Movies

ENOLA HOLMES 2: PERJALANAN DETEKTIF MUDA DALAM MENGUNGKAPKAN KETIDAKADILAN

Seri kedua Enola Holmes tak hanya berkisah soal detektif, tapi juga pencarian keadilan bagi perempuan.

title

FROYONION.COM - Menjadi perempuan itu susah - baik, mungkin aku akan ralat. Menjadi manusia itu susah, apalagi menjadi manusia dengan gender perempuan. Pikiran ini hinggap ketika selesai menonton seri kedua Enola Holmes - tentunya setelah berkali-kali menonton.

Sama seperti seri sebelumnya, Enola Holmes kembali menceritakan petualangannya sebagai detektif perempuan, dan ditambah di bawah bayang-bayang kakak laki-lakinya, The Great Sherlock Holmes!

Jika ditanya mengenai film-nya, aku akan menjawab: "Tentu, menarik sekali! Sangat entertaining. Apalagi adegan romansa antara Enola Holmes dan Viscount Tewkesbury. Menggelitik dan membuat terbayang!"

Namun, yang membuat Enola Holmes ini menarik bukan sekadar tentang petualangan Enola Holmes, kisah romansanya - serta Sherlock Holmes di dalamnya. Seri kedua Enola Holmes ini menceritakan tentang keadaan perempuan pada akhir abad 18, terbatas dan meretasnya.

PEREMPUAN “KOREK API” YANG MELAWAN

Pada seri kedua Enola Holmes, cerita berpusat pada hilangnya seorang perempuan bernama Sarah Chapman. Ia digambarkan sebagai seorang perempuan kelas pekerja yang tinggal bersama dua orang saudara angkatnya. Suatu hari Sarah tiba-tiba menghilang! Hilangnya Sarah menimbulkan kecemasan di benak Bessie, adiknya.

Pengembaraan Sarah Chapman dan kaitannya pada pabrik korek api milik keluarga Lyon merupakan sebuah kisah nyata yang dialami oleh para pekerja perempuan di London pada akhir abad 18.

Karakter Sarah Chapman yang diperankan oleh Hannah Dodd merupakan gambaran kondisi perempuan yang bekerja di pabrik korek api Bryant and May pada saat itu. 

Mirisnya keadaan pabrik yang tidak bersih menggambarkan betapa tidak pedulinya manajemen pabrik kepada para pekerjanya. Para perempuan ini diharuskan untuk berdiri sepanjang hari dengan bertelanjang kaki – selain tidak mampu membeli, manajemen pabrik tidak menghiraukan masalah tersebut.

Para perempuan yang bekerja di sana hanya diberikan dua kali istirahat, selama bekerja seharian. Belum lagi berbicara mengenai gaji yang tidak layak dan harus mendapatkan potongan hingga 20% banyaknya.

Selain itu, banyak dari mereka yang mengalami penyakit, Phossy Jaws namanya. Wabah dengan gejala sakit gigi - atau sebenarnya rahang ini mulai menjalar dan menimbulkan kegaduhan. Manajemen pabrik memberikan solusi cerdas; segera cabut gigi atau pekerjaan Anda yang dicabut. Ironis, bukan? 

Kabar ketidaksejahteraan yang terjadi pada karyawan di pabrik ini mulai muncul ke permukaan dan mendapat perhatian oleh aktivis setempat di tahun 1888. Ketidakpedulian dan kekejian pabrik Bryant & May ini akhirnya terekspos ke publik melalui sebuah artikel di surat kabar. 

Reputasi buruk, tidak menggerakan pabrik Bryant and May untuk memberikan tanggapan. Oleh karena itu, pada bulan Juli tahun 1888 para pekerja perempuan berjumlah 1500 orang, dari berbagai kalangan usia tersebut bergandengan tangan untuk saling memberikan kekuatan.

Mereka bersama-sama menyatukan kekuatan untuk memberikan perlawanan terhadap ketidakadilan yang mereka alami. Perlu dicatat, pada abad tersebut posisi perempuan benar-benar tidak diperhitungkan, sulit untuk menyuarakan pendapat jika hanya sendiri.

Perlawanan oleh para pekerja perempuan di pabrik korek api Bryant and May merupakan sebuah revolusi industri untuk membangkitkan semangat perempuan-perempuan yang teraniaya lainnya.

SULITNYA MENJADI PEREMPUAN

Kembali ke seri kedua Enola Holmes yang sempat aku singgung pada awal artikel ini, film ini sangat aku rekomendasikan untuk ditonton. Selain petualangannya dalam mengungkap misteri Sarah Chapman, film ini banyak mempertontonkan ketimpangan yang dialami oleh perempuan.

Mulai dari Enola Holmes yang sebagai detektif perempuan yang banyak diragukan oleh (calon) klien di kantornya sendiri. (Yes, mereka mendatangi kantor Enola semata-mata karena kata 'Holmes' di belakangnya)

Aturan di pesta dansa yang menurutku cukup memberatkan perempuan – Harus memiliki pendamping untuk berbicara dengan para 'gentleman.' Serta perjuangan Eudoria Holmes dan komunitasnya untuk memperjuangkan kesetaraan gender yang telah disinggung sejak seri pertama.

Yang berusaha aku katakan adalah seri kedua Enola Holmes tidak sekedar tentang petualangan seorang detektif muda. Namun, juga berbicara soal kondisi perempuan kelas pekerja pada saat itu, yang kemudian melahirkan semangat membara untuk membentuk revolusi baru.

Meskipun telah mengalami sedikit perubahan dari peristiwa tersebut, perempuan yang bekerja belum serta-merta mendapatkan yang seharusnya menjadi hak mereka. Contoh paling yang mudah untuk ditemui adalah keamanan.

Banyak terjadi kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan di tempat kerja. Mirisnya, kekerasan ini bisa dilakukan oleh orang-orang terdekat atau atasan mereka sendiri.

Belum lagi berbicara mengenai kesempatan kerja yang terbatas bagi perempuan. Berbicara terbatas, bukan mengenai potensi. Kesempatan kerja perempuan sudah menikah lebih kecil dibandingkan laki-laki dengan status yang sama.

Oleh karena itu, perlawanan atas ketidakadilan berbasis gender perlu terus digiatkan. Seperti upaya-upaya Enola yang bukan hanya mencari Sarah, tapi juga keadilan bagi perempuan. Begitu pula dengan aksi para perempuan “korek api” yang memperjuangkan haknya. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Zulfah Sela

Creative writing enthusasist