In Depth

MENGOBATI GANGGUAN KECEMASAN TANPA EFEK KECANDUAN, EMANG BISA?

Para peneliti di NINDS menemukan metode baru untuk mengobati kecemasan (anxiety), yaitu dengan memanipulasi jalur sinyal di otak untuk hentikan perilaku cemas tanpa efek samping. Percobaan tersebut sudah berhasil dilakukan pada tikus, bagaimana dengan manusia?

title

FROYONION.COM - Sekitar sepertiga dari seluruh orang Amerika akan mengalami gangguan kecemasan di suatu titik dalam hidup mereka. 

Masalah ini mencakup berbagai kondisi, mulai dari kecemasan umum, fobia berat, hingga gangguan stres pascatrauma (PTSD). 

Biasanya, gangguan ini diatasi dengan terapi mental atau obat-obatan. Namun, obat-obatan anti-kecemasan, meski sering kali efektif, tidak jarang membawa efek samping yang mengganggu.

BACA JUGA: INTERNET TERNYATA BISA JADI OBAT DEPRESI, TAPI NGGAK UNTUK SEMUA ORANG

Baru-baru ini, para peneliti dari National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS) menemukan sebuah cara inovatif dalam mengatasi kecemasan. 

Temuan ini berpotensi mengubah cara kita mengobati gangguan kecemasan di masa depan. 

Dalam studi ini, para peneliti memanipulasi jalur sinyal di otak tikus yang stres dan berhasil menghentikan perilaku cemas mereka. 

Temuan ini menawarkan harapan bahwa kita bisa suatu hari nanti memiliki obat anti-kecemasan yang lebih tepat sasaran, tanpa efek samping yang merugikan.

APA ITU KECEMASAN DAN BAGAIMANA MENGOBATINYA?

Gangguan kecemasan adalah masalah kesehatan mental yang umum. Biasanya, gangguan ini diatasi dengan dua pendekatan utama: terapi dan obat-obatan. 

Salah satu kelas obat anti-kecemasan yang sering diresepkan adalah benzodiazepin. Obat ini bekerja dengan meningkatkan aktivitas reseptor yang merespons neurotransmitter penghambat bernama gamma-aminobutyric acid (GABA). 

GABA berfungsi untuk mengurangi keterangsangan neuron di seluruh sistem saraf, sehingga memberikan efek menenangkan.

Namun, benzodiazepin pun ada kekurangannya. Obat ini dapat menyebabkan ketergantungan, berinteraksi dengan obat lain secara berbahaya, serta memicu efek samping seperti kantuk, kebingungan, sakit kepala, dan tremor. 

Ini menjadi masalah serius karena banyak orang yang membutuhkan pengobatan jangka panjang dan harus menghadapi efek samping yang tidak menyenangkan.

Tim peneliti di NINDS, yang dipimpin oleh Saurabh Pandey dan Wei Lu, baru-baru ini menemukan sebuah cara baru untuk mengatasi kecemasan. 

Mereka melakukan eksperimen pada tikus yang telah dibuat stres hingga menunjukkan tanda-tanda kecemasan kronis. Tikus-tikus ini cenderung enggan menjelajahi area baru, menunjukkan perilaku repetitif, dan menghindari interaksi sosial.

Peneliti NINDS memfokuskan perhatian mereka pada dua protein neurotransmitter: Neuroligin2 dan GABA. 

Mereka menemukan bahwa tingkat Neuroligin2 menurun pada tikus yang cemas. Dengan mengeksplorasi lebih dalam, para peneliti menemukan bahwa stres kronis meningkatkan aktivitas protein Src kinase, yang memicu penurunan Neuroligin2. 

Mereka bertanya-tanya, bisakah menekan aktivitas Src kinase membantu mengurangi kecemasan pada tikus?

TEROBOSAN DENGAN TERAPEUTIK PP2

Untuk menguji hipotesis ini, Pandey, Lu, dan tim mereka menyuntik tikus cemas dengan obat penghambat Src yang disebut PP2. Mereka melakukannya sekali sehari selama tujuh hari. 

Hasilnya sangat mengejutkan: dengan menurunnya aktivitas Src, jalur sinyal yang terkait melambat hingga berhenti, dan tingkat Neuroligin2 meningkat. Perilaku cemas tikus-tikus tersebut menghilang tanpa efek samping yang terlihat.

Setelah perawatan, tikus ditempatkan di Elevated Plus Maze, sebuah alat untuk mengukur tingkat kecemasan hewan. 

Tikus yang mengalami kecemasan biasanya lebih banyak menghabiskan waktu di area tertutup, sementara tikus yang lebih tenang lebih berani menjelajah area terbuka. 

Hasil tes menunjukkan bahwa PP2 tidak hanya menghentikan perilaku cemas, tetapi juga tidak menimbulkan efek samping yang merugikan.

KABAR GEMBIRA PENGOBATAN

Penemuan ini membuka pintu untuk kemungkinan baru dalam pengobatan kecemasan. 

Jika jalur sinyal ini ada pada manusia seperti halnya pada tikus, maka pengobatan yang menargetkan jalur ini bisa menjadi pilihan yang lebih efektif dan lebih sedikit efek samping daripada obat-obatan yang ada saat ini. 

Namun, tentu saja, masih diperlukan uji coba lebih lanjut dan penelitian klinis sebelum obat-obatan ini bisa tersedia untuk manusia.

Saurabh Pandey dan Wei Lu berharap untuk melanjutkan penelitian ini ke tahap pra-klinis dan klinis. Mereka percaya bahwa kolaborasi dengan ahli di industri bisa mempercepat proses ini. 

Dalam jangka panjang, PP2 bisa diadaptasi dalam bentuk pil, namun langkah berikutnya adalah standarisasi metabolik dan dosis untuk memastikan keamanannya.

Penelitian ini juga menandai kemajuan signifikan dalam pemahaman kita tentang penyebab fisik dari gangguan kecemasan. 

Dengan teknik mutakhir, suatu hari nanti kita mungkin dapat memprogram kecemasan dari otak kita. Gagasan tersebut memberikan harapan baru bagi banyak orang yang berjuang melawan gangguan ini.

Kita semua berharap bahwa penemuan ini akan membawa perubahan positif dalam pengobatan gangguan kecemasan. Hal itu emungkinkan pasien untuk hidup dengan kualitas yang lebih baik, tanpa harus menghadapi efek samping yang tidak diinginkan dari obat-obatan yang ada saat ini. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Muhammad Nur Faizi

Reporter LPM Metamorfosa dan menjadi Junior editor di Berita Sleman.