Lifestyle

TREN RAW-DOGGING DI KALANGAN GEN Z, JENIS MEDITASI SELAMA PERJALANAN JAUH?

Belakangan merebak sebuah tren raw-dogging di kalangan Gen Z. Tren ini dianggap sebagai sejenis meditasi selama perjalanan jauh menggunakan pesawat, dengan membiarkan diri melamun berjam-jam.

title

FROYONION.COM - Jika biasanya selama perjalanan jauh, utamanya dalam penerbangan panjang, kita menghibur diri dengan menikmati konten streaming atau hal lainnya demi membunuh waktu. Kali ini, merebak tren raw-dogging, utamanya di kalangan Gen Z.

Berbeda dengan tren pada umumnya yang meminta kalian melakukan sesuatu, raw-dogging justru menekankan siapa pun yang ingin mencobanya untuk tidak melakukan apa-apa.

Selama perjalanan panjang berjam-jam dengan pesawat, para pelaku raw-dogging hanya menatap dengan hampa ke depan tanpa hiburan apa pun, seperti film, buku, media sosial bahkan musik sekalipun.

Tujuan dari raw-dogging adalah membebaskan pikiran mengembara dan saling berkelindan sesuka hati atau bahkan mengistirahatkannya tanpa distraksi. 

Meskipun kegiatan tersebut bikin mereka seperti orang bengong atau tengah tidur dengan kedua mata terbuka, raw-dogging dianggap mampu menyegarkan otak dan mengisi ulang energi mental seseorang.

Namun masih banyak ahli mempertanyakan manfaat dari tren tersebut. Bahkan mereka juga menemukan beberapa dampak buruknya.

TREN RAW-DOGGING BAGUS ATAU BURUK?

Tak ada yang tahu siapa yang memulai tren raw-dogging tersebut. Namun tren ini seperti mulai meledak kembali dua bulan, ketika seorang pengguna TikTok @oiwudini membagikan pengalamannya “melamun” selama 7 jam penerbangan.

Hingga saat ini unggahan tersebut sudah disaksikan oleh belasan juta orang. Sejak saat itu, tak butuh lama untuk tren itu menyebar ke orang lainnya dan membawa mereka terseret dalam arusnya.

Salah satu di antaranya yang ikut-ikutan tren tersebut adalah striker bongsor Manchester City, Erling Haaland. 

Pemain berpaspor Norwegia itu membagikan unggahan bahwa ia baru saja menempuh 7 jam penerbangan tanpa ponsel, tidur, minum atau makan. Dan ia merasa bahwa hal itu “mudah” untuk dilakukan.

Namun semakin lama tren itu bertahan, tampaknya banyak orang mulai berusaha untuk mematahkan rekor dengan menjadi yang paling kuat bertahan tanpa ngapa-ngapain. Bahkan mereka tak hanya tanpa makan dan minum, melainkan juga tanpa pergi ke toilet.

Misalnya, berminggu-minggu lalu, Damion Bailey mengunggah di akun Instagram miliknya bahwa ia baru saja mengalahkan rekor pribadinya (10 jam) dengan melakukan raw-dogging selama 13,5 jam penerbangan antara Shanghai dan Dallas.

Bahkan Torren Foot, seorang produser musik asal Australia melakukannya dalam penerbangannya menuju Melbourne selama 15 jam. 

Dalam unggahan di akun TikTok miliknya, ia tampak mengerjap-ngerjapkan matanya seolah berusaha untuk tetap terjaga.

Praktik raw-dogging yang lebih ekstrim ini memicu pertanyaan dari banyak orang, apakah tren ini membawa dampak baik atau buruk, utamanya bagi kesehatan?

Dikutip dari laman Fortune, seorang ahli kesehatan mental, Sophie Mort, PhD, mengungkapkan bahwa di era sekarang saat kita mengenal istilah detoks digital, raw-dogging bisa saja membawa manfaat bagi mental.

“Tak punya akses ke email atau kemampuan untuk ‘check in’ mendorong kita memberi ruang dalam pikiran kita untuk memikirkan aktivitas dan orang lain,” ungkap Sophie Mort, PhD.

Ia juga menambahkan bahwa detoks digital yang menjadi semangat raw-dogging juga bikin kita lebih merasa bahagia.

“Saat kita memberi jeda pada diri sendiri untuk mematikan gadget, hal itu membuat kita punya kesempatan untuk lebih fokus pada apa saja yang benar-benar membuat kita bahagia,” jelas Mort.

Aktivitas tersebut bisa jadi berguna dalam melindungi kondisi mental kita yang banyak terpapar konten-konten digital. 

Terlebih dengan terus-menerus menatap gadget dapat meningkatkan stres, kurangnya rasa syukur, bahkan menimbulkan gangguan pernapasan dan kardiovaskular.

