In Depth

SETOP MEROMANTISASI DAN MEMBENCI ‘QUARTER LIFE CRISIS’

Istilah ‘quarter life crisis’ udah sering banget anak muda denger di berbagai media dengan sudut pandang yang menyudutkan. Tapi apakah ‘quarter life crisis’ itu fase yang 100% nggak nyaman dan nggak ada gunanya? Nggak juga. Begini penjelasannya.

title

FROYONION.COM - Kalau kita konsumsi berita-berita di media yang audiensnya anak muda sekarang ini, kita sering temui terminologi “quarter life crisis”. Krisis ini maksudnya adalah periode hidup antara usia 18-30an (remaja hingga dewasa muda) yang mengalami kebingungan soal masa depan terutama kaitannya dengan kehidupan sosial, percintaan, pekerjaan, dan hal-hal yang relevan dengan itu.

Ciri-ciri seseorang (biasanya di usia 20-an) sedang berada di dalam periode krisis seperempat abad ini di antaranya adalah perasaan bahwa ada yang salah dalam arah hidupnya serta perasaan bahwa dirinya masih belum sepenuhnya dewasa meski usia kronologisnya sudah bisa dikatakan dewasa.

NGGAK CUMA ANAK MUDA

Selama ini anak muda merasa bahwa merekalah kelompok usia yang sendirian menghadapi krisis dalam hidup Seolah kalau udah dewasa dan di usia yang ‘mapan’ dan ‘matang’, krisis nggak bakalan menghampiri lagi.. Padahal nggak juga. Krisis bisa dialami siapa saja, umur berapa aja.

Dalam sebuah penelitian, tim peneliti mensurvei lebih dari 900 orang dengan usia 20-an ke atas (425 cowok dan 538 cewek) untuk mengetahui melalui kuesioner yang didesain untuk mengukur keingintahuan mereka terhadap diri sendiri, orang lain, dan dunia yang sangat luas ini. 

Dipublikasikan tahun 2016, temuan studi ilmiah ini dihasilkan oleh Dr Oliver Robinson dan James Demetre dari University of Greenwich dan Jordan Litman of the Institute for Human & Machine Cognition, Florida.

Selain diukur keingintahuannya, mereka juga ditanya mengenai perasaan mereka terhadap beberapa pernyataan yang diberikan, misalnya apakah mereka sedang mengalami periode perubahan yang membingungkan selama setahun belakangan dan merasa kewalahan untuk mengatasi semua masalah hidup yang ada.

Hasilnya adalah secara umum mereka yang berada di rentang usia paruh baya (40-60 tahun) lebih berpeluang mengatakan mereka berada dalam krisis (24%) dibandingkan mereka yang berusia 30 tahun ke bawah (22%) dan lansia (14%).

Dari hasil ini, kita tahu bahwa memang anak muda mengalami krisis tapi mereka bukan satu-satunya kelompok usia yang mengalami krisis dalam hidup.

BACA JUGA: “COWOK-COWOK WAJIB TAU: PENTINGNYA MENJAGA KESEHATAN MENTAL BUAT ANAK MUDA

KEINGINTAHUAN NAIK

Tapi meski ‘dimusuhi’ dan diromantisasi oleh banyak anak muda, krisis seperempat abad ini ada manfaatnya juga kok buat perkembangan diri lo, Civs. Masih dari  studi yang sama, ditemukan bahwa mereka yang mengalami krisis (baik yang seperempat abad atau nggak) mengalami peningkatan keingintahuan dalam hidup.

Mereka mengatakan bahwa memang normal kok buat anak muda untuk merasakan adanya dorongan mengetahui jatidiri mereka dan bagaimana posisi mereka di dunia yang dinamis ini. 

Masih dari hasil penelitian yang sama, orang-orang yang mengatakan sedang mengalami krisis kehidupan tanpa memandang apakah mereka masih 20-an, atau sudah paruh baya atau usia senja sekalipun mengatakan mereka menyadari mereka mengalami peningkatan rasa keingintahuan mengenai diri mereka dan dunia sekelilingnya daripada mereka yang merasa hidup mereka udah mapan dan nggak berada dalam fase krisis.

Peneliti mengatakan meski krisis bisa membawa stres dan ketidakpastian dalam hidup kita, krisis juga membuat kita menjadi lebih terbuka terhadap kedatangan ide-ide dan rangsangan baru yang bisa mengantarkan pada berbagai pemikiran dan solusi kreatif, yang pada gilirannya bisa membawa kita ke kualitas diri yang lebih baik. Jika kita bisa mengatasi ini dengan pengetahuan yang memadai, kita bisa mengatasi krisis dalam periode usia manapun dengan lebih baik.

