Creative

MERAWAT TRADISI SUNDA LEWAT PAGELARAN SENI ‘SUKABUMI 1980’ OLEH TITIMANGSA

Happy Salma selaku Produser Titimangsa akan menampilkan pagelaran seni “Sukabumi 1980” pada 8 Desember di Sukabumi. Pagelaran ini turut hadirkan berbagai disiplin seni di hadapan penonton.

title

FROYONION.COM - Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation akan menyelenggarakan sebuah pagelaran seni bertajuk Sukabumi 1980. Pada tahun 1980, Sukabumi memiliki segala macam budaya yang dapat dirangkum dan dirayakan.

Pagelaran seni Sukabumi 1980 akan mengangkat kebudayaan Sunda ini akan berlangsung di Selabintana Conference Resort, Sukabumi, Jawa Barat pada Jumat, 8 Desember mulai pukul 16.00 WIB.

Sukabumi adalah kota kecil yang berada di tanah Priangan Barat. Kota tersebut melahirkan berbagai bentuk seni dan budaya yang terawat sebagai penghormatan atas keagungan dan karunia alam semesta. 

Di sana terhampar kehidupan dengan alam kesejukan di mana kebun-kebun teh dan karet yang asri. Kini Sukabumi sudah memiliki peradaban yang maju dengan segala infrastruktur yang ada, serta dapat terhubung langsung dengan ibukota.

BACA JUGA: LEBIH DEKAT DENGAN JAKARTA MOVIN, KOMUNITAS SENI PERTUNJUKAN PEMUDA TERBESAR DI JAKARTA

Pagelaran Sukabumi 1980 menghadirkan seni tari, musik karawitan, dan sinden yang dipandu oleh Merwan Meryaman dan Jeni Aripin, serta dibawakan oleh seniman asli setempat dari Sanggar Seni Gapura Emas, dan Sanggar Gumintang. 

Sukabumi 1980 juga menyajikan penampilan khusus oleh Ariel Tatum, Dewi Gita, Donna Agnesia, Kiara Anjar Candrakirana, dan Happy Salma.

HAPPY SALMA SUKABUMI 1980
Happy Salma dan Ariel Tatum menari Jaipong dalam konferensi pers Sukabumi 1980 di Galeri Indonesia Kaya pada Jumat (1/12).

“Dalam beberapa tahun terakhir, saya semakin sadar bahwa saya memiliki minat yang tinggi dengan tradisi dan kebudayaan Indonesia yang sudah diwariskan secara turun temurun oleh para leluhur,” ucap Ariel Tatum, sebagai salah satu penampil dalam pementasan Sukabumi 1980.

Ariel mengatakan bahwa salah satu tradisi yang ia tekuni akhir-akhir ini adalah mempelajari tari tradisional. Kecintaan Ariel akan tari tradisional dimulai sejak 2 tahun lalu ketika ia mulai mempelajari tarian khas Solo dan Yogyakarta. 

“Di sini (Sukabumi 1980), saya berkesempatan membawakan Tarian Jaipong bernama Adumanis yang kental dengan kebudayaan Sunda. Semoga penampilan kami dapat menginspirasi masyarakat, terutama generasi muda untuk mempelajari ragam kebudayaan yang ada di Indonesia,” ucap Ariel.

SUKABUMI ERA 1980

Masyarakat Sukabumi terus merawat budayanya lewat sejumlah sanggar yang masih aktif hingga saat ini. Kehalusan budi yang terkandung pada nilai-nilai budaya yang terus dipelihara, terhimpun dalam kawih, pupuh, tari, bobodoran, ngibing dan ekspresi seni tradisional Sunda lainnya. 

Sukabumi di era 1980 adalah masa jayanya dengan segala budaya yang subur terpelihara. Peradaban masyarakatnya yang maju pada tahun tersebut tercerminkan dalam pola dan perilaku hidup berbangsa dan bernegara.  

Sukabumi 1980 dalam hal ini adalah sebuah rangkaian pagelaran seni tradisi yang berasal dari Sunda. Acara ini terbuka dan bisa dihadiri oleh siapa pun. Slot penonton pagelaran ini yaitu 350 penonton, dan sudah terisi lebih dari 200 penonton. 

