In Depth

WASPADAI PENANGANAN STRES YANG JUSTRU BERDAMPAK BURUK PADA KESEHATAN MENTAL

Banyak orang melakukan coping mechanism untuk menghadapi stres. Namun, ada beberapa cara penanganan yang justru membawa dampak buruk bagi kesehatan mental dalam jangka panjang.

title

FROYONION.COM - Stres kronis, sebuah perasaan tertekan dan kewalahan secara mental yang bertahan dalam jangka waktu lama, seolah telah menjadi makanan sehari-hari masyarakat modern sekarang ini.

Tiap hari kita digempur dengan berbagai tekanan dari sana-sini, seperti atasan yang tantrum dan sulit dimengerti, beban kerjaan yang menumpuk, hingga depresi ekonomi yang semakin nyata pasca-pandemi.

Sedangkan media sosial, alih-alih menjadi sebuah penghiburan yang menyenangkan, justru lebih banyak menambahkan ketegangan.

Berdasarkan laporan dari American Psychological Association, pada tahun 2022 disebutkan bahwa sekitar sepertiga orang dewasa di Amerika Serikat telah mengalami stres kronis tiap harinya.

Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data dari Kemenristek pada tahun yang sama disebutkan bahwa sekitar 55% masyarakat Indonesia mengalami stres.

Namun dengan porsi, sekitar 34,5% mengalami stres yang ringan. Sedangkan mereka yang mengalami stres berat hanya sekitar 0,8%.

BACA JUGA: MENGENAL WORKAHOLIC, KECANDUAN KERJA YANG MENGANCAM KESEHATAN MENTAL

Meski punya kebijakan dan perlindungan hukum yang lebih memadai ketimbang negara berkembang, masyarakat di negara maju seperti AS memang lebih berpotensi untuk mengalami stres berat.

Memanasnya isu rasial, inflasi menggila yang menyeret mereka dalam ketidakpastian finansial, hingga minimnya kepercayaan kepada pemerintah, menjadi sumber tekanan kronis yang mereka hadapi tiap hari.

Namun, diungkapkan juga oleh laman Psychology Today, ada hal lain yang bisa mengubah apa yang sebelumnya hanya sebuah stres ringan menjadi stres kronis.

Yakni, manajemen stres yang buruk. Mereka sering kali menganggap bahwa stres yang mereka rasakan “belum cukup buruk” dibandingkan stres yang dirasakan orang lain.

Para pengidap stres kronis tersebut sering kali menerapkan dua cara umum yang mereka yakini dapat mengikis stres. Namun dalam jangka panjang justru makin membawa dampak buruk bagi kesehatan mental kita.

Apa saja dua cara penanganan itu? Simak detailnya di bawah ini!

1. MENERAPKAN STRATEGI ‘TEFLON SKIN’

Banyak orang percaya bahwa “no grit, no grind, no greatness” atau yang lebih terkenal “no pain, no gain” menjadi mantra yang ampuh dalam mengatasi stres.

Ketimbang mengakui perasaan stres yang dialami, mereka lebih cenderung melakukan kompartementalisasi. 

Ini merupakan suatu jenis mekanisme pertahanan ketika seseorang secara mental memisahkan pikiran, emosi atau pengalaman yang saling bertentangan. 

Tujuannya demi menghindari perasaan tidak nyaman hingga kecemasan.

Mereka juga sering kali menggunakan penyangkalan hingga pengalihan, untuk memodifikasi keyakinan soal apa yang mereka rasakan sebenarnya (seperti stres), ketimbang mengakuinya.

Cara ini mirip dengan gagasan toxic positivity, yang membawa keyakinan bahwa mereka dapat keluar dari jebakan stres selama mereka mampu untuk mengambil hikmah dan terus berpikiran positif.

BACA JUGA: BENARKAH MEDIA SOSIAL BERDAMPAK BURUK TERHADAP KESEHATAN MENTAL?

Namun dengan menerapkan cara ini, hal tersebut sama saja dengan melapisi diri mereka dengan Teflon Skin

Sehingga, membuat diri kita punya toleransi terhadap “panas” (stres) yang lebih tinggi. Oleh karena itu butuh lebih banyak “panas” untuk bisa menembus dan merusak Teflon Skin tersebut.

Yang artinya, butuh waktu lama bagi mereka untuk menyadari bahwa sebetulnya mereka merasakan stres kronis. Dan mungkin ketika mereka sudah menyadarinya, ternyata mereka sudah terjebak kelewat dalam.

Strategi semacam ini memang akan memberi dampak positif ketika diterapkan. Namun seiring berjalannya waktu, ini justru menjelma sebagai bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak.

2. MEMAINKAN BLAME GAME

Saat mengelola stres, sudah seharusnya kita berfokus pada diri sendiri dan kesehatan mental kita sendiri. 

Namun tak jarang ada juga orang yang justru memainkan Blame Game sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri.

Mereka yang memainkannya, cenderung akan melakukan tindakan proyeksi, suatu kondisi ketika seseorang memproyeksikan pikiran, perasaan, atau perilakunya kepada orang lain.

Dikutip dari laman Charlie Health, proyeksi memungkinkan seseorang berpikiran bahwa segala masalah yang ada dalam dirinya, sebagai sesuatu yang berasal dari luar.

BACA JUGA: SELF-DIAGNOSIS LEWAT KONTEN TIKTOK NGGAK BIKIN MENTAL KAMU MEMBAIK

Sebagai contoh, ketimbang mengakui bahwa dia memiliki manajemen stres yang buruk, dia justru meyakini bahwa orang lain adalah sumber stresnya.

Selain itu, mereka yang menerapkan Blame Game juga punya kecenderungan untuk melakukan avoidance coping hingga menunjukkan perilaku pasif-agresif.

Mekanisme pertahanan semacam ini, tak hanya membawa dampak negatif bagi kesehatan mental. Namun juga bisa memperburuk hubungan mereka dengan orang lain.

Pendekatan ini bikin mereka kurang efektif dalam menjalani hidup, membuat mereka terjebak dalam hubungan interpersonal mereka hingga mandeknya pengembangan diri dan kreativitas mereka.

BISAKAH MENGATASI STRES KRONIS?

Stres kronis tidak dapat dibiarkan dan diabaikan. Meski dekat kaitannya dengan mental, nyatanya hal itu juga bisa berdampak pada kesehatan fisik.

Isu kesehatan yang bisa ditimbulkan oleh stres kronis dapat meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, tekanan darah tinggi, kegemukan, diabetes tipe 2 hingga penuaan dini.

Namun tak mudah untuk mengatasi stres kronis. Cara yang lebih sehat buat menanganinya memerlukan jalan tengah dan pendekatan yang lebih proaktif.

Ini bisa menjadi perjalanan panjang dan sulit. Mereka yang mengalaminya harus menentukan pertempuran mana yang harus dipilih dan dilepaskan? 

Juga harus menemukan situasi macam apa yang membutuhkan kesabaran? Dan di situasi seperti apa mereka harus percaya pada keyakinan diri? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Shofyan Kurniawan

Shofyan Kurniawan. Arek Suroboyo. Penggemar filmnya Quentin Tarantino. Bisa dihubungi di IG: @shofyankurniawan