Lifestyle

BIAYA PESAN MAKANAN ONLINE MAKIN MAHAL, DINE-IN KEMBALI JADI PILIHAN?

Dulu, pesan makanan online jadi jalan ninja buat mereka yang mager dan pengen memanfaatkan promo harga murah. Sekarang, kudu mikir-mikir lagi karena ada biaya layanan, biaya tambahan buat restoran dan biaya-biaya lain. Mending dine-in aja nggak sih?

title

FROYONION.COM Mari kita flashback sebentar dan mengenang kembali masa-masa ketika GoFood, GrabFood dan ShopeeFood masih bakar duit. Ongkir Rp0 untuk lokasi pengantaran di bawah radius 2 kilometer, paket voucher murah bertebaran dan nyaris nggak ada biaya tambahan apa pun.  

Penulis masih ingat saat awal-awal menggunakan ShopeeFood. Seporsi nasi gyudon hanya Rp9.000 dan dua gelas es kopi kekinian bisa ditebus Rp11.000 saja. Bayangkan, saldo e-wallet sisa Rp10.000 aja udah bisa beli jajan! 

Sekarang, keadaannya sudah jauh berbeda. Pemesanan makanan online membebankan macam-macam biaya yang sebelumnya nggak ada. Mulai dari biaya layanan, biaya tambahan untuk restoran, biaya kemasan sampai biaya parkir. Alhasil, harga yang harus dibayar customer makin melambung tinggi. 

Bahkan potongan voucher sekalipun hanya meng-cover biaya-biaya tambahan dan sama sekali nggak mengurangi harga produknya. Nggak ada lagi ceritanya sepuluh ribu bisa dipakai buat jajan. Inilah yang kemudian menimbulkan pertanyaan: biaya-biaya ini sebenarnya buat apaan sih? Mending dine-in aja sekalian dong daripada beli online

BACA JUGA: SELAMAT TINGGAL TARIF MURAH OJEK ONLINE! 

Jika kalian perhatikan rincian biaya yang harus dibayar saat melakukan pemesanan, akan ada ikon kecil berbentuk tanda seru (!) atau tanda tanya (?) di sebelah biaya-biaya tambahan selain harga produk yang dipesan. 

Katanya sih biaya layanan. Hampir semua layanan pesan antar makanan mendeskripsikannya sebagai biaya untuk pengembangan aplikasi maupun teknologi agar mereka bisa memberikan pelayanan terbaik untuk para pelanggannya.

Besaran biaya layanan ini beragam, mulai dari beberapa ribu rupiah sampai belasan ribu. Kemudian ada lagi biaya tambahan untuk restoran atau biaya pemesanan. 

Nggak semua restoran menerapkan biaya ini, namun biasanya besarannya masih di bawah biaya layanan. Selanjutnya ada biaya kemasan yang digunakan untuk packaging makanan pesan antar dan biaya parkir untuk kendaraan driver ojol. 

Nggak semua merchant memberlakukan semua biaya tambahan di atas sekaligus, tapi biaya layanan pasti selalu ada. Jumlah yang lumayan besar ini otomatis bikin pelanggan mikir-mikir dulu sebelum pesan. Kalau dihitung-hitung, total dari seluruh biaya tambahan bisa lebih besar dari ongkos kirimnya! 

Akhirnya, pilihan untuk dine-in kembali dipertimbangkan. Apalagi semenjak status pandemi Corona telah resmi dicabut, nggak ada lagi larangan untuk berkumpul dalam jumlah banyak di luar ruangan. Restoran-restoran kembali ramai dan pemesanan makanan secara online perlahan bergeser menjadi makan di tempat. 

MARK-UP HARGA DEMI MENGHINDARI KERUGIAN 

Bukan rahasia lagi kalau perusahaan ojek online masih merugi secara korporasi. Demi mencetak laba, harga-harga makanan di restoran akan dinaikkan saat sudah masuk ke aplikasi ojek online. Dari selisih harga inilah pihak perusahaan akan mendapat keuntungan. 

Misalnya, seporsi sate padang dihargai Rp30.000. Di aplikasi ojek online, harganya menjadi Rp40.000. Katakanlah biaya ongkos kirim Rp10.000 dan ada biaya layanan sebesar Rp40.000.  

Dengan gambaran seperti di atas, jika ada yang membeli dua porsi sate padang, pihak penjual akan mendapat keuntungan Rp60.000, pihak driver akan mendapat Rp10.000 dan pihak ojek online akan mendapat Rp24.000, gabungan antara mark-up harga dan biaya layanan.  

BACA JUGA:

3 STRATEGI KREATIF MENGURANGI POLUSI IBU KOTA LEWAT OJEK ONLINE 

Layanan pesan antar makanan memang jadi yang paling menguntungkan pihak aplikator. Pasalnya, mereka bisa mendapatkan 20% - 30% dari harga makanan, 20% dari biaya ongkos kirim serta berapapun biaya layanan atau biaya lain-lain yang dibebankan pada pembeli.  

Namun dengan adanya mark-up harga serta biaya-biaya tambahan yang makin hari makin mahal, perusahaan sekelas GOTO saja masih dikabarkan mengalami kerugian. Pada kuartal pertama 2023, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk telah membukukan rugi bersih Rp3.86 triliun. Sementara rugi bersih sepanjang tahun 2022 tercatat sebesar Rp40.5 triliun. 

Bagaimana dengan Grab? Sedikit lebih baik dari GOTO, pada 2022 lalu kerugian mereka dilaporkan sebesar Rp27 triliun, lebih kecil 51% dibanding tahun sebelumnya.   

Kalau begini, adakah kemungkinan biaya layanan bukannya mengecil tapi malah membesar? Bisa jadi iya, apalagi melihat tren besaran biaya tambahan ini makin membengkak tiap waktunya. Tapi, bisa jadi juga tidak, karena kebijakan penetapan biaya ini akan sangat bergantung pada masing-masing pihak perusahaan ojek online. 

Pelanggan sebenarnya masih bisa memanfaatkan promo potongan harga ataupun paket hemat potongan ongkos kirim yang biasanya disediakan oleh pihak aplikasi. Memesan di tanggal-tanggal khusus seperti tanggal kembar, hari libur nasional atau hari gajian juga bisa jadi trik hemat, karena biasanya merchant akan memangkas harga pada waktu-waktu tersebut. 

Tapi, kalau dengan beragam voucher dan paket hemat tetap nggak memangkas harga seperti yang diharapkan, saatnya mengumpulkan niat untuk makan langsung di tempat. Sekalian cari angin! (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Wahyu Tri Utami

Sometimes I write, most of the time I read