Generasi muda zaman now makin melek soal isu lingkungan. Namun, seberapa penting sih mempelajari transisi energi demi mencapai itu? Baca selengkapnya di sini.
FROYONION.COM - Pernahkah kalian berpikir di balik cuaca yang semakin ekstrem, polusi udara yang terjadi di mana-mana, dan dampak dari pemanasan global yang kian memanas, pada akhirnya membutuhkan jawaban atas permasalahan iklim tersebut?
Satu jawaban yang tepat adalah melalui transisi energi, alias beralih dari sumber energi yang tak terbarukan seperti batubara, gas alam, dan minyak bumi, menuju sumber energi baru terbarukan yang sumbernya berasal dari energi surya, air, udara, dan bio energi.
Pembelajaran mengenai transisi energi begitu penting. Namun, persoalannya tidak semua dari kita memahami apa itu transisi energi beserta bahasan-bahasan detail di dalamnya. Belum lagi, topik transisi energi masih menjadi sesuatu yang asing di telinga masyarakat.
Tapi, kalian tak perlu khawatir karena Indonesia memiliki lembaga yang juga fokus untuk memberikan edukasi mengenai transisi energi bagi masyarakat luas. Ialah Institute for Essential Services Reform (IESR) yang beberapa lalu meluncurkan online learning platform bernama Akademi Transisi Energi, Jumat (23/6/2023).
Terlebih, meningkatnya suhu global mencapai 1,1°C atau lebih tinggi dalam sepuluh tahun terakhir (2011-2020) yang diakibatkan oleh peningkatan emisi karbon dari pemrosesan melalui energi berbahan bakar fosil yaitu batubara, menjadi faktor pentingnya mempelajari transisi energi.
BACA JUGA: MENJAJAL PLATFORM EDUKASI KEKINIAN TENTANG TRANSISI ENERGI DAN PERUBAHAN IKLIM DARI IESR
Transisi energi merupakan suatu upaya untuk melakukan perubahan suplai energi dari yang sebelumnya bergantung pada sumber energi batubara ke energi yang lebih bersih. Melansir situs resmi IESR, pemerintah Indonesia semakin mendorong untuk menuju negara yang mandiri dalam ketahanan energi.
Beberapa manfaat transisi energi yang kedepannya akan diterapkan secara penuh di Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut.
Tahukah kalian bahwa transisi energi dapat mengatasi perubahan iklim. Hal ini terjadi karena masyarakat sudah mulai beralih menuju sumber energi baru terbarukan seperti energi surya, air, angin, dan bio energi yang turut memberikan dampak positif bagi kelangsungan hidup di masa depan.
2. Meningkatkan kualitas udara
Selanjutnya, adanya transisi energi dapat menanggulangi polusi udara. Seperti halnya yang marak terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, kualitas udara yang bersih menjadi krisis. Untuk itu, dengan adanya transisi energi akan menjaga kualitas udara yang lebih bersih dan sehat.
3. Keselamatan energi lebih terjamin
Mengapa demikian? Umumnya, penggunaan sumber energi baru terbarukan memiliki risiko kecelakaan yang lebih kecil dibandingkan produksi sumber energi fosil. Terutama dampak yang ditimbulkan baik itu bagi pekerja dan lingkungan sekitar. Jadi, hasilnya pun lebih efisien dan aman.
4. Pertumbuhan ekonomi yang merata
Transisi energi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata, karena akan mengurangi beban pengeluaran negara terhadap ketergantungan impor sumber energi. Tentunya, transisi energi dapat membuka peluang lapangan pekerjaan hijau baru yang lebih luas dan menjanjikan.
5. Menghemat biaya operasional energi
Biaya operasional energi baru terbarukan akan jauh lebih hemat dan efisien. Bayangkan sebelum adanya transisi energi, negara cenderung membutuhkan biaya besar dalam memproduksi sumber energi fosil. Selain itu, perusahaan yang terlibat dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan profitabilitas.
Selain penjelasan mengenai pentingnya transisi energi. Topik soal bahan bakar batubara sebagai penyumbang energi fosil menjadi hal yang tak lepas untuk dibicarakan. Alasannya karena batubara menyumbang emisi yang lebih tinggi.