Meski begitu, Mort juga menekankan pentingnya mengenal batasan saat melakukannya.

“Memutuskan untuk tidak menonton film di pesawat tidak akan merugikanmu. Namun tidak makan, minum maupun tidur selama penerbangan jarak jauh, lalu terus melakukannya dalam kehidupan sehari-hari, mungkin akan membawa dampak buruk,” pungkas Mort.

Pendapat senada juga diungkapkan oleh Dr. Gill Jenkins, seorang dokter umum. Meski memuji manfaat raw-dogging sebagai detoks digital, ia menganggap hal lainnya yang dilakukan kelewat ekstrem membawa dampak buruk pada kesehatan.

“Masalah yang kita hadapi dalam penerbangan jarak jauh adalah bahwa kita berisiko mengalami dehidrasi,” ungkap Jenkins.

Ia menambahkan, tidak bergerak sama sekali dalam jangka waktu yang lama, bisa menimbulkan masalah kesehatan lainnya.

“Jika kamu tidak bergerak, kamu berisiko mengalami trombosis vena dalam, yang diperparah oleh dehidrasi. Tidak pergi ke toilet, itu agak bodoh. Jika kamu perlu ke toilet, kamu harus melakukannya,” pungkas Jenkins.

RAW-DOGGING DAN MELAMUN DI KURSI BESI INDOMARET

Meski tren ini umumnya dilakukan dalam penerbangan pesawat, tak menutup kemungkinan tren ini juga berlaku bagi penumpang transportasi publik lainnya.

Seperti yang dilakukan oleh seorang pria dalam unggahannya di TikTok yang mempraktikkan raw-dogging selama 40 menit dalam perjalanan kereta.

Namun, sepertinya tren raw-dogging tak begitu banyak mendapatkan sorotan dari netizen Indonesia. 

Selain itu, penulis membayangkan, rasanya agak sulit mempraktikkan tren tersebut di sini, selain di penerbangan pesawat.

Terlebih jika kamu penumpang bus lintas kota maupun provinsi. Rasanya kamu bakal kesulitan buat mempraktikkannya tanpa terdistraksi dengan gempuran dangdut koplo yang diputar dalam bus.

Atau jika kamu melakukannya di kereta ekonomi berkursi tegak yang memaksamu berhadap-hadapan dengan penumpang lain, kamu mungkin bakal dianggap aneh.

Namun, belakangan ada tren yang kurang lebih punya dampak yang sama dengan raw-dogging yang dilakukan saat penerbangan. Yaitu, tren melamun di kursi besi Indomaret.

Uniknya, entah kebetulan atau bukan, kedua kegiatan untuk menyegarkan pikiran ini kebanyakan dilakukan oleh kaum pria.

Namun berbeda dengan raw-dogging, mereka yang bengong di kursi besi Indomaret masih ditemani sebotol dolga coffee seharga tak sampai goceng, untuk menemani aktivitas melamun mereka sembari menatap keramaian jalan.

Bahkan bagi penulis, tren bengong di kursi besi Indomaret lebih merakyat karena banyak orang bisa mencobanya. Juga lebih wajar karena hanya menghabiskan waktu seperlunya.

Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa banyak orang lebih memilih bengong ketimbang menikmati hiburan tertentu demi menyegarkan pikiran dan mental?

Danielle Haig, seorang psikolog dalam artikel di BBC mengungkapkan bahwa ia bisa memahami mengapa orang ingin menghabiskan waktu dalam refleksi yang tenang, membiarkan pikiran mereka mengembara, ketika mereka bisa mengakses hiburan lewat gadget mereka.

“Ini memberikan kesempatan untuk mengisi ulang tenaga secara mental dan memperoleh perspektif baru,” ungkapnya.

Haig juga menyebut tren itu sebagai wujud kerinduan kolektif untuk menemukan keseimbangan dalam diri mereka. 

Dalam hal ini, orang-orang melakukannya dengan tak membiarkan faktor dari luar (seperti film, musik atau bentuk hiburan lainnya) mengganggu dan masuk dalam pikiran mereka.

Dengan kata lain, mereka berusaha mengosongkan pikiran, merampas kembali ruang mental mereka dengan tujuan untuk membina hubungan yang lebih mendalam dengan jati diri mereka.

Baik raw-dogging maupun melamun di kursi besi Indomaret mampu memberi jeda pada pikiran kita yang sibuk dan sesak dengan berbagai hal. Menepikannya sejenak satu persatu demi menciptakan ruang lebih lapang bagi kita untuk mengobrol dengan diri sendiri. 

Hanya ada kita dan pikiran kita sendiri, yang lain dilarang masuk! (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Shofyan Kurniawan

Shofyan Kurniawan. Arek Suroboyo. Penggemar filmnya Quentin Tarantino. Bisa dihubungi di IG: @shofyankurniawan