Masalah sampah plastik makin mengkhawatirkan. Seorang anak muda kreatif terpanggil berbuat sesuatu dan berdirilah startup Rappo. Bagaimana sepak terjang Rappo? Ikuti reportasenya berikut ini, Civs.
FROYONION.COM - Saat ini diperkirakan 60% sampah plastik laut berasal dari daerah perkotaan karena saluran air yang tercemar membawa polusi plastik ke laut. Hampir setengah dari semua produk plastik sebenarnya diproduksi setelah tahun 2000. Namun, lebih dari 75% dari semua plastik yang pernah diproduksi sudah menjadi sampah.
Memprediksi tingginya angka kepadatan penduduk terutama di daerah perkotaan hari ini dan beberapa dekade ke depan, maka kota-kota di tanah air juga mulai perlu mengadopsi solusi cerdas penanggulangan sampah yang mengurangi dampak akumulatif dari ini.
Rappo hadir sebagai salah satu solusi kreatif dalam upcycle sampah plastik menjadi produk kriya yang bernilai jual.
Ide ini berangkat dari keresahan Akmal, founder dari Rappo.id melihat beragam sampah plastik di sekitarnya, khususnya kantong plastik sekali pakai yang mencemari lingkungan.
Ia kemudian memilih bekerja sama dengan yayasan WWF Indonesia dalam program Plastic Smart City dan The Coordinating Body on The Seas of East Asia (COBSEA) oleh UNEP.
Kantong plastik yang ditakdirkan menjadi sampah akan diberi sebuah “kehidupan baru”. Plastik-plastik tersebut akan dipadatkan dengan metode press dan diberi panas pada tiap sisinya, hingga tiga lembar kantong plastik tersebut bertransformasi menjadi satu bahan produk tas yang tebal dan tidak mudah rusak.
Berbekal kreativitas anak muda, produk ini menerapkan sejumlah desain dengan memotong kantong plastik dalam berbagai bentuk.
Melalui program ini, Rappo.id memberikan pelatihan kepada 19 orang perempuan penerima manfaat. Mereka dilatih teknik menjahit aneka produk kerajinan tangan berbahan kantong plastik yang kemudian bisa dijual ke masyarakat.
Pelatihan yang berlangsung sekitar dua bulan ini berujung pada acara puncak berupa launching produk series Rappo terbaru, pameran, dan talkshow antarpegiat lingkungan dan para anak muda progresif di Makassar. Kegiatan puncak ini berlangsung dua hari, tepatnya 13-14 Agustus 2022, yang bertempat di Walking Drums Makassar.
Acara yang berlangsung selama dua hari ini terdiri atas dua bagian utama. Pertama, pameran foto dan produk perempuan penerima manfaat beserta narasi profilnya, yang bisa disaksikan sejak pukul 10:00 WITA dan rangkaian acara talkshow yang mulai pada sore harinya.
Selain menggelar talkshow yang menampilkan sejumlah pegiat lingkungan maupun birokrat Provinsi Sulawesi Selatan, beberapa pemuda pegiat lingkungan turut hadir seperti Indah Arifa Febriany selaku executive director Yayasan Celebes Kearifan Madani, Arez Parawansa, selaku program officer Rappo, Akmal Idrus selaku founder Rappo, serta dua orang influencers dan penyanyi, Nisa Anindya dan Viny Mamonto.
Berbicara perihal Gerakan Zero Waste di tengah kota yang penuh sampah dan masyarakatnya yang terbiasa nyampah, gerakan ini memang perlu usaha ekstra. Orang-orang sudah sangat terbiasa dengan menerima barang belanja mereka yang terbungkus dalam kantongan plastik. Diskusi yang hangat juga terjalin selama proses talkshow yang secara khusus mengundang peserta dari komunitas-komunitas pemuda dengan concern sama di Makassar.
Sebagai salah satu yang terlibat dalam pameran ini, saya banyak berbincang dengan para perempuan yang menerima pelatihan menjahit aneka produk tas dari kantong plastik. Dalam pemaparan mereka, saya merasa tergugah tentang bagaimana Rappo tidak hanya memberikan pemberdayaan dari keterampilan dan dukungan ekonomi, tetapi juga memfasilitasi banyak pembelajaran bagi para perempuan dari beragam latar belakang hingga usia ini.
“Kami diajari untuk meditasi, journaling, juga senam. Kalau meditasi kami sering saat kelas pagi sebelum mulai menjahit,” ungkap Hasmini, salah satu peserta.
Rappo menjembatani para perempuan Untia dengan beberapa perempuan inspiratif di luar sana untuk data ke sini dan berbagi cerita-cerita menarik. Tidak hanya itu, program ini juga memberikan manfaat ekonomi bagi rumah tangga.
“Saya senang sekali bisa ikut program pelatihan menjahitnya Rappo. Dulu saya sama sekali tidak tahu menjahit, tetapi sekarang sudah lumayan bisa, bahkan sudah bisa bikin tas sendiri. Saya juga senang karena di sini saya bisa bercengkerama dengan adik-adik yang jalankan project, bercerita dengan perempuan-perempuan lain,” terang Intan yang juga turut berpartisipasi dalam pelatihan tersebut.. (*/)