
Merasa tua di jalan? Festival Menolak Tua di Jalan hadir bagi kalian yang kerap berjibaku kemacetan ibu kota, untuk menikmati kondisi ini dengan cara yang kreatif.
FROYONION.COM - Pernah mendengar ungkapan ‘tua di jalan’? Istilah yang menggambarkan kesengsaraan para pengguna jalan ketika menghadapi kemacetan dan hiruk pikuk kota. Ibaratnya, perjalanan lama itu seolah-olah membawa kita bisa menua di jalanan.
Pertanyaannya, bisa kah kita terhindar dari tua di jalan, atau justru kita harus benar-benar menikmatinya?
Menjawab itu, Menemukenali Project hadir dengan menyelenggarakan Festival Menolak #TuadiJalan yang berisi acara-acara menarik. Mulai dari Pulang Bareng, Hunting Foto, Sambat Bareng, Keliling Jakarta, Nonton Bareng, Diskusi Tua di Jalan, Mini Exhibition, dan Launching Guidebook yang berlangsung dari 12 - 15 Juli 2023.
Harits Kamaaluddin atau karib disapa Komo selaku Founder Menemukenali Project mengatakan bahwa acara ini digelar untuk menjawab keresahan penglaju di ibu kota dengan cara yang lebih kreatif dan asyik.
“Menemukenali Project hadir karena sebagai warga ibu kota, selalu merasa hal yang berat dan kompleks seperti kemacetan atau banjir. Dan kita pengen membawa isu kemacetan dengan hashtag #TuadiJalan. Kita nggak melulu ada kajian tentang kemacetan, tapi membawa isu ini lewat cara yang lebih kreatif,” kata Harits kepada Froyonion.com.
Dan khusus di acara puncak yakni Keliling Jakarta Tanpa #TuadiJalan, total ada kurang lebih 47 peserta terpilih yang diajak untuk berkelana menikmati sudut kota dan menyelami kembali makna ‘tua di jalan’ yang sesungguhnya.
Bagaimana keseruan acara Keliling Jakarta Tanpa #TuadiJalan? Simak laporan partisipatif kontributor Froyonion.com, Lukman Hakim di bawah ini.
BACA JUGA: 4 HAL YANG BIKIN LO MERASA BERSYUKUR BISA BEKERJA DI IBUKOTA
Sebelum melakukan perjalanan. Peserta mendapatkan sosialisasi mengenai integrasi tarif yang bisa diaktivasi melalui seluruh Kartu Uang Elektronik (KUE) yang diterbitkan oleh perbankan sebagai pembayaran moda transportasi umum di DKI Jakarta.
Singkatnya, metode ini adalah fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada peserta sebagai penumpang untuk bisa naik beberapa moda transportasi umum dalam satu perjalanan dengan biaya ongkos yang jauh lebih murah.
Misalnya, kalian sebagai penglaju sehari-hari ibu kota akan mendapatkan potongan tarif sebesar 50% yang secara otomatis akan terpasang sewaktu menggunakan moda transportasi yang dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta, seperti Transjakarta, MRT Jakarta, dan LRT Jakarta.
Jadi, integrasi tarif ini adalah penyelamat warga kota untuk dapat bepergian secara lebih mudah, murah, dan terjangkau. Cek laman ini untuk yang informasi lebih lengkap.
Perjalanan berlanjut! Destinasi pertama, peserta mengunjungi taman dan ruang publik. Di antaranya, Taman Ayodia/Barito, Taman Langsat, dan Taman Sambas Asri. Berjalan kaki secara beramai-ramai menambah keseruan peserta untuk menuju taman-taman cantik tersebut.
Tapi, apa hubungannya istilah ‘tua di jalan’ dengan mengunjungi taman? Bukan kah kedua hal itu berlawanan? Apalagi taman dikenal sebagai tempat yang sejuk dan tenang, berbeda dengan ungkapan ‘tua di jalan’ yang pantas di sematkan di jalanan padat ibu kota.
Jihan, Research and Development Ayo Ke Taman, ternyata memiliki jawaban terkait pertanyaan tersebut. Menurutnya, mengajak peserta datang ke taman, tak lain tak bukan adalah tempat terbaik untuk menua. Alih-alih menua bersama di jalanan.
“Kita itu biasanya memandang taman sebagai tempat rekreasi dan konservasi perkotaan. Jadi, lebih tepatnya taman itu tempat untuk kita menua bersama di taman. Dan taman itu saksi hidup kita di kota. Entah itu kita pernah ada momen unik di taman,” katanya kepada Froyonion.com.
Menggandeng komunitas Ayo Ke Taman, Menemukenali Project ingin peserta lebih mengenali taman dan ruang publik yang ada di Jakarta. Sekaligus, tempat ini menjadi sarana rekreasi saat jam pulang kantor sebelum berjibaku menghadapi kemacetan.
