Creative

KOLEKTIF ASMARA KACAU: WADAH MENGEMBANGKAN IDE DAN KERJA-KERJA KREATIF DI MAGELANG

Kolektif Asmara Kacau menjadi wadah bagi muda-mudi untuk mengembangkan berbagai ide dan kerja-kerja yang sifatnya kreatif, khususnya di Magelang. Adapun project yang telah mereka buat adalah dengan mengadakan gigs yang menampilkan 9 band lokal.

title

FROYONION.COM - Sebagai warga Magelang, Rafi Muiz (22) turut resah lantaran tempat kelahirannya ini kurang begitu masif dalam mengadakan berbagai macam hiburan. Bahkan ia menilai acara-acara di Magelang yang sifatnya kreatif masih terbilang sedikit, baik dari segmen olahraga, musik, dan lain sebagainya.

Atas dasar itulah Rafi dan beberapa rekannya membuat wadah yang diberi nama Kolektif Asmara Kacau. Wadah ini sebenarnya berangkat dari circle pertemanan sewaktu duduk di bangku SMA Negeri 1 Mertoyudan, Magelang. 

“Itu awalnya satu gang SMA aja. Tapi makin kesini akhirnya kita juga selektif. Nyari anak-anak yang serius buat bikin event,” katanya pada Minggu, (23/07).

BACA JUGA: CERITA AIS LUGU, ‘HANTU GIGS’ JOGJA YANG SUPPORT BAND-BAND LOKAL

The Kick di Asmara Kacau
Penampilan The Kick di Gigs Kolektif Asmara Kacau. (Foto: Dok. penulis)

Rafi mengatakan bahwa nama Kolektif Asmara Kacau baru ada kisaran akhir tahun 2022 atau awal tahun ini. Tapi yang jelas wadah ini dibuat untuk mencoba memberi ruang untuk orang-orang yang tertarik untuk mengembangkan ide dan kerja-kerja di dunia kreatif. 

Adapun project pertama yang telah mereka sukseskan adalah dengan membuat gigs yang diadakan di D’Bagong Village, Magelang pada Minggu, 23 Juli 2023 lalu.

Agenda ini turut dibantu oleh kawan-kawan yang berasal dari luar kolektif, seperti ada rekan-rekannya dari Jogja, AMIKOM Yogyakarta, dan UNTID Magelang. 

Lalu perihal tema yang menjadi tajuk dalam acara itu adalah We’re really really kacau Vol. 1. Dengan menampilkan 9 band lokal, antara lain LOR (YK), The Bunbury (YK), Loon (SLTG), Untitled Joy (YK), Noire (YK), Takabur (YK), Flovvess (MGL), dan Sierra in Space (MGL), The Kick (YK). 

The Kick menjadi gong penampil dalam acara tersebut. Band ini juga berhasil membuat para penonton untuk crowd surf, bernyanyi, dan berjoget ria dengan lagu-lagu mereka. Nomor-nomor andalan yang The Kick bawakan adalah “Raya”, “UFO”, “Liar”, dan “Tak Jelas”. 

MUSIK SEBAGAI TRIGGER DI MAGELANG

Menurut pengakuan Rafi, alasan Kolektif Asmara Kacau mengadakan gigs tersebut adalah upaya untuk men-trigger masyarakat, khususnya muda-mudi di kota Magelang. Dengan harapan pola kreatif bisa terbentuk dan tertular di kota itu. Terlebih lagi musik menjadi medium yang bisa diterima oleh semua pihak.  

Selain itu, ia dan kawan-kawannya melihat bahwa acara-acara kreatif, khususnya musik, kerapkali hanya diadakan di kota-kota tertentu, seperti halnya Jakarta, Bali, Yogyakarta, Solo, Bandung, Malang, dan kota-kota besar lainnya. Magelang menjadi daerah yang minim ada acara musik. 

“Magelang itu cukup jarang ada acara yang basisnya anak muda. Minim ada band luar daerah main di sini. Aku nggak tau karena nggak ada EO-nya atau gimana,” keluh Rafi. 

