Lirik yang dipenuhi kecemasan diri dan aransemen orkestra yang sarat dengan nuansa Indonesia, lagu Wijayakusuma oleh Ardhito seakan mengingatkan kita pada warna suara dan musik khas mendiang Chrisye.
FROYONION.COM - Setelah menyelesaikan masa rehabilitasinya, Ardhito Pramono kembali terjun ke dunia musik Indonesia dengan merilis single terbaru berjudul ‘Wijayakusuma’. Lagu ini sekaligus jadi penanda comeback-nya Aksara Records, setelah pada tahun 2009 lalu label musik independen ini sempat berhenti beroperasi, Civs.
Lagu ini diproduseri Gusti Irwan Wibowo dan ditulis bersama Narpati ‘Oomleo’ Awangga. Nantinya, lagu ini akan menjadi salah satu materi utama dalam album Ardhito yang akan datang.
Penciptaan lagu ini dimulai ketika Ardhito menjadi saksi penggusuran kawasan asri di Canggu, Bali, demi villa yang akan dibangun oleh warga negara asing tahun 2021 lalu. Awalnya, doi berniat mengkritik peristiwa lewat lagu, tetapi sempat dikritik oleh Oomleo karena minimnya unsur dan nuansa Indonesia di lagunya.
Akhirnya, doi melakukan pendekatan baru dan menggeser perspektif idenya, maka lahirlah Wijayakusuma, tembang pop dua babak bernuansa Indonesia yang topiknya sarat dengan eksistensial diri.
Babak pertama pada lagu ini berisikan lirik yang seakan penuh dengan kecemasan dan pertanyaan tentang makna hidup. Diiringi alunan piano yang merdu dan sahut paduan suara, mengingatkan kita pada tembang-tembang mendiang Chrisye, terutama dengan vibes dari lagu berjudul ‘Sendiri’.
Tiada puja
Bangga pun tak jua
Larut tenggelam kala
senantiasa
Meneropong hingga
Tak berkaca
Di cermin yang ada
Enggan percaya bahwa
bayang nyata
Mustika
Karunia luhur bertakhta
Sedangkan pada babak kedua lagu Wijayakusuma, Ardhito mengaitkan makna hidup dengan alam semesta yang digambarkan oleh kekayaan alam maupun budaya Indonesia. Aransemen orkestra dan paduan suara jadi semakin megah oleh kehadiran komposisi gamelan dan nyanyian sinden Peni Candra Rini.
“Awalnya lagu ini tidak bisa gue rekam karena gue tidak tahu cara menyanyikannya,” jelas Ardhito mengenai kesulitan dalam membuat ‘Wijayakusuma’.
“Di-take pertama, Oomleo merasa gue tidak nyaman dan terengah-engah. Jadi yang sudah dalam versi lagunya, itu setelah melalui take ke-100 sekian,” tambahnya.
Kemudian, doi pun mengaplikasikan metode satu kali rekam, demi menuai esensi olah vokal yang maksimal dalam situasi terbatas, selayaknya periode rekaman menggunakan pita.
“Meski sudah banyak teknologi yang mendukung, metode yang gue gunakan masih bersemangat lawas. Meski sudah tersedia jasa orkestrasi yang lebih praktikal di Budapest, gue lebih memilih untuk merekamnya di Indonesia, dengan pemain-pemain dari Indonesia, dan beberapa alat rekamnya pun asli dari Indonesia,” ungkap Ardhito.
Konsep pop Indonesiana yang diusung Ardhito menjadi salah satu pemicu untuk Hanindito Sidharta, co-founder Aksara Records, membangkitkan kembali label rekaman itu.
“Dulu, Aksara Records berdiri karena kami ingin mendokumentasikan band-band Jakarta yang tidak berpatokan kepada musik pop atau rock yang ada di pasar pada saat itu. Seperti The Brandals, The Upstairs, The Adams, dan masih banyak lagi.” pungkas Hanindito.
Aksara Records juga bakal merilis album penuh terbaru Ardhito Pramono yang direncanakan terjadi pada pertengahan Juli ini. Selayaknya ‘Wijayakusuma’, warna musik Ardhito dalam album tersebut pun akan bernafas ala pop Indonesia lama. (*/)
BACA JUGA: CHERRYPOP FUN, TITIK BALIK FESTIVAL MUSIK DI YOGYAKARTA YANG SUPER PECAH