In Depth

ORANG BERHATI BAIK LEBIH SUKA MAKANAN YANG MANIS? SEBUAH STUDI UNGKAP FAKTANYA

Sebuah studi mengungkap bahwa pencinta makanan manis (sweet tooth) punya korelasi dengan hati yang baik. Kok bisa? Simak fakta selengkapnya di artikel berikut ini!

title

FROYONION.COM - Lupakan sebentar soal fakta bahwa konsumsi makanan manis dapat memicu diabetes, obesitas, penuaan dini, hingga penyakit fisik lainnya.

Karena belakangan sebuah penelitian mengungkap bahwa orang yang doyan konsumsi makanan manis cenderung punya hati yang sama manisnya.

Barangkali ini jugalah alasan di balik kenapa panggilan sayang yang kita pakai dalam budaya modern berhubungan dengan kata “manis”, misalnya honey dan sweetie.

Dilansir dari laman Psychology Today, hubungan tersebut bisa dijelaskan menggunakan teori metafora konseptual.

Inti atau tujuan utama dari teori ini adalah upaya untuk memetakan konsep abstrak (seperti kebaikan hati dan sikap mudah bergaul) dengan ke ranah yang lebih konkret (seperti kebiasaan konsumsi makanan manis).

Dengan menggunakan teori ini, konsep yang abstrak tadi diharapkan bisa lebih mudah dipahami oleh logika.

DOYAN KONSUMSI MAKANAN MANIS BISA BIKIN BAIK HATI?

Sebuah artikel yang ditulis oleh Carlota Batres Ph.D. dan diterbitkan dalam minggu ini, mencoba membahas jurnal baru yang bertujuan untuk meneliti soal: adakah hubungan antara preferensi rasa manis dengan keramahan yang terjadi di berbagai kebudayaan?

Guna menemukan jawabannya, penelitian ini menguji 373 peserta asal Tiongkok, 474 peserta asal Jerman, 401 peserta asal Meksiko dan 402 peserta asal Amerika.

Para peserta diminta untuk mengisi dan menyelesaikan skala dari 10 sifat keramahan yang mencerminkan keramahan atau kebaikan hati.

Mereka semua ditanyai soal seberapa yakin mereka memiliki rasa simpati terhadap orang lain, kesediaan meluangkan waktu buat orang lain, hingga soal apakah mereka yakin punya hati yang lembut.

Semuanya bisa mereka gambarkan lewat skala 1 (sangat tidak akurat) hingga skala 5 (sangat akurat) untuk mengetahui apakah seberapa besar sifat itu ada dalam diri mereka.

Selain itu, para peserta juga diminta untuk menyelesaikan skala preferensi rasa manis yang sama-sama terdiri dari 10 item makanan manis.

Seperti permen, karamel, kue cokelat, madu, es krim, sirup maple, pir, kismis, stroberi, dan gula yang mereka nilai menggunakan skala 1 (sangat tidak suka) hingga skala 6 (sangat suka).

Tes yang sama juga berlaku untuk empat item rasa lainnya, seperti asam, asin, pahit dan pedas.

Hasilnya, studi tersebut menemukan bahwa sifat ramah berkorelasi secara positif dan signifikan dengan dua skala preferensi rasa manis yang berbeda pada keempat jenis kelompok peserta.

Data mengungkapkan bahwa mereka yang doyan konsumsi makanan manis, cenderung “mudah bersimpati dengan orang lain”, “bersedia meluangkan waktu buat orang lain”, bahkan “punya hati yang lembut”.

Itu artinya, orang-orang dari berbagai kebudayaan menggunakan pengalam mereka soal rasa manis untuk memahami atau melakukan konseptualisasi terhadap kebaikan hati sesuai dengan kerangka teori.

Studi lengkap yang dipimpin oleh Brian P. Meier dan diberi judul “Cross-cultural evidence for an association between agreeableness and sweet taste preferences” tersebut bisa diakses di Journal of Research in Personality.

KONSUMSI MAKANAN MANIS BISA MEMPERBAIKI MOOD

Hubungan antara kegemaran makan yang manis-manis dengan kebaikan hati, bisa jadi juga dipengaruhi oleh mood yang membaik setelah kita mendapat asupan gula.

Ini mengingatkan penulis pada video singkat yang menampilkan seorang binaraga yang menangis haru dan bahagia, usai dia makan beberapa donat yang menjadi penanda akhir diet gulanya selama berbulan-bulan.

Hal ini bukan tanpa alasan. Mengutip artikel dari Halodoc, disebutkan bahwa makanan manis bisa memperbaiki mood seseorang lewat hormon serotonin yang dilepaskan oleh otak.

Tak hanya serotonin, makanan manis juga dapat meningkatkan produksi hormon dopamin yang sering disebut sebagai hormon kebahagiaan.

Mood yang membaik dan cenderung stabil, akan meningkatkan semangat hidup seseorang dan memotivasi mereka untuk bersikap ramah pada orang di sekitarnya.

Meski begitu, di sisi lain konsumsi gula berlebih juga membawa dampak buruk bagi tubuh. 

Risiko kesehatan seperti diabetes, obesitas hingga gagal ginjal akan mengintai. Terlebih jika gula yang masuk ke tubuh tak sebanding dengan yang kita keluarkan sebagai energi.

Terlebih lagi, kepribadian manusia terbilang kompleks. Ada banyak faktor yang membentuknya, selain kegemaran konsumsi makanan manis.

Sebab tak ada yang lebih membahagiakan melebihi punya tubuh prima. Ingat, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang juga sehat. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Shofyan Kurniawan

Shofyan Kurniawan. Arek Suroboyo. Penggemar filmnya Quentin Tarantino. Bisa dihubungi di IG: @shofyankurniawan