“Kleang Mabur Kanginan” (2016) dan “Natalan” (2015) adalah dua film yang dijamin bikin air mata lo menetes karena merindukan sosok keluarga.
FROYONION.COM - Berbicara mengenai konten, kedua film berjudul Kleang Kabur Kanginan yang diproduksi tahun 2016 dan disutradarai oleh Riyanto Tan Ageraha dan Natalan yang diproduksi tahun 2015 serta disutradarai oleh Sidharta Tata secara konten memiliki premis yang mirip-mirip, karena keduanya menceritakan tentang bagaimana penantian akan kepulangan anak yang dikasihi. Dari keduanya yang membedakan hanyalah proses kepulangannya saja.
Kleang Kabur Kanginan menceritakan tentang sepasang suami istri yang tinggal di pegunungan terpencil dan berusaha mendapatkan kabar dari anaknya.
Anak semata wayang yang dulu dengan susah payah mereka biayai sekolah, saat ini anak tersebut bekerja jauh di perantauan. Namun, tak ada kabar berita dari sang anak.
Di rumah kedua orang tuanya menunggu kabar sang anak, dari sebuah HP tua kabar itu mereka nantikan. Desa mereka yang terpencil dan berbukit-bukit membuat orang tua itu harus berjuang mendapatkan sinyal terbaik agar saat sang anak telepon dipastikan masuk.
Telepon tak kunjung masuk, sang ibu begitu khawatir dan rindu pada anaknya. Bapak harus mengambil keputusan demi membahagiakan orang-orang yang mereka cintai.
Sedangkan pada film Natalan menceritakan tentang pulangnya seorang anak laki-laki bernama Resnu yang berjanji akan merayakan misa malam Natal bersama ibunya di Yogyakarta. Kegelisahan dan rindu terhadap ibu menyesaki pikiran Resnu selama perjalanan dari Jakarta bersama istrinya.
Dalam Kleang, kita akan dipertontonkan suatu keadaan yang menunjukkan kondisi rumah serta lingkungan yang susah sinyal, menjadikan sosok bapak harus memutar otak bagaimana caranya agar bisa menghubungi anaknya nun jauh di perantauan sana.
Hal ini membuat sosok bapak mau tidak mau harus mengendarai kendaraan tua miliknya bersama sang istri ke arah pegunungan dengan harapan ada sinyal masuk yang membuatnya bisa menghubungi anaknya.
Kendati demikian, usaha yang telah dilakukan tak memberikan hasil yang maksimal sebab sang anak justru tak mengangkat telepon dari orangtuanya yang telah merindukan dirinya.
Sedang pada film Natalan, kita akan diperlihatkan sebuah kondisi kegelisahan akan sosok Resnu yang tak tergambar jelas, sebab muncul kontradiktif adegan yang menunjukkan sang ibu yang menunggu kepulangan Resnu justru nampak antusias mempersiapkan kedatangan anaknya. Berbelanja bahan makanan, memasak, hingga bahkan merelakan dirinya ditinggal pergi pembantunya sebab yakin bahwa anaknya akan pulang malam itu juga.
Kedua film ini secara konten menyiratkan sebuah keadaan penantian yang berharap akan dipertemukan. Akan tetapi, pada akhirnya sang bapak pada film Kleang Kabur Kanginan harus membohongi sang istri yang sudah kepalang rindu, dengan meminta tolong kepada pemilik konter pulsa sehingga membuatnya seolah menjadi sang anak Teguh yang berada di perantauan demi hanya sekedar membuat sang istri lebih tenang.
Berbeda dengan Kleang Mabur Kanginan, pada film Natalan kita sebagai penonton akan dibuat menyadari perihal apa yang membuat Resnu gelisah di sepanjang film. Keadaan istrinya tak peduli dengan Resnu dan kegelisahan Resnu terhadap perjalanan mereka, rupanya ditengarai kerinduan akan pertemuan dengan ibunya di malam Natal yang tak bisa tersalurkan sebab ia dan sang istri justru berbelok ke arah Solo guna bertemu lebih dahulu dengan keluarga sang Istri.
Secara konsep, kedua film menawarkan keresahan serta kegundahan dari tiap-tiap karakternya melalui dua perspektif yang berbeda. Pada Kleang kita akan dibuat ikut khawatir akan kondisi Teguh yang tak jelas rimbanya, kekhawatiran bapak dan ibu jelas terasa pada shoots gamang serta kosong dan sunyi yang hadir di sepanjang film. Usaha yang dilakukan bapak dengan memastikan apakah handphone tuanya rusak atau tidak, kemudian menanyakan apakah masih ada pulsanya atau tidak, lalu proses usaha mencari sinyal, membawa penonton pada kekhawatiran yang serupa.
Sedangkan pada Natalan, konsep yang agak berbeda diperlihatkan pada sosok Resnu yang memilih lebih banyak diam daripada berbicara dengan sang istri di dalam mobil. Telepon dari rumah di Jogja yang tak juga diangkat, membuat penonton bertanya-tanya mengapa ia tak segera mengangkat teleponnya. Adegan serta akting dari karakter utama membuat penonton bertanya lebih kepada “apa yang membuat si karakter utama gelisah sepanjang perjalanan dan lebih memilih diam daripada berbicara dengan istrinya?”, sebab sang istri diperlihatkan selalu mengangkat telepon dan mengeluh karena si suami, yaitu Resnu, salah ambil jalan dan membuat mereka tersasar.
Pada konteks keduanya, kita bisa melihat bagaimana dua sisi kehidupan yang berbeda, justru menampilkan kerisauan yang kurang lebih sama. Dalam Kleang, kita akan ikut merasakan bagaimana kehampaan terasa ketika orang tua tak pernah mendapatkan kabar dari anaknya yang mereka rawat sedari kecil. Shoots sunyi, luas, dan lebar justru memberikan kesan kosong dan tanpa harapan. Layang-layang menjadi kode visual berupa Layangan yang terbang terlalu tinggi, justru bisa memutuskan harapan orang lain. Keadaan bapak dan ibu yang memiliki harapan agar anaknya menjadi orang yang berkecukupan, justru dibalas dengan ‘menghilangnya’ sang anak karena tak pernah lagi menghubungi keduanya.
Lalu pada Natalan kerinduan Resnu akan sang ibu, membuatnya harus memilih suatu kondisi antara mengikuti kemauan istrinya atau mengikuti kata hatinya. Keadaan sang ibu yang mempersiapkan segalanya di rumah, juga terpaksa harus membuatnya memupuskan harapannya sendiri menikmati malam Natal bersama sang anak.
Usaha dengan pergi ke pasar dan menyiapkan segala sesuatunya agar bisa makan bersama, terpaksa hancur dan gugur ketika akhirnya Resnu menelpon balik dan mengatakan bahwa ia baru bisa pulang ke Jogja di hari berikutnya. Keikhlasan dari sang ibu yang seolah mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja, membuat penonton menyadari bahwa sosok ibu memang akan selalu memaafkan dan memaklumi apa saja yang dilakukan oleh anaknya.
Kedua film ini menawarkan sebuah kerinduan akan pertemuan yang tak bisa diwujudkan karena keadaan serta kondisi yang tak mendukung. Keduanya juga menawarkan rasa sedih serta gundah yang dialami oleh masing-masih karakter, dengan caranya masing-masing yang terbilang sukses dieksekusi dalam sebuah film pendek. Kleang Mabur Kanginan (2016) dan Natalan (2015) bisa lo akses secara gampang di YouTube, Civs. So tunggu apa lagi? Sudahkah Anda menonton Kleang Mabur Kanginan (2016) dan Natalan (2015)? (*/)