Belum kelar pembahasan mengenai pro dan kontra terhadap quiet quitting, baru-baru ini muncul lagi istilah baru di kalangan pekerja, yakni “quiet firing”. Apa sih quiet firing itu? Bedanya sama quiet quitting apa?
FROYONION.COM - Saat ini, lo pasti udah familiar sama istilah quiet quitting yang belakangan ini lagi populer di kalangan pekerja, khususnya Gen Z. Nah, belum lama ini, muncul istilah baru lagi yang nggak kalah populer, saingan sama quiet quitting yakni quiet firing. Keduanya sama-sama menjadi hal yang menarik untuk dibahas serta bagaimana solusi untuk mewujudkan lingkungan kerja yang nyaman baik bagi pekerja, maupun atasan.
Quiet quitting sendiri diartikan sebagai berhenti terlalu berdedikasi terhadap pekerjaan, atau sederhananya bekerja secukupnya aja yang dilakukan oleh karyawan. Tindakan ini mendapat kecaman dari berbagai tokoh, salah satunya seorang pengusaha dan investor dari Amerika Serikat , Kevin O’ Leary yang menganggap bahwa fenomena ini adalah tindakan bodoh yang dapat menurunkan produktifitas dan merusak karier para pekerja.
Kalo quiet quitting dilakukan oleh karyawan. Sebaliknya, quiet firing justru dilakukan oleh pemilik perusahaan atau atasan yang dapat dirasakan langsung oleh para karyawan. Untuk lebih jelasnya, simak penjelasan berikut, Civs!
Quiet firing adalah sebuah fenomena pemecatan diam-diam yang dilakukan perusahaan terhadap karyawannya. Fenomena ini disebut-sebut sebagai bom waktu atau sebuah strategi dari perusahaan untuk memojokkan karyawan atau pihak yang lemah. Dengan kata lain, quiet firing ini adalah sama dengan memberhentikan paksa karyawan tapi dengan cara yang halus.
Para atasan akan berusaha membuat karyawan tersebut merasa tidak nyaman di lingkungan kerja sehingga lama-kelamaan si karyawan tadi jadi ngerasa nggak betah dan akhirnya memilih berhenti dengan sendirinya. Dengan berhentinya karyawan tadi, maka perusahaan tidak perlu membayarkan pesangon.
Tanda-tandanya lo lagi mengalami quiet firing adalah tidak dilibatkannya lo dalam berbagai kegiatan penting perusahaan, tidak adanya kenaikan gaji atau promosi padahal udah kerja bertahun-tahun, dialihkan tanggung jawab utama ke tugas yang sepele, sampai mutasi ke daerah pedalaman. Lebih mirisnya lagi, lo sering ditarget dengan beban kerja yang nggak masuk akal. Perilaku ini tentu bisa menimbulkan tekanan, baik fisik maupun mental bagi para pekerja.
Tekanan yang ditimbulkan akibat quiet firing ini dapat mengganggu hasil kerja seorang karyawan. Apa yang harus dilakukan ketika lo mengalami quiet firing?
Dilansir dari LinkedIn News, terdapat seorang pengguna yang memberikan komentar mengenai apa yang ia alami. Sebelumnya, ia tidak mengetahui fenomena quiet firing dan mengira bahwa ia melakukan kesalahan serta tidak bekerja dengan benar. Padahal, ia telah memberikan usaha terbaik dalam pekerjaannya, tetapi atasannya sama sekali tidak memberikan apresiasi kepadanya.
Berikut beberapa tips yang dapat lo lakukan ketika lo mengalami quiet firing :
1. Buktikan kepada atasan kalo lo bisa tetap berkerja dengan baik dengan melakukan self record terhadap tanggung jawab yang udah lo selesaikan.
2. Berkomunikasi dan diskusi dengan atasan tentang apa yang lagi lo rasakan sekarang. Jika terdapat penurunan performa, minta saran kepada atasan bagaimana memperbaiki performa lo tersebut.
3. Jika atasan lo menolak untuk berkomunikasi, coba diskusikan dengan HR atau manajer sesuai divisi kerja lo.
Jika atasan lo nggak kunjung buka komunikasi, lo bisa memulainya duluan dengan bertanya alasannya atau bisa menunjukkan data yang mendukung performa lo. Apabila ketiga cara di atas masih nggak ditanggapi, maka solusi satu-satunya adalah mengundurkan diri atau resign. Artinya perusahaan memang udah berencana buat bikin lo nggak betah.
Memang, mengundurkan diri akibat quiet firing menguntungkan perusahaan karena nggak perlu membayar pesangon lo, tapi seenggaknya lo udah terbebas dari lingkungan kerja yang toxic.
Tapi jangan buru-buru buat resign. Apabila perusahaan tempat lo kerja memberlakukan one month notice, lo bisa mencari peluang baru selama sebulan sembari menunggu approval resign tersebut, Civs. Nggak mau kan udah keburu resign tapi malah nganggur lama?
Fenomena ini sejatinya merupakan tanggung jawab atasan dan juga perusahaan untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif. Komunikasi yang baik akan menghasilkan hubungan yang baik pula, Civs. Saat mengalami kesulitan atau menemukan masalah yang sulit untuk diungkapkan, segera komunikasikan masalah tersebut ke atasan sebelum lo mengalami quiet firing. Bagaimana pun, pengertian dan naluri penyelesaian yang baik dari seorang atasan akan menghasilkan win-win solution bagi keduanya.
Bersikap diam dan nggak peduli tanpa sadar bisa menciptakan fenomena ini, Civs. Karena pada dasarnya, sikap yang seperti ini hanya akan membuang waktu lo aja.
Itulah sedikit penjelasan mengenai fenomena quiet firing. Buat lo yang lagi mengalaminya, semangat! Lo bisa nyicil nyebar CV ke lowongan yang sesuai sama kualifikasi lo dari sekarang. (*/)
BACA JUGA: GENERASI Z, PERLUKAH QUIET QUITTING?