Mengambil latar tempat di Sukabumi, pagelaran ini akan mengajak penonton untuk mengingat kembali suasana Sukabumi tahun 1980-an, ketika diselenggarakannya pentas seni rakyat di tengah-tengah masyarakat setempat. 

BACA JUGA: WIDAYAT, SEORANG MAESTRO YANG SEDANG BERJUANG UNTUK EKSISTENSI KETOPRAK RADIO DI YOGYAKARTA

“Sukabumi menjadi tempat yang memiliki ikatan emosional tersendiri bagi saya, karena kota tersebut menjadi kota di mana saya lahir dan tumbuh,” ujar Happy Salma selaku produser, penampil, sekaligus pendiri Titimangsa.  

Happy mengungkapkan bahwa di era 1980-an, Sukabumi menjadi salah satu kota di Jawa Barat yang akrab dengan kesenian dan kebudayaan Sunda seperti degung, pencak silat, dan tari Jaipong. 

Berbagai kesenian khas Sunda tersebut dapat ditemukan dalam berbagai kegiatan masyarakat, seperti di sekolah, upacara peresmian, dan hajatan. Setelah pindah dan tinggal di kota lain, Happy merasa rindu dengan kota Sukabumi yang menjadi akar dari kehidupannya. 

“Berangkat dari kerinduan tersebut, kami [Titimangsa] bersama Bakti Budaya Djarum Foundation berkolaborasi dalam menghadirkan kembali Pagelaran Seni Tradisi ‘Sukabumi 1980’. Semoga kegiatan ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat,” ujar Happy.

BACA JUGA: TRIBUTE TO RENDRA: RINDUNYA PERISTIWA KEBUDAYAAN DAN EKOSISTEM KESENIAN YANG SEHAT

Titimangsa  didirikan oleh Happy Salma bersama Yulia Evina Bhara pada Oktober 2007. Telah berproses selama 15 tahun, Titimangsa hadir sebagai wadah dalam upaya menghidupkan dan menggelorakan karya-karya sastra di tanah air. 

Hingga 2023, Titimangsa telah mementaskan 63 produksi yang sebagian besar merupakan alih wahana karya sastra ke bentuk lain. Pada 2023, Titimangsa mementaskan Sudamala: Dari Epilog Calonarang di Solo, pentas teater Ariyah: Dari Jembatan Ancol, dan yang terbaru adalah Sukabumi 1980

SUKABUMI BAGI PARA SENIMAN

Berdasarkan kesaksian dari para seniman yang menekuni tradisi dan kebudayaan Sunda, Sukabumi di era 1980-an sangat dekat dan dihargai oleh masyarakat. 

Pada era tersebut, banyak perguruan pencak silat yang kemudian dikreasikan menjadi tari Jaipongan yang populer. 

Namun, pada 2000-an penampilan ini mulai jarang dibawakan. Kebanyakan elemen tradisi semacam ini hanya digunakan sebatas memberikan kesan etnik. 

“Pagelaran seni Sukabumi 1980 ini tidak hanya tentang memperkenalkan sejarah pertunjukan kebudayaan Sunda pada 43 tahun yang lalu, tapi juga sebagai upaya untuk merawat dan menghidupkan kembali nilai-nilai budaya yang mungkin pernah terlupakan,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Terselenggaranya kegiatan Sukabumi 1980, menurut Renitasari membuktikan bahwa sebuah acara seni yang tidak harus berfokus di kota besar, tetapi dapat diwujudkan di mana pun.

“Dengan menyajikan acara yang memadukan tradisi dan inovasi, kami berharap acara Sukabumi 1980 menginspirasi masyarakat di daerah lain untuk melakukan hal serupa. Dengan demikian, komunitas seni termotivasi untuk terus berkarya melestarikan seni tradisi di tengah kehidupan modern dan semangat kecintaan akan budaya semakin menyebar di masyarakat,” tutup Renitasari. 

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Fadhil

Content writer Froyonion, suka pameran seni dan museum, sesekali naik gunung