BACA YANG NGGAK KALAH SERU: “KENAPA ANAK MUDA JANGAN SAMPAI BUTA DAN CUEK SAMA POLITIK?

CARA ATASI KRISIS

Disarikan dari psychologytoday.com, kita bisa mengatasi krisis hidup (baik yang datang saat seperempat abad, paruh baya atau senja) dengan beberapa kiat berikut ini.

1. Ambil jalan yang berbeda: Sering anak muda ngerasa bingung tapi nggak mau dan ngerasa takut banget buat keluar dari jalur yang mereka jalani sekarang. Jalur ini bisa berupa rencana ortu soal masa depan kita, harapan mereka tentang kita, ketakutan dengan ketidakpastian di masa datang, dan sebagainya. Normal kok ngerasa nggak tau jalan hidup lo di usia muda, karena cuma sedikit banget manusia yang secara naluriah tau betul apa yang mereka inginkan dalam hidup. Dan kalau belum tau pun nggak masalah karena kita belum terlambat untuk menemukan jawabannya seiring perjalanan hidup. Ingat bahwa otak kita sangat adaptif sehingga ia terus belajar dan menyesuaikan diri tiap hari dengan tantangan  baru. 

2. Nggak usah panik/ reaktif: Banyak anak muda yang alami krisis lalu berpikir hidup mereka bakalan nggak jelas selamanya sampai tua. Kenyataannya,  makin cemas, makin bingung kita dalam melangkah. Ini bisa kita liat pada anak-anak muda yang terombang-ambing dengan traveling ke mana-mana tanpa tujuan yang jelas (selain buat isi feed Instagram)  atau sok sibuk ikut banyak kegiatan ini itu tapi jika ditanya alasannya kenapa ya nggak tahu juga. Mereka pikir dengan sibuk, mereka bakal meraih sesuatu atau merasa produktif tapi kalo belum tahu tujuannya juga malah percuma. Sebaiknya jika merasa dalam krisis, kita berpikir tenang sehingga pikiran lebih jernih dalam mengambil tindakan dan menyusun rencana selanjutnya.

3. Tentukan acuan/ patokan hidup: Anak muda yang nggak punya patokan dalam hidup mereka bakal lebih mudah terseret ke mana-mana. Ibarat nelayan berlayar tapi nggak tau mata angin, nggak bisa pake rasi bintang sebagai panduan atau pake kompas buat memandu mereka ke pantai, anak muda yang nggak punya standar dalam hidup mereka bakal terus capek membandingkan diri dengan hidup orang lain. Karena itu, ketahuilah apa yang lo cintai, bidang apa yang lo kuasai, dan apakah yang dunia ini butuhkan yang bisa lo berikan. Tulis semua jawabannya di dinding kamar lo dan jadikan itu panduan dalam membuat rencana hidup.

4. Buat rencana: Susun rencana hidup lo ke depan di atas kertas. Isinya ke mana lo bakal eksplor hidup ini, apa aja yang menginspirasi lo, jatidiri lo yang sebenernya, dan apa yang lo cintai dengan tulus. Nggak perlu terlalu rinci tapi cukup buat jadi panduan. Di tengah perjalanan, lo bisa evaluasi lagi untuk nemuin apakah rencana itu masih bisa dijalankan atau nggak atau perlu dimodifikasi (karena sering hidup nggak sesuai rencana) dan temuin sabotase yang kita lakuin sendiri pada eksekusi rencana itu. Sabotase ini bisa jadi sikap dan pemikiran kita yang justru menjauhkan kita dari jalan yang sudah kita tetapkan tadi.

5. Berhenti beralasan: Mudah sekali untuk menyalahkan keadaan eksternal atau kondisi internal kita tapi daripada sibuk mencari kesalahan, alihkan energi lo buat membangun percakapan yang konstruktif dengan diri lo. Apa yang kerap kita pikirkan dan bicarakan dengan diri sendiri menurut neuroscience bakal berkontribusi pada hasilnya nanti. Bisa dikatakan inilah “positive thinking” yang nggak toksik tapi konstruktif buat perkembangan diri lo.

Inget bahwa krisis ini bukan fase yang lo mesti sikapi dengan overthinking sampe insomnia dan nggak doyan makan tiap hari. Tapi lo perlu hadapi dengan sebaik mungkin dengan strategi dan tindakan nyata. Karena begitu lo ngelakuin sesuatu yang bisa mendekatkan lo ke arah hidup yang lo mau, otomatis kecemasan dan kebingungan atas krisis ini bakal ilang secara bertahap. Selamat mencoba! (*/)

BACA JUGA: “ANAK MUDA PERLU TAHU: KAYAK GIMANA SIH GAJI DAN PELUANG BEKERJA DI SEKTOR EKONOMI KREATIF?

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Akhlis

Editor in-chief website yang lagi lo baca