In Depth

SUPAYA OSPEK NGGAK MELULU JADI AJANG BALAS DENDAM

Harus diakui, ospek di Indonesia udah jauh melenceng dari tujuan awalnya, yaitu memperkenalkan lingkungan kampus ke mahasiswa baru. Karena nyatanya, ospek di Indonesia justru dijadikan ajang balas dendam oleh para senior terhadap maba.

title

FROYONION.COM - Setiap kali memasuki masa penerimaan mahasiswa baru, kita pastinya akan disuguhi berbagai pemberitaan mengenai masa Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau disingkat dengan ospek. Jujur aja, gua pribadi merasa kalau ospek ini sebenarnya ga terlalu dibutuhin oleh para mahasiswa baru. Tapi, masih banyak senior kampus semester 14 yang masih menganggap ospek ini sangat penting. Well, selama ospek yang dijalani masih sesuai dengan defisini dan tujuan ospek itu sendiri gua pun setuju. Tapi sayangnya definisi dan tujuan ospek di Indonesia udah jauh berbeda. 

Kalau kita liat dari Wikipedia, ospek hakikatnya adalah kegiatan yang bertujuan untuk memberikan insight bagi para mahasiswa baru mengenai lingkungan kampus di mana mereka akan belajar. Namun, realitanya ospek seringkali dijadikan sarana para mahasiswa lama sebagai menunjukan senioritasnya dan bahkan menjadi ajang balas dendam. 

NGGAK MENEMPA MENTAL/ KEKOMPAKAN

Ketika diskursus ospek terjadi, para senior kampus yang mendukung ospek akan berargumen bahwa tindakan “keras” yang mereka lakukan bertujuan untuk membentuk melatih mental dan juga solidaritas para mahasiswa baru. Alasan klasik yang tujuannya ya buat pembenaran atas tindakan serampangan yang dilakukan. 

Nyatanya, buat gua ospek sebenarnya cuma akal-akalan para senior yang haus akan balas dendam karena sebelumnya dia mengalami siksaan dalam ospek yang mereka jalani. Dan argumen bahwa ospek hadir untuk melatih mental dan kesolidan angkatan para mahasiswa baru adalah salah satu kebohongan yang ada di dunia. 

Oke, asumsiin kalau emang nyatanya tindakan “keras” para mahasiswa senior ini sebagai bentuk melatih mental dan juga kesolidaritasan angkatan. Tapi, yang jadi pertanyaannya, mental apa yang akan terbentuk dengan cara ngomel-ngomel ga jelas, mencari-mencari kesalahan para mahasiswa baru, atau nyuruh anak orang push-up 100x? Atau, bentuk solidaritas apa yang bisa dihasilkan dari makan permen bergilir atau make aneka kostum nyeleneh sebagai dresscode ospek?

Buat gua, hal-hal di atas sama sekali ga membentuk mental yang kuat dan juga membentuk rasa solidaritas angkatan. Dan apakah kegiatan di atas tadi dapat memperkenalkan lingkungan kampus ke para mahasiswa baru? Ya jelas engga lah. Dan kalaupun ada mental yang terbentuk, buat gua bukan mental untuk menghormati atau menaruh respect ke senior mereka. Melainkan, mental penakut dan mental pendendam.

BALAS DENDAM 

Hal-hal lain yang gua ga suka dari ospek di Indonesia adalah, para mahasiswa lama yang menjadi panitia ospek memiliki pikiran bahwa para mahasiswa baru ini seakan-akan mengharapkan untuk diospek. Salah satu bentuknya sesimple kalimat “Kita in nyiapin ini dari malem dek.” Padahal, siapa juga yang ingin disambut dengan bentakan? Mahasiswa baru mana yang antusias dengan bentakan mahasiswa senior? Jangan menjadikan mahasiswa baru sebagai alasan atas dosa yang akan lu buat, ga keren. 

Selain itu, hal yang meyakinkan gua bahwa ospek adalah ajang balas dendam senior adalah dengan munculnya kalimat “Jaman kita lebih keras dek” atau “Yaelah baru segini udah ngeluh, dulu gua lebih susah.” Dua kalimat yang sering banget keluar tiap kali ospek berlangsung dan dari kalimat ini, menunjukan bahwa mereka ingin para juniornya merasakan hal yang sama ketika ospek di era mereka terjadi. 

Sejatinya, kalau lu merasa hal yang lu alamin di era sebelumnya sebagai hal yang salah dan kejam. Seharunya, lu berupaya untuk tidak melakukan hal yang sama kepada junior lu nanti.  Karena salah satu hal yang menjadi masalah dalam ospek di Indonesia adalah ospek ini sudah menjadi budaya di berbagai universitas. 

Jadi ga heran, kalau kita berbicara mengenai ospek, seringkali muncul nama-nama universitas yang dianggap memiliki budaya senioritas yang tinggi yang disebabkan oleh ospek yang mereka terapkan. Dan buat gua, ini adalah hal yang cukup fucked up. Karena ya, universitas tempat lu belajar, justru dikenal karena citranya yang buruk karena ospeknya. 

RUSAKNYA CITRA KAMPUS 

Esensi dari ospek pun akhirnya buat gua jadi hilang dan citra kampus pun justru rusak dari adanya ospek. Karena gini, kita sama-sama tahu bahwa tujuan besar dari ospek itu sendiri adalah pengenalan lingkungan kampus. Dan ironisnya, ketika ospek berlangsung seringkali bukannya memberikan image kampus menjadi baik, para senior yang haus akan balas dendam ini justru merusak image lingkungan kampus tersebut melalui kegiatan ospek yang isinya cuma ngomel-ngomel doang. 

