Siapa di antara lo yang kemarin nonton Tiba-Tiba Tenis? Olahraga yang sebenarnya nggak banyak diminati sama masyarakat Indonesia ternyata bisa dieksekusi dengan seru dan asyik banget lho Civs sama VINDES. Ini sebenarnya jadi momentum bagus buat bikin kecintaan sama tenis makin meningkat, tapi bisa nggak ya?
FROYONION.COM - Gue lagi benar-benar takjub sama event Tiba-Tiba Tenis yang sukses digelar sama VINDES pada 12 November 2022 kemarin. Mungkin misi dari gelaran acara itu buat 'menggairahkan' olahraga tenis di Indonesia benar-benar berhasil untuk saat ini.
Setelah acara olahraga itu rampung digelar, lo pasti bakal melihat banyak potongan klip dan momen-momen pertandingan yang berseliweran di media sosial lo. Artinya apa? Acara itu benar-benar bikin hype olahraga tenis hidup.
Bukan cuma dari potongan acaranya saja Civs. Beberapa hari terakhir gue juga malah dapat melihat tayangan-tayangan seputar olahraga tenis. Baik itu dari dalam maupun luar negeri. Rasa penasaran gue sama olahraga itu pun juga makin besar.
Emang sih, gue nggak bisa ngerasain atmosfer langsung nonton TTS di Senayan. Tapi melihat keseruannya dari layar kaca (baca: YouTube) juga nggak kalah asyik kok dari lapangan. Rasa greget, seru-seruan, hingga terpesona komplet bisa gue rasain dari acara tersebut.
FYI, buat lo yang nggak tahu nih. Event Tiba-Tiba Tenis digelar dengan konsep sportainment. Yang mana kemarin itu menyajikan pertandingan bola tenis yang mungkin banyak dianggap sebagai olahraga mahal dan susah dinikmati oleh orang-orang Indonesia.
Ada dua match yang dipertontonkan, pertama ganda campuran antara Enzy Storia-Dion Wiyoko melawan Gading Marten-Wulan Guritno. Kemudian dilanjutkan dengan pertandingan puncak antara Raffi Ahmad melawan Deddy Mahendra Desta.
Lembaga Nielsen pernah melakukan survei pada 2020 lalu terkait olahraga yang paling digemari oleh beberapa negara di Asia. Khusus buat Indonesia, tenis masuk dalam kategori olahraga yang nggak begitu diminati.
Dia menempati urutan ke-4 dari lima cabang olahraga yang mereka survei. Tingkat kesukaan cabang olahraga itu sangat jauh kalau dibandingkan dengan sepak bola, bulu tangkis, ataupun bola basket.
Makanya, gue sih cukup yakin kalau sebenarnya banyak juga orang-orang yang nggak suka tenis tapi nonton acara olahraga itu kemarin secara langsung. Bayangin bro, mereka jual tiket hampir 3.000 tapi sold out cuma beberapa menit setelah dibuka. Mungkin jumlah itu nggak bisa didapetin kalau penyelenggara kegiatan tenis itu dipegang sama EO lain.
Kita bisa lihat gimana pertandingan olahraga dieksekusi secara profesional sehingga bisa menarik perhatian banyak orang hingga sponsor.
Anyway, terlepas dari jumlah ataupun nilai baik yang diraih sama TTS kemarin. Menurut gue ada beberapa hal yang bisa jadi highlight ke depan supaya penyelenggaraan acara olahraga itu bisa dikemas secara menarik dan membangkitkan semangat ataupun kesukaan masyarakat terhadap olahraga itu sendiri.
Nah, menurut gue lewat acara TTS kemarin kini makin banyak orang yang jadi paham dengan istilah-istilah di dunia olahraga tenis. Soalnya buat orang yang nggak nyemplung di industri itu, pasti banyak aturan yang bikin bingung.
Hal sederhana mungkin terkait dengan penghitungan skor ataupun waktu bermain dari bola tenis itu sendiri. Sesederhana kita bisa membedakan antara game, set, dan match dari setiap pertandingan. Setelah paham hal-hal itu, pasti experience kita menikmati cabang olahraga itu jadi bakal naik level.
Pemenang dari poin ini menurut gue adalah trio komentator Nany Rahayu Basuki atau dikenal dengan Yayuk Basuki, Soleh Solihun dan Vincent Rompies. Formasi ini dengan ciamik mungkin tanpa sadar telah ngajarin penonton TTS banyak ilmu dengan dunia tenis.
Pattern-nya dalam mengedukasi pun menurut gue sangat menarik dan mudah dipahami. Soleh sebagai salah satu komentator menempatkan dirinya sebagai 'orang bodoh' yang nggak paham terkait aturan tenis sehingga akhirnya banyak bertanya.
Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Soleh pun kadang terdengar nggak penting. Misalnya, kayak waktu dia nanya ke Yayuk kenapa banyak petenis perempuan yang mengantongi bola di celananya saat bertanding.
