
Film terbaru Joko Anwar kali ini memang tidak terlalu banyak easter eggs-nya. Namun, bukan berarti tidak ada hal tersembunyi dan fakta unik di balik film yang terinspirasi dari sejarah kelam ini.
FROYONION.COM - Hampir seminggu berlalu sejak Pengepungan di Bukit Duri naik layar, sudah lebih dari 500 ribu penonton yang menyaksikan ngerinya pergaulan di SMA Bukit Duri.
Edwin (Morgan Oey), seorang keturunan Tionghoa yang menjadi guru di SMA yang terkenal penuh dengan anak-anak buangan, harus menghadapi kebrutalan mereka.
Rasisme akan orang keturunan Tionghoa semakin memuncak, nyawa Edwin pun di ujung tanduk.
Selama 2 jam, penonton harus menahan sakit kepala akan bobroknya Indonesia yang ditangkap oleh Joko Anwar.
BACA JUGA: FILM JOKO ANWAR ‘PENGEPUNGAN DI BUKIT DURI’ BEKERJA SAMA DENGAN HOLLYWOOD
Usai menonton, pastinya ada berbagai opini dan perasaan yang berlewiran di benak dan hati setiap penonton. Namun sejauh ini, rating 8/10 menjadi nilai valid yang tercantum di iMDB.
Tidak seperti film-film Joko Anwar yang lain–yang menyimpan banyak detail seru alias easter eggs–Pengepungan di Bukit Duri lebih gamblang.
Namun, bukan berarti tidak ada fakta unik dari film ini. Berikut 3 fakta unik tentang film Pengepungan di Bukit Duri yang perlu kalian ketahui.
Joko Anwar menulis naskah film ini pada tahun 2007. Namun, ia baru merasa siap untuk memproduksinya pada tahun 2024, dengan film dirilis pada April 2025.
Alasan penundaan ini karena Joko ingin memastikan bahwa dirinya memiliki kedewasaan dan pengalaman yang cukup untuk menyampaikan pesan sosial yang kompleks dalam film tersebut.
Dalam film ini, Jaisal Tanjung (Director of Photography film ini) menggunakan teknik pergerakan kamera yang tidak stabil atau "goyang" secara sengaja.
Tujuannya adalah untuk menciptakan suasana yang lebih realistis dan mendalam, sehingga penonton dapat merasakan ketegangan dan kekacauan yang dialami oleh karakter dalam cerita.
Teknik ini juga memperkuat nuansa distopia dan ketidakpastian yang menjadi tema sentral film.
Film ini menyisipkan detail simbolik berupa frekuensi radio 98.05 FM, yang dianggap merujuk pada peristiwa kerusuhan Mei 1998.
Angka 98.05 dapat diinterpretasikan sebagai bulan dan tahun terjadinya kerusuhan tersebut, yaitu pada Mei 1998.
Melalui simbol ini, Joko Anwar mengingatkan penonton akan trauma kolektif yang masih membekas dalam masyarakat Indonesia.
Pengepungan di Bukit Duri masih bisa kalian tonton di bioskop terdekat. (*/)