Padahal citra kampus sangatlah penting buat mahasiswa baru, karena mungkin apa yang mereka searching sebelumnya belum tentu sama dengan realitanya. Terlebih, ketika awal masuk mereka justru diberikan gambaran-gambaran nyeleneh melalui tindakan senioritas di ospek yang mereka ikuti. 

YANG HARUS DIBENAHI 

Mirisnya ospek di Indonesia memang harus kita aamini. Tapi, bukan berarti ospek tidak dapat menjadi kegiatan yang positif dan berguna bagi mahasiswa baru nanti. Misalnya kegiatan ospek yang diberikan dapat berupa, seminar dengan para dosen mengenai mata kuliah tertentu, pengenalan komunitas, dan lain sebagainya.

Pun kegiatan fisik pun bisa diselenggarakan dalam bentuk games. Dari games ini pun bisa dijadikan sarana untuk bounding angkatan. Sehingga, mental yang terbentuk pun akan menjadi mental yang saling menghormati satu sama lain dan juga solidaritas angkatan pun bisa terjadi. 

Kemudian, jika kita melihat tren ospek di luar negeri. Ospek diselenggarakan sesuai dengan tujuan awalnya, yaitu memberikan insight bagi para mahasiswa baru mengenai lingkungan kampus. Misal di Amerika Serikat, di mana ospek dijadikan ruang diskusi antar mahasiswa baru. Di mana para mahasiswa baru ini akan dibagi menjadi beberapa kelompok yang nantinya akan berdiskusi mengenai isu-isu terkini yang erat dengan dunia kampus. 

Dari mata kuliah, gimana caranya ngatur keuangan, sampai pembahasan mengenai kekerasan seksual. Sehingga para mahasiswa baru ini dapat mengenal satu sama lain melalui momen diskusi ini. Mereka dapat saling mengenal satu sama lain melalui momen saling bertukar pikiran, bukan dari kesamaan penderitaan seperti yang dijalankan pada ospek di Indonesia

Kemudian, bagaimana para mahasiswa baru ini dapat melebur atau mengenal para seniornya? Masih dari Amerika Serikat, dalam masa orientasi perkuliahan di sana. Akan diadakan event olahraga seperti basket, rugby, ataupun baseball antara para mahasiswa baru dengan seniornya.

Dan event olahraga yang dilakukan pun bersifat fun dengan tujuan agar para mahasiswa baru ini dapat mengenal seniornya. Sehingga rasa respect pun bisa terlahir dari bonding antara mahasiswa baru dengan seniornya melalui event olahraga bersama. 

Pindah ke Jepang, di mana sebenarnya di Jepang sendiri kental akan budaya senioritas. Namun, senioritas di kampus Jepang dengan di Indonesia sangatlah berbeda. Di Jepang, tiap kali diadakan masa orientasi para senior ini justru menjadi “pelayan” para mahasiswa baru.

Di mana para senior ini akan selalu menjadi pendamping para mahasiswa baru selama mereka beradaptasi di lingkungan baru di mana mereka akan memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh para mahasiswa baru ini. 

Dengan hadirnya para senior di sisi para mahasiswa baru ini, akan timbul rasa hormat terhadap para senior. Karena para mahasiswa baru ini merasa diayomi dan juga dirangkul. Para senior kampus di Jepang hadir untuk membantu mereka beradaptasi, bukan malah menjadi sosok menakutkan yang disegani. 

Poin penting apabila ospek di Indonesia ingin menjadi sesuatu yang bermanfaat adalah kesadaran diri bahwa kita juga pernah di posisi sebagai mahasiswa baru. Di mana kita butuh informasi mengenai lingkungan yang harus kita adaptasi. 

Ospek sudah seharusnya memberikan informasi penting untuk para mahasiswa baru agar bisa nyaman dalam beradaptasi dengan lingkungan barunya. Bukan justru membuat para mahasiswa baru ini mengalami pengalaman traumatis. 

Dengan adanya format baru dalam ospek yang berjalan dengan fun citra kampus pun akan menjadi lebih baik, ketimbang memberikan gambaran mengenai kampus yang keras dan hal lainnya. Kalau kita pernah menjadi korban dari suatu hal yang ga benar, ya kita harus mencegah hal tersebut agar tidak terjadi di angkatan lain. 

Jangan biarin sesuatu yang salah menjadi budaya. Karena ya ga bakalan berhenti. Memang terdengar macam pahlawan di siang bolong. Tapi ya, lu bisa nyelametin para mahasiswa baru ini dari ospek-ospek kejam di luar nalar dengan tidak melanjutkan ospek yang cuma untuk memuaskan nafsu balas dendam. 

Jadi, nanti ketika lu punya kesempatan menjadi panitia ospek, buatlah ospek yang emang sesuai dengan tujuan dan esensinya. Memberikan pengenalan mengenai lingkungan kampus dan buatlah lingkungan kampus terlihat nyaman dengan memberikan ospek yang positif. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Radhytia Rizal Yusuf

Mahasiswa semester akhir yang hobi menonton anime dan memiliki ketertarikan dalam berbagai budaya populer seperti, anime, J-pop, K-Pop