Klaim Amerika Serikat terkait aplikasi PeduliLindungi yang melanggar HAM membuat pemerintah kita nggak tinggal diam. Mahfud MD, Puan Maharani, dan jubir Kemenkes juga menyuarakan pendapatnya terkait klaim ini.
FROYONION.COM - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat beberapa waktu yang lalu merilis laporan tahunan mereka yang berjudul “2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia” di laman web Kedutaan Besar dan Konsulat AS untuk Indonesia.
Dalam laporan itu, ada satu bagian tepatnya di bagian (F) yang membahas tentang ‘tindak sewenang-wenang’ terhadap privasi. Tertulis bahwa salah satu NGO (non-government organization) yang nggak disebutkan namanya menyampaikan kekhawatiran terhadap aplikasi pemerintah yaitu PeduliLindungi dalam mengumpulkan dan menggunakan data pribadi penduduk.
Memang, di dalam laporan itu, pihak AS nggak cuma menyoroti masalah privasi data penduduk dan PeduliLindungi aja, tetapi juga membahas tentang korupsi, isu LGBT, juga kebebasan berinternet.
Meskipun pernyataan yang dilontarkan oleh pihak AS terkait PeduliLindungi hanya ‘secuil’ aja, tapi pemerintah kita juga rupanya berupaya untuk menanggapi secara serius terhadap klaim ini.
Menko Polhukam, Mahfud MD beranggapan bahwa PeduliLindungi malah justru melindungi rakyat. Ia mengaitkan pengembangan aplikasi ini sebagai metode penanganan Covid-19 yang lebih baik dibandingkan Amerika Serikat.
Mahfud MD juga menyatakan bahwa aplikasi PeduliLindungi ini juga bergerak untuk melindungi ‘HAM komunal-sosial’, yaitu dalam rangka mencegah penyebaran virus omicron di masyarakat.
“Melindungi HAM itu bkn hanya HAM individual tetapi juga HAM komunal-sosial dan dalam konteks ini negara harus berperan aktif mengatur,” ujar Mahfud, dikutip dari Kompas.
BACA JUGA: HARI PRIVASI DATA: MOMENTUM BIAR LO LEBIH HATI-HATI SAMA KEAMANAN DATA PRIBADI
Nada positif serupa juga disuarakan oleh Juru Bicara Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi, yang mengatakan bahwa aplikasi ini udah melewati banyak penilaian dalam pendaftaran sistem elektronik oleh Kemkominfo.
“Kami mohon agar semua pihak berhenti memelintir seolah-olah laporan tersebut menyimpulkan adanya pelanggaran,” kata Nadia, dikutip dari Katadata.
Menurutnya, PeduliLindungi punya pengelolaan yang jelas dan tunduk kepada ketentuan perlindungan data pribadi. Juga, dalam pengembangannya, aplikasi ini mengacu pada joint statement oleh WHO dalam “Data Protection and Privacy in the Covid-19 response 2020”.
Pihaknya juga bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam menjaga keamanan sistem dari adanya kebocoran data dan serangan siber yang mungkin bisa terjadi.
Sejatinya, aplikasi ini dibuat untuk mengumpulkan data pasien Covid-19, data vaksinasi, sampai ke riwayat perjalanan seseorang terkait dengan pencegahan penyebaran virus itu. Kemudian data ini dipergunakan pemerintah untuk mengambil keputusan terkait penanganan pandemi di Indonesia.
Terlepas dari klaim oleh AS ini, sebagai masyarakat, kita memang perlu menuntut pembuktian dari pemerintah bahwa aplikasi PeduliLindungi memang aman untuk kita pergunakan dalam gadget kita dan yang terpenting nggak menyalahgunakan data itu untuk kepentingan di luar upaya penanganan pandemi.
"Kami berharap pemerintah bisa memberikan bukti konkret lewat metode yang paling mudah dipahami untuk memastikan layanan PeduliLindungi tidak melanggar privacy dan aman digunakan oleh masyarakat," ujar Ketua DPR RI, Puan Maharani, dikutip dari Sindo News.
Dengan adanya laporan AS terkait isu pelanggaran privasi ini, tentu membuat masyarakat kita jadi tambah khawatir. Tapi semoga pemerintah kita secepatnya bisa memberikan keterangan lebih lanjut tentang klaim AS ini.
Juga tentunya, pemerintah harus bisa membuat aplikasi PeduliLindungi jadi semakin ‘ramah’ untuk masyarakat. Karena sebelumnya, banyak keluhan terkait konsumsi batre yang cukup ‘rakus’ oleh aplikasi ini. Dikhawatirkan, aplikasi ini terus berjalan di background dan melakukan hal-hal yang nggak kita inginkan, meskipun aplikasinya udah kita force close sekalipun. (*/)
BACA JUGA: PEMBAJAKAN PRODUK DI TOKOPEDIA, BUKALAPAK, DAN MANGGA DUA DIEKSPOS OLEH PEMERINTAHAN AMERIKA SERIKAT