Lebih dikenal dengan lagu-lagunya yang berbahasa Inggris, kali ini Ardhito hadir dengan warna baru. Menggunakan bahasa Indonesia dengan diksi yang elok serta warna lagu yang mirip era kejayaan 90-an, Ardhito menyuguhkan karya berbeda yang ‘out of his comfort zone’.
FROYONION.COM - Buat lo yang udah ngikutin Ardhito Pramono dari tahun 2013 mungkin udah familiar sama lagu-lagunya yang manis serta liriknya yang menyentuh. Seringkali ia juga bercerita lewat lagunya baik tentang cinta, cita, harapan, hingga rasa sedih.
Nggak heran kalo banyak anak muda Indonesia yang mengagumi sosoknya. Kali ini pun Ardhito berhasil kembali memukau, tidak hanya bagi pendengar setianya, tapi juga para pegiat musik hingga masyarakat luas, dengan album WIjayakusuma.
Dari nama albumnya saja udah kelihatan bagaimana warna yang ingin disuguhkan oleh Ardhito kali ini. Berbeda dari lagu-lagunya yang biasanya pakai bahasa Inggris, pada kesempatan ini ia lebih banyak bermain dengan diksi-diksi bahasa Indonesia yang jarang diketahui dan dipakai dalam lirik lagu.
BACA JUGA: WARNA SUARA CHRISYE DALAM LAGU TERBARU ARDHITO PRAMONO BERJUDUL ‘WIJAYAKUSUMA’
Lewat album Wijayakusuma Ardhito bersama dengan Gusti Irwan Wibowo dan Narpati ‘Oomleo’ Awangga selaku produser, berbagai cerita dan sisi Ardhito yang nggak pernah diketahui sebelumnya ditunjukkan lewat lagu-lagunya.
“Penciptaan album Wijayakusuma banyak dipengaruhi oleh Gusti, Oom Leo, dan beberapa musisi Indonesia seperti Chrisye, Utha Likumahuwa, Candra Darusman, Keenan Nasution, Rafika Duri, Dian Pratama Poetra, Rien Djamain, hingga musisi luar seperti Keenan Nasution. Gue memutuskan untuk keluar dari zona nyaman dalam proses pembuatan lagu-lagunya, terutama dalam pemilihan diksi lirik,” jelas Ardhito saat ditemui Froyonion di konferensi pers yang diselenggarakan di Bartisserie, Astha District 8.
Metode baru juga dilakukan sebagai bagian dari proses kreatif album Wijayakusuma. Narpati atau yang akrab disapa Oom Leo pun berkata bahwa nggak banyak musisi Indonesia yang mau menggali budaya bangsa sendiri hingga ke pemilihan kata dalam lirik lagu.
“Khazanah (kekayaan) budaya Indonesia itu sangat disayangkan kalo dibiarkan gitu aja. Pernah nggak kepikiran kenapa kita manggil orang tua tidak dengan nama padahal orang luar negeri sering gitu? Tahu nggak kalo gamelan Indonesia ada ratusan tahun sebelum musik klasik Eropa tercipta? Budaya kita begitu kaya dan berharga. Hal inilah yang gue sampaikan ke Ardhito hingga dia tergerak melibatkan nilai-nilai ini dalam proses penciptaan lagunya,” jelas Oom Leo.
Diksi-diksi elok tersebut bisa lo lihat dalam lagu-lagu yang ada di album ini. Misalnya seperti lagu ‘Daun Surgawi’ yang liriknya diciptakan sendiri. Pemilihan kata seperti temaram, asa, nestapa, nirwana, dipadupadankan dengan ceritanya yang menyesali perbuatan yang lama dalam rangka mengubur diri Ardhito yang lalu. Lewat ritme dan suasana yang uplifting, siapa sangka kalo justru di lagu ini Ardhito menunjukkan sisi vulnerable-nya.
Selain pemilihan diksi, proses kreatif yang unik juga terjadi saat pemilihan personil orkestra.
“Seniman Indonesia itu ada banyak, tapi jarang yang tahu. Alhasil nyarinya susah. Gue sampai hire fresh graduate dari ISI, IKJ, dan universitas lainnya untuk membentuk tim orkestra. Gue sangat mengupayakan hal ini karena masih ada orang-orang yang meremehkan skill bermusik orang Indonesia. Padahal, kita nggak kalah kok sama musisi luar,” jelas Gusti seraya memberi pesan untuk lebih menghargai industri musik Indonesia.
BACA JUGA: PUNYA SELERA MUSIK BAGUS BIKIN COWOK AUTO-GANTENG, EMANGNYA IYA?
Pada hari ini juga (14/7), Ardhito akan menyelenggarakan konser pertama Wijayakusuma di Bengkel Space, SCBD, dengan harga tiket Rp300.000.
Buat lo yang belom kebagian tiketnya, jangan sedih. Karena kabarnya Ardhito juga akan mengadakan konser Wijayakusuma di Yogyakarta, Surabaya, dan Bali pada bulan Agustus hingga Oktober mendatang. Pantengin terus kabarnya supaya nggak ketinggalan ya, Civs! (*/)