Membaca buku itu butuh tidak mudah dan butuh pembiasaan karena tidak semua orang melakukannya. Namun, ironi datang ketika sesama pembaca buku ada yang merasa lebih tinggi kastanya karena membaca buku nonfiksi. Mulai meremehkan pembaca fiksi, dan di sinilah book shaming dimulai.
FROYONION.COM - Membaca itu kata yang tidak asing ya pastinya. Eitsss.. tapi yang gue maksud itu membaca buku ya. Membaca buku itu yang menjadi suatu aktivitas eksklusif buat kita. Karena tidak banyak yang memiliki kebiasaan membaca buku. Buku pun sebenarnya ada beragam macamnya. Mulai buku-buku non fiksi hingga buku-buku fiksi atau lebih akrabnya dikenal dengan novel.
Tapi di sini gue menemukan ironi. Sebab antara sesama pembaca buku itu ada yang merasa kastanya lebih tinggi saat yang dibaca adalah buku nonfiksi. Pada kenyataannya sering sekali para pembaca fiksi ini diremehkan oleh para pembaca nonfiksi. Menurut si pengabdi non fiksi, baca fiksi itu unfaedah, bikin halu dan tidak berbobot. Gue jadi mikir deh Civs, memangnya para pengabdi non fiksi itu udah merasa jadi kaum tercerahkan ya?
Istilah meremehkan bacaan ini biasanya disebut book shaming. Bacaan yang paling lekat dan sering menjadi sasaran book shaming ini ya bacaan fiksi. Gue kasih tahu nih Civs, sebagai pembaca yang aktif khususnya pada jajaran bacaan fiksi membuat gue sering dipandang sebelah mata. Coba pikir kalau lo adalah gue, sedang senang-senangnya berbagi bacaan di media sosial tapi waktu ketemu direspon, “Nahhh lo baca novel? Novelnya si penulis itu yang lo baca?” sambil sudut bibirnya tertarik ke atas. Senyum sihh, tapi meremehkan.
Dulu gue begitu peduli dengan anggapan orang lain. Sampai pernah di fase takut berbagi bacaan ke media sosial gue karena takut diremehkan. Lantas apa yang bisa membuat gue menuliskan ini? Gue akan dengan lantang menjawab karena adanya “kekuatan dari keterdesakan.” Gue sudah sampai di titik ketidakpedulian akan ocehan manusia-manusia lain. Mau mereka ngasih label gue apapun atau bahkan merendahkan selera bacaan gue, bodo amat!
Baca fiksi itu banyak manfaatnya asal lo tahu. Lo tetap bisa mengembangkan diri lo kok kalau lo baca fiksi. Inget ga lo sama istilah “don’t judge a book by its cover,” nah istilah ni memang harus benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata. Biar kami para pengabdi fiksi, ga merasa tersisihkan dari peradaban dunia buku. Biar lo yang masih meremehkan para pembaca fiksi menyadari kalau membaca fiksi itu juga berfaedah, tetap bisa menjadi medium mengembangkan diri dan ga melulu buat halu.
1. Bisa jadi wadah latihan mengeksplorasi dan mengekspresikan emosi
Bacaan fiksi itu disajikan dalam bentuk storytelling. Di situ ada kisah yang dibangun dengan berbagai macam karakter. Ada kisah berarti ada masalah yang butuh diselesaikan. Ketika ada masalah yang harus diselesaikan, emosi para karakter di buku fiksi akan dieksplor. Lo sebagai pembaca fiksi akan diajak untuk bersama-sama menyelami cerita, ikut merasakan emosi karakternya. Selain itu lo juga diajak mengeksplorasi pemikiran karakternya. Ketika karakter lo sedih bisa jadi lo ikutan merasa sedih dan ketika karakter di buku fiksi yang lo baca lagi jatuh cinta, lo turut merasakan rasa berdebar-debarnya. Gue bisa yakinkan emosi manusia yang beragam itu bakal dilatih buat dieskpresikan selama lo eksplor bacaan fiksi lo.
2. Berlatih berpikir runut dan berimajinasi
Kata siapa imajinasi itu gampang dilakukan. Imajinasi itu butuh latihan dan proses, melalui medium membaca fiksi, lo akan dilatih buat mengembangkan imajinasi lo dari apa yang lo baca. Membaca fiksi yang bisa menghayati itu prosesnya panjang. Butuh kesabaran, proses berpikir yang runut dan latihan. Kemudian ketika lo udah ada di fase bisa membayangkan para tokoh, adegannya dan suasananya dalam imajinasi lo. Gue yakin lo pasti akan lebih menghayati dan menikmati apa yang lo baca. Lo akan merasa seperti menonton film tapi versi yang lebih eksklusif karena hanya ada dalam kepala lo.
3. Menemukan pesan dalam buku fiksi
Ketika lo baca buku fiksi yang jelas lo akan dihadapkan dengan permasalahan orang lain dan dalam hal ini adalah para karakter dalam novel fiksi. Lo bakal mengikuti kisah mereka dan menemukan juga menebak bagaimana penyelesaian dari kisahnya. Bagian ini menurut gue paling buat page turner. Sebenernya maunya apa sih yang pengin disampaikan si penulis ini, pertanyaan ini bergema. Sebagai pembaca fiksi diharuskan bersabar sampai lo bakal tahu bagimana akhirnya. Apakah happy atau sad atau cliffhanger, hahaha. Lo akhirnya bisa mengerti pesan apa yang ingin disampaikan penulis setelah lo mengikuti jalan ceritanya. Prosesnya kan ga instan dan lo perlu fokus juga. Jadi setelah lo selesai baca buku fiksinya, lo akan menyadari kalau membaca fiksi itu seni yang perlu latihan panjang.
4. Menjelajah berbagai macam tempat
Nah ini juga salah satu manfaat yang sangat gue nikmati ketika membaca buku fiksi. Kadang si tokoh jalan ke Monako. Kadang juga jalan ke Belanda. Ada kerjaan di Norwegia, terus balik ke Jakarta. Tiba-tiba diminta buat hadir rapat di Bali. Menarik dan kompleks. Para tokohnya jalan-jalan ya kita sebagai pembaca juga ikutan jalan-jalan. Pastinya banyak negara dan tempat yang belum kita kunjungi, tapi melalui membaca fiksi kita jadi tahu apa saja yang ada di sana. Makanan dan minumannya. Rekomendasi tempat liburannya, budayanya seperti apa, dan lo bisa dapetin itu semua dari baca fiksi.
Kalau kata Eka Kurniawan, seorang penulis buku dalam cuitannya di Twitter mengatakan: “Baca fiksi itu ga gampang. Banyak yang ga tahan, tak peduli kamu anak SD atau PhD. Harus dibiasakan.”
Apa yang gue sebut manfaat dari membaca fiksi itu hanya secuil saja, Civs. Sesungguhnya lo bakal lebih memahami apa maksud gue dan mendapatkan lebih banyak manfaat dari baca fiksi kalau lo mulai membiasakan diri lo membaca fiksi. Jadi sampai di sini, apakah lo masih meremehkan para pembaca fiksi?
Nah daripada lo memusingkan dan meremehkan para pembaca fiksi, lebih baik kalau gue dan lo sama-sama berkontemplasi buat mikirin gimana biar banyak yang baca buku entah fiksi maupun nonfiksi. Gue dan lo sesama pembaca buku saling dukung untuk terus meningkatkan literasi membaca buku. Baca buku fiksi maupun nonfiksi sama saja. Masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya dan itu hanya mengenai selera baca. Mari bergandengan tangan dan sudahi aksi book shaming ini. Mari bekerja sama demi bertambahnya jumlah orang yang suka baca buku. (*/)