik dengan cepat di kalangan gamer berkat gameplay yang seru, membuatnya panen ulasan positif dari para kritikus.
Melansir dari Metacritic, gim yang dikembangkan oleh Hazelight Studios tersebut sukses meraih 91 poin untuk metascore. Juga meraih rating 8,9 dari ratusan player yang memberi penilaian.
Bahkan pada minggu pertama perilisannya, game ini sukses mencetak penjualan hingga 2 juta copy.
Menurut laporan dari Variety, sebuah sumber di Game Developers Conference (GDC) di San Francisco, telah mengkonfirmasi bahwa perusahaan media Story Kitchen sedang berupaya mewujudkan proyek adaptasi film tersebut.
Dipimpin oleh tim yang sama yang sedang mengerjakan “It Takes Two” menjadi proyek film di Amazon, kabarnya mereka sedang menyusun jajaran cast, penulis, dan sutradara untuk film tersebut.
Bahkan, tawaran dari berbagai studio ternama Hollywood terus berdatangan untuk berebut mendapatkan hak adaptasi film dari gim “Split Fiction.”
Ditulis oleh sutradara sekaligus kepala studio Hazelight Josef Fares dan Sebastian Johansson, gim co-op tersebut berusaha mencampurkan dunia fantasi ala negeri dongeng dengan dunia fiksi-ilmiah yang futuristik.
“Split Fiction” punya gameplay yang menarik karena dua player yang memainkannya harus menghadapi tantangan mereka masing-masing di layar terpisah.
Tak hanya menghadapi tantangan yang berbeda, masing-masing juga akan memiliki jenis skill yang berbeda yang akan membantu keduanya menyelesaikan misi.
Dalam sesi prolog, pemain akan diperkenalkan kepada dua protagonis utama, yakni Mio dan Zoe.
Dilansir dari Gamerant, dikisahkan keduanya adalah dua orang penulis novel yang ikut ambil bagian dalam menggarap proyek khusus yang dikembangkan oleh penerbit Rader.
Penerbitan tersebut memiliki sebuah mesin yang memungkinkan mereka mengubah ide-ide tulisan dari Mio dan Zoe, menjadi pengalaman interaktif.
Namun setelah mengetahui bahwa Rader sedang merencanakan sesuatu yang jahat, keduanya justru terjebak dalam ruang simulasi yang akan menghidupkan dunia yang mereka tulis.
Di ruang simulasi inilah, Mio dan Zoe mengalami petualangan yang berbeda.
Di satu bab, misalnya, keduanya terjebak dalam dunia fiksi ilmiah yang membuat mereka punya kekuatan melawan gravitasi atau memanipulasi objek.
Kemudian, di bab lainnya mereka akan mengalami petualangan dunia fantasi yang membuat mereka bisa berubah menjadi kingkong dan ikan atau menjadi peri dan pohon raksasa.
Di satu waktu, keduanya bisa menunggangi motor terbang, sedangkan di lain waktu mereka berdua menunggangi naga.
Petualangan itu menuju akhir, lewat sebuah kekacauan khas psikedelik yang menggabungkan dua dunia (fantasi dan fiksi ilmiah) dalam satu waktu, berkat ulah dari Rader Publishing.
Pada akhirnya, mereka berhasil mengalahkan Rader dan melarikan diri untuk selamanya. Keduanya lalu menerbitkan novel pertama mereka bersama-sama.
Melihat track record dari studio Hollywood dalam mengadaptasi gim menjadi film yang sering kali berujung gagal, tentunya kita perlu menurunkan ekspektasi ke batas wajar.
Namun bukan berarti tanpa harapan sama sekali. Adaptasi film dari franchise gim ”Sonic” bisa jadi alasan masuk akal untuk berharap bahwa adaptasi film “Split Fiction” akan berhasil.
Nada skeptis juga disampaikan oleh Tessa Kaur dalam merespon kabar adaptasi film ini, lewat tulisannya di laman The Gamer.
Dengan judul yang cukup agresif, Tessa Kaur berpendapat bahwa adaptasi film “Split Fiction” dijamin akan menjadi film yang buruk dan menyebut proyek ini sebagai proyek bakar duit dari Studio Hollywood.
Tessa punya alasan yang kuat yang mendasari argumennya. Ia berpendapat bahwa kekuatan “Split Fiction” terletak pada mekanisme permainannya, bukan pada alur ceritanya.
Baginya, “Split Fiction” lebih menarik untuk dimainkan daripada sekadar ditonton.
Gim itu meskipun menghadirkan keseruan dan kesegaran di setiap levelnya, harus diakui punya alur cerita yang tipis dan tanpa kedalaman.
Para karakternya, baik protagonis maupun penjahatnya tidak diolah dengan baik. Bahkan mereka tak diberikan backstory yang cukup.
Meski begitu, Tessa beranggapan mungkin kelemahan-kelemahan itu bisa diperbaiki jika mereka memilih penulis yang bagus untuk menggarap naskahnya.
Itu berarti masih ada harapan untuk menjadikan “Split Fiction” sebagai adaptasi yang sukses.
Adaptasi film dari franchise gim ”Sonic” misalnya, bisa jadi alasan masuk akal untuk berharap bahwa adaptasi film “Split Fiction” akan berhasil. Semoga. (*/)