Seperti yang dikatakan Peneliti Senior IESR, Dr. Raditya Wiranegara kepada Froyonion.com bahwa emisi yang dihasilkan PLTU berbahan bakar batubara dalam produksi energi fosil terbagi menjadi dua, yaitu emisi lokal dan emisi global.
“Yang tidak kita sadari adalah emisi PLTU dapat memengaruh secara lokal dan global. Emisi lokal itu seperti SO2, NO2, abu hasil dari pembekaran batubara. Mungkin nggak memengaruhi PLTU yang berasal dari Banten dengan orang yang ada di Jawa Timur. Tapi orang yang di sekitar Banten dan DKI Jakarta akan terkena dampaknya akibat pergerakan angin. Sedangkan emisi global dapat memenuhi lapisan atmosfer yaitu gas CO2,” kata Dr. Raditya Wiranegara.
Lebih lanjut, menurutnya, saat ini telah ada laporan yang menunjukkan bahwa kualitas udara di Indonesia dipengaruhi oleh pergerakan polutan yang dihasilkan oleh PLTU batubara yang ironisnya masih eksis di penjuru negeri.
“Sudah ada studi IESR bersama sektor yang fokus meneliti riset kualitas udara itu juga terlihat pergerakan polutan yang mengikuti pola arah pergerakan angin di setiap musimnya. Mungkin itu hal-hal yang belum disadari. Dan dalam radius tertentu juga cukup terdampak oleh polutan yang diproduksi PLTU batubara,” timpalnya.
Untuk itu, selain mempelajari transisi energi, aksi kita sebagai generasi muda dalam mengambil langkah untuk menghentikan produksi energi batubara menjadi energi baru terbarukan yakni mendukung transisi energi di Indonesia dan menjaga iklim lingkungan yang lebih bersih.
Langkahnya adalah meningkatkan kesadaran atau raise awareness bahwa tidak selamanya kita bergantung kepada pembangkit listrik energi fosil seperti batubara, melainkan beralih ke energi yang lebih bersih dan menghasilkan risiko yang lebih kecil. Selanjutnya, secara perlahan mendorong pemerintah untuk melakukan transisi energi.
“Kedepannya kita nggak bisa selamanya bergantung pada pembangkit listrik yang berdampak buruk terhadap kita. Jadi, anak muda sudah sadar bahwa ini saatnya mendorong pemerintah untuk melakukan transisi energi, atau yang terkecil seperti kampanye untuk menghentikan proyek proyek PLTU batubara,” ucapnya.
Apa yang disampaikan Dr. Raditya Wiranegara juga selaras dengan berita mengenai beberapa PLTU batubara yang rencananya akan tumbuh subur di Indonesia. Tentu, demi terwujudnya transisi energi, hal demikian diharapkan dapat dibatalkan secara baik-baik.
“Karena ada sekitar 13,8 persen PLTU yang akan dibangun dan dampaknya sudah nyata dari kerusakan yang ditimbulkan oleh PLTU ini. Jadi, secara pelan-pelan kita mendorong pembatalan proyek PLTU tersebut,” imbuhnya.
Upaya membatalkan PLTU batubara tidak serta merta dilakukan secara demonstrasi besar-besaran, Dr. Raditya Wiranegara mengajak anak muda untuk mencontoh kampanye transisi energi yang dilakukan oleh komunitas KPOP 4 PLANET yang juga turut mendukung transisi energi.
“Mungkin inspirasinya bisa dari kampanye yang dilakukan KPOP 4 PLANET yang mendorong Hyundai untuk menghentikan kontrak dengan salah satu perusahaan energi dalam mendirikan PLTU batubara berkapasitas 1,3 GW di pulau Kalimantan,” pungkas Dr. Raditya Wiranegara.
Terakhir, catatan bagi kita selaku generasi muda dalam penitngnya transisi energi adalah konsep completely green alias seluruh proses dalam penerapan pembangkit listrik dengan EBT yang benar-benar bersih, dan minim risiko bagi kelangsungan hidup manusia dan lingkungan.
Bagaimana, sudah siap untuk mendukung kemajuan transisi energi di bumi tercinta? (*/)