In Depth

MEMPREDIKSI MASA DEPAN MINUMAN JAMU DI TANGAN ANAK MUDA

Akankah jamu senantiasa menjadi minuman tradisional nan berkhasiat pilihan yang juga digemari oleh anak muda? Simak pembahasan selengkapnya di artikel ini.

title

FROYONION.COMKapan terakhir kali kamu minum jamu? Kemarin atau malah belasan tahun yang lalu? 

Tampaknya, kebiasaan minum jamu tradisional masih menjadi hal yang asing ketimbang menjamurnya kedai kopi di hampir semua penjuru negeri.

Pada Desember 2023 lalu, UNESCO sebagai lembaga internasional yang fokus dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan resmi menetapkan jamu sebagai Warisan Budaya Takbenda ke-13 yang ada di Indonesia.

Tujuan pengangkatan warisan budaya tak benda tersebut ternyata didukung untuk membangun hubungan antara manusia dengan alam, dan sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDG’s).

BACA JUGA: SIAPA BILANG JAMU ITU “NGGAK ANAK MUDA BANGET”?

Yang menjadi perhatian, melansir laman dw.com, masih terdapat kendala-kendala yang menghambat warisan budaya tak benda milik Indonesia ini kian sepi, seperti sulitnya mencari jamu di pasar moderen, hingga kalah saing antara jamu dengan obat-obatan moderen.

Meski tak semasif kedai kopi, eksistensi jamu di Indonesia perlahan mendapatkan hati anak muda. 

Seperti pantauan penulis di keseharian yang menemukan kedai jamu kekinian di kawasan Blok M, Jakarta dan pemanfaatan pemasaran UMKM bidang jamu melalui e-commerce.

TANTANGAN MEMPOPULERKAN KEMBALI JAMU

Kalau kalian ingat saat minum jamu sewaktu kanak-kanak, satu hal yang kita sukai yakni punya rasa yang beragam dan enak rasanya. 

Misalnya suatu merek jamu saset dengan aneka rasa seperti stroberi dan anggur yang mampu menarik perhatian anak-anak kala itu.

Sayangnya, perkembangan jamu saat ini semakin