Atau mungkin pertandingan lain yang diulang-ulang tentang aturan dasar bermain tenis yang berbeda dengan olahraga lain. Nah, pertanyaan-pertanyaan itu kan akhirnya dijawab oleh mbak Yayuk yang memang expert sebagai legenda tenis di Indonesia. Obrolan ngalor-ngidul mereka justru menjadi insights baru buat kita yang awam banget soal tenis.
Celotehan-celotehan yang ditanggapi oleh Vincent Rompies selama pertandingan pun bikin suasana di balik layar makin seru.
"Komentatorin sama Soleh, stres. Nanya mulu," kata Vincent di sela-sela pertandingan.
Menurut gue, konsep memadukan olahraga (sport) dengan entertainment itu jadi salah satu cara ampuh buat menggairahkan industri olahraga di Indonesia. Seringkali masalah utama orang nggak suka menonton acara olahraga yang populer adalah karena ngerasa jauh dengan olahraga itu.
Nggak bisa dipungkiri, VINDES kemarin benar-benar ngebuka peluang awal buat banyak orang jadi suka dan tertarik dengan olahraga tenis. Mungkin beberapa diantara lo mulai bikin janji sama kerabat buat main tenis atau sekedar beli alat-alatnya.
Nah, tinggal gimana nanti ke depannya operator liga ataupun pihak-pihak lain yang punya kewenangan tentang olahraga ini melanjutkan modal awal tersebut menjadi suatu ekosistem olahraga yang baik.
Salah satu liga dunia menurut gue yang menyadari hal tersebut adalah International Swimming League (ISL). Dilansir dari situs resmi ISL, liga ini mengakui kalau ada sistem yang nggak boleh luput dari pertandingan olahraga. Mereka menyebutkan kalau saat ini adalah era dari sportainment yang memadukan antara emosi dengan kalkulasi perhitungan matematik (dalam olahraga mungkin ini bisa diartikan sebagai skor).
Satu hal yang perlu disadari kalau olahraga itu (apapun cabangnya) merupakan paket komplit yang seharusnya bisa jadi tontonan menarik bagi masyarakat. Dalam satu pertandingan, kita bisa merasakan riuh semangat, rivalitas antar pemain, support yang mendalam, kekalahan, hingga kesedihan dan emosi-emosi lain yang tertuang.
Kalau menurut ISL, perhitungan matematik bukan jadi satu-satunya hal yang jadi pintu gerbang untuk memahami esensi dari prestasi suatu olahraga. Makanya, mereka pun mengoreksi sistem penilaian dalam liga yang memadukan antara antisipasi dan ketegangan di publik.
Kuncinya, menurut liga, adalah partisipasi publik sehingga bisa membangkitkan semangat konsep sportainment itu sendiri.
Kalau lo nonton TTS kemarin, VINDES pun mengadopsi semangat yang sama. Mereka 'merevisi' beberapa aturan dasar dalam dunia tenis sehingga bisa menciptakan lingkungan tontonan yang menarik dan bisa dinikmati oleh anak-anak zaman sekarang.
Salah satunya adalah dengan memperbolehkan penonton berteriak dan memberikan yel-yel ketika pertandingan tenis berlaku. Nah, inilah hal yang sebenarnya tidak bisa dilakukan dalam pertandingan tenis yang biasa dan cuma bisa dilakukan di tennis match-nya Vindes.
Dengan mendobrak hal tersebut, VINDES ngasih lihat kalau Tenis Indoor Senayan juga bisa kok diisi oleh ultras-ultras dan suporter yang ikut meriuhkan suasana. Tentunya dengan keseruan itu juga bikin experience menyaksikan olahraga jadi makin menyenangkan.
Kalau dalam pertandingan bola, kita mungkin tahu istilah supporter adalah pemain ke-13 di lapangan.
Eits, tapi balik lagi. Bukan artinya perkembangan zaman ini membenarkan semua hal diubah tanpa ada koridor tertentu. Menurut gue, hal-hal tersebut bisa dilakukan dan disesuaikan sebagaimana kebutuhan saja. Jadi, mungkin cara VINDES 'menghidupkan' kehadiran penonton tenis di acara TTS kemarin nggak bisa juga dilakukan ketika ajang ASIAN Games cabor tenis berlangsung.
Yang terpenting, kalau menurut gue sih acara olahraga kemarin itu mengajarkan kita kalau yang namanya rivalitas pertandingan itu nggak selalu kok berujung riuh. Esensi keberhasilan dan prestasi dari suatu olahraga nggak cuma kalah atau menang, tapi gimana lo bisa meng-encourage orang-orang supaya punya kecintaan dengan industri itu.
Nice Job, VINDES! (*/)
BACA JUGA: SOLEH SOLIHUN DI TIBA-TIBA TENIS: NGESELIN SIH TAPI MENGHIBUR