Selain berkunjung ke taman dan ruang publik. Kurang lengkap jika tidak merasakan naik moda transportasi umum. Meski, sudah menjadi rutinitas, ternyata masih ada sebagian peserta yang jarang naik moda angkutan ini. Untuk itu, peserta diajak naik Moda Raya Terpadu (MRT) dari Stasiun Blok A menuju Stasiun Blok M.
Pada kesempatan ini, peserta juga dapat mencoba langsung tarif terintegrasi melalui KUE yang sudah teraktivasi. Hal ini dirasa sangat penting mengingat mobilisasi peserta yang setiap harinya menaiki moda transportasi umum akan semakin dimudahkan dari dan menuju tempat kerja.
Menurut Komo selaku Founder Menemukenali Project, aktivitas menaiki transportasi umum ini sekaligus mengingatkan kepada peserta bahwa cara mudah untuk mengurangi kemacetan adalah naik transportasi umum, ketimbang pakai kendaraan pribadi.
“Sebenarnya orang itu bebas mau milih naik transportasi apa aja. Tapi, masalahnya kalo semua orang naik motor pribadi, mobil pribadi, ya jadinya macet begini kan. Kenapa disarankan naik transportasi umum karena nggak semua orang mampu beli motor atau mobil,” ungkapnya.
“Selain itu, transportasi umum ini kan affordable alias bisa dijangkau siapa aja. Jadi, kami yakin kalau nggak mau tua di jalan, ya naik transportasi umum,” imbuhnya.
Waktunya melepas dahaga dan mengisi perut lewat rekomendasi kuliner ala Menemukenali Project. Hari ini peserta diajak berkunjung dua lokasi kuliner yang telah ditetapkan. Mulai dari ngopi-ngopi di Sunyi Coffee, hingga santap siang di Kedai Rukun Yakarta.
“Hari ini kita ada dua tempat kuliner. Pertama yaitu Sunyi Coffee yang dekat dengan transportasi umum dan memberdayakan teman-teman tuli. Kedua, Kedai Rukun Yakarta yang makanannya enak, plus deket pula dengan Blok M Square dan transportasi publik,” ucap Komo.
Di urutan pertama, Sunyi Coffee adalah kedai kopi berkonsep unik yang didekasikan kepada teman-teman tuli di Indonesia. Hampir seluruh karyawan, baik itu barista, pelayan, sampai juru parkir merupakan teman tuli yang diberdayakan. Tak heran kalau kedai ini juga dikenal sebagai rumah kopi dan harapan.
Peserta mengunjungi outlet Sunyi Coffee Barito yang letaknya tak jauh dari Taman Ayodia/Barito dan Taman Langsat. Menunya cukup beragam. Mulai dari menu kopi, non kopi, makanan berat, hingga makanan ringan. Harga yang dibanderol juga terjangkau dari Rp18 ribu - Rp58 ribu.
Lapar? Waktunya santap siang di Kedai Rukun Yakarta! Eits, jaraknya juga tidak terlalu jauh dari Sunyi Coffee karena terletak di Pujasera Blok M Square. Jadi, peserta secara berbondong-bondong menuju kedai yang menyajikan menu masakan rumahan khas Yogyakarta ini.
Menunya terbilang lengkap dan mengenyangkan. Ada nasi brongkos, nasi mangut lele, nasi sayur ndeso dan ndog keriwil, nasi bakmoy ayam, nasi ayam goreng atau bakar, serta es susu tape yang jadi minuman primadona setelah seharian berkelana di jalanan ibu kota.
Harganya? Dijamin terjangkau untuk dompet kalian. Menu makanan dibanderol mulai dari Rp15 ribu - Rp20 ribu. Sedangkan menu minuman mulai dari Rp3 ribu - Rp16 ribu. Setelah kenyang, jangan lupa mengabadikan momen untuk berswafoto dengan latar belakang Kedai Rukun Yakarta yang eye catching.
Akhirnya, setelah puas jalan-jalan dan kulineran. Tiba waktunya peserta untuk saling berpamitan karena agenda Keliling Jakarta Tanpa Merasa #TuadiJalan tahun ini sudah usai. Selaku Founder Menemukenali Project, Komo punya harapan tersendiri.
“Kami berharap, isu-isu perkotaan, macet, banjir, dan lainnya menjadi bahasan tongkrongan yang lebih populer supaya kita jadi aware. Karena warga kota berhak tahu apa yang terjadi di kotanya. Sampai jumpa di Menemukenali Project berikutnya, entah itu kita pengin bahas iklim atau main ke kota lain. Bye!,” pungkasnya. (*/)
BACA JUGA: ‘NGIDER MAKAN DARI HALTE KE HALTE’: BUKU SAKTI BERISI REKOMENDASI KULINER ENAK DI JAKARTA