Dari situlah acara We’re Really Really Kacau Vol.1 ini adalah wujud konkret untuk membuat agenda musik yang diadakan di Magelang. Rafi pun menuturkan bahwa Kolektif Asmara Kacau dalam membuat acara ini berusaha untuk realistis. Mereka menyajikan acara (gigs) yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya. 

“Kita pengen bangun reputasi dulu. Tidak langsung tiba-tiba bikin acara gede. Publik pasti akan ragu-ragu karena kita belum memiliki rekam jejak yang bagus. Sekarang juga banyak kan acara musik yang gagal. Membuat penikmat musik akhirnya trust issue,” ujar Rafi. 

Reputasi memang menjadi hal yang penting dalam mengadakan suatu acara musik. Dan untuk mencapai titik itu salah satu jalannya adalah dengan membangun relasi. Hal inilah yang turut dilakukan oleh Kolektif Asmara Kacau. 

Mereka mengundang band-band yang kebanyakan berasal dari luar Magelang, khususnya Yogyakarta, tidak lain adalah ada tujuan untuk membangun relasi. Karena melalui band-band itu barangkali Kolektif Asmara Kacau akan turut diperkenalkan. 

Lalu perihal pemilihan band yang bisa dibilang lumayan banyak dalam acara ini, setidaknya ada 9 band lokal, Rafi mengatakan bahwa ini sebagai ajang uji coba dulu. Karena ini adalah project pertama mereka. Pun karena basic-nya adalah kolektif (non-profit), mereka tidak begitu khawatir untuk mengundang band-band tersebut. 

“Harga fee band untuk profit dan non-profit itu beda. Ternyata non-profit itu lebih murah makanya kita berani buat ngundang cukup band banyak,” ujarnya. 

BIKIN GIGS JANGAN HARAP UNTUNG 

Melalui agenda pertamanya ini, Kolektif Asmara Kacau bisa belajar banyak hal. Karena walau membuat gigs yang skalanya kecil dan sudah dikenakan tiket seharga Rp.25.000 (presale) dan Rp.35.000 (on the spot),  acara itu tentu tidak bisa lepas dari berbagai tantangan yang dihadapi. 

Tantangannya sendiri menurut Rafi bahwa untuk membuat gigs itu jangan berharap untung banyak. Balik modal saja sebenarnya sudah termasuk untung. Malah bisa tombok juga. 

“Terus tantangan lainnya kita melihat venue karena deket sama pemukiman warga sehingga jamnya agak di-press. Terus untuk rundown itu termasuk hal yang sakral,” imbuhnya. 

Walau berbagai tantangan itu tidak bisa dilepaskan, Rafi justru melihat agenda ini menjadi ajang untuk menciptakan pasar di dunia kreatif. “Kayak contohnya yang dari musik ini ada skill fotografer yang digunakan. Kemudian desain grafis yang mereka dimintai tolong buat mendesainkan merchandise yang akhirnya mereka dapet uang juga dari situ,” tambahnya. 

Dari situ pula dirinya menaruh harapan bahwa agenda ini masih terus berlanjut supaya acara di Magelang yang basisnya kreatif tidak mati. Bahkan ia bercita-cita Magelang juga memiliki festival musik. Supaya orang-orang di kota ini tidak lari ke kota-kota besar untuk menonton musik. 

Malah bila perlu orang luar kota yang ke Magelang supaya uangnya tidak hanya berputar di kota besar saja, melainkan Magelang juga kebagian. 

Rafi juga menambahkan bahwa Kolektif ini ke depannya bisa jadi tidak hanya menjamah segmen musik, di luar itu asalkan dimungkinkan akan mereka coba. “Nggak cuma musik juga yang kita pengenin. Hal lainnya kayak semisal olahraga kayak turnamen futsal tapi konsepnya beda daripada yang umumnya,” pungkasnya. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Khoirul Atfifudin

Masih berkuliah di Universitas Mercu Buana, Yogyakarta. Saat ini sedang memiliki ketertarikan pada dunia musik dan tulis-menulis.