Polemik penolakan tren wisuda Paud, SD, SMP, SMA semakin gencar dilakukan oleh orang tua murid, lantas masih perlu atau nggak sih wisuda bagi anak-anak lulusan Paud hingga SMA ini dilakukan? Atau dihapuskan saja karena banyak yang protes.
FROYONION.COM – Perdebatan mengenai tren wisuda anak Paud hingga SMA kini masih menjadi problematik yang belum mendapat titik terang. Meski banyak sekali pihak-pihak, khususnya orang tua siswa yang mengharapkan pelarangan soal wisuda selain kepada mahasiswa sampai saat ini Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi) belum memberikan aturan resmi mengenai hal tersebut.
Berdasarkan pantauan dari Froyonion.com, 20 Juni 2023 akun resmi Instagram Mendikbud Nadiem Makarim, @nadiemmakarim penuh dengan hujan protes mengenai polemik tersebut hingga artikel ini dibuat.
Banyak warganet yang memprotes kebijakan sekolah-sekolah yang mengadakan prosesi wisuda selain kepada mahasiswa, mereka mengaku keberatan. Bahkan beberapa dari orang tua tersebut mengaku terpaksa meminjam uang ke rentenir karena kewajiban penyediaan acara tersebut.
“Hapuskan wisuda dari TK, SMP SMA.. biaya sewa gedung nya mahal, belum tour ke bali atau Jogja bagi yang tidak mampu diwajibkan bayar walaupun tidak ikut tour. Sampai orang tua minjem-minjem uang kesana kesini sampai ada yang pinjam ke rentenir” tulis akun Instagram @handayani2382 di akun resmi Menteri Pendidikan Nadiem Makarim.
BACA JUGA: IRONI PENDIDIKAN INDONESIA: SERAGAM SEKOLAH LEBIH PENTING DARIPADA KUALITAS PENDIDIKAN
“Pak kalo bisa untuk kelulusan anak SMP dan SMA nggak usah pakai wisuda wisudaan.. Wisuda cukup untuk jenjang kuliah. Lulus ya lulus saja mengenakan seragam sekolah bukan berkebaya dan harus make up juga. Kasian bagi siswa yang orang tuanya tidak mampu” tambah warganet lain @Imroatunsusanto7.
Meski banyak yang menghujat, namun beberapa netizen juga tampaknya kurang setuju jika wisuda dihapuskan karena menurut mereka momen tersebut bisa digunakan sebagai kenang-kenangan masa sekolah bagi si kecil. Beberapa warganet juga menegaskan bahwa sebenarnya momen wisuda juga tidak wajib dan jika tidak mau ikut sebenarnya bisa didiskusikan kepada pihak sekolah karena memang tidak ada peraturan yang mewajibkan perayaan tersebut.
“Sebenernya momen wisuda itu tidak wajib lho, jika keberatan tinggal menyampaikan ke pihak sekolah untuk tidak ikut, wisuda TK - PT itu ceremony sekaligus momen perpisahan yang akan menjadi kenangan masa sekolah, ada juga yang menggunakan untuk pentas melatih percaya diri di panggung," ujar pemilik akun @mey.channnnnn menanggapi protes keras soal wisuda di kolom komentar Nadiem Makarim.
"Jadi, semua itu pilihan yaa bapak-bapak ibu-ibu. Jangan paksa orang lain untuk ikut pilihan kalian. Sekolah hanya mediator. Sama halnya wisuda di perguruan tinggi, mahasiswa pun bisa memilih untuk tidak ikut wisuda dan banyak yang melakukan itu, tinggal ambil ijazah aja di kampus,” tambahnya.
Itulah beberapa keluh kesah serta pro dan kontra orang tua murid menyoal kebijakan wisuda tersebut. Lantas bagaimanakah seharusnya tren wisuda ini, akankah tetap dilanjutkan atau semestinya dihapuskan saja?
BACA JUGA: KENAPA KEBIJAKAN MASUK SEKOLAH JAM 5 SUBUH NGGAK SEBURUK YANG DIKIRA ORANG
Sebenarnya jika dilihat di sisi positifnya, tren acara wisuda dapat menjadi momen penting dan berkesan bagi siswa untuk merayakan pencapaian mereka dan merasakan penghargaan atas usaha yang telah mereka lakukan selama masa pendidikan. Wisuda juga dapat menjadi sarana untuk memperkuat ikatan sosial antara siswa, orang tua, guru, dan sekolah.
Di lain sisi, tren wisuda anak usia Paud hingga SMA ini dianggap terlalu berlebihan. Beberapa orang mempertanyakan relevansi dan signifikansi wisuda pada tingkat pendidikan yang lebih awal, serta potensi dampak negatif seperti menekan siswa dengan harapan yang terlalu tinggi atau mengalihkan fokus dari nilai-nilai pendidikan yang seharusnya lebih diutamakan.
Perlu dipahami bahwa setiap kebijakan harus mempertimbangkan konteks lokal, kepentingan anak-anak, serta keseimbangan antara merayakan prestasi dan menjaga nilai-nilai pendidikan yang sesuai dengan usia dan tahap perkembangan siswa.
Keterlibatan semua pihak terkait, termasuk orang tua, guru, otoritas pendidikan, dan masyarakat, penting untuk mencapai konsensus yang mempertimbangkan kepentingan dan kesejahteraan anak-anak dalam pendidikan mereka.
BACA JUGA: MABA SYNDROME: TREN MAHASISWA BARU YANG BERUBAH MENJADI SOK SIBUK
Nah, jika ditanya apakah keputusan tren wisuda harus tetap dilanjutkan atau dihapuskan sepenuhnya harus didasarkan pada pertimbangan yang matang dan komprehensif yang melibatkan seluruh komunitas pendidikan.
Sampai saat ini baik Kemendikbudristek atau Mas Menteri, julukan Nadiem Makarim masih belum memberikan tanggapan atau kebijakan resmi soal tren wisuda tersebut. Ada baiknya pemerintah juga memberikan solusi yang tepat.
Jika memang sangat merugikan bagi semua pihak mungkin ada baiknya diperlukan kebijakan mengenai hal ini. Agar nantinya tidak ada protes semacam ini di kemudian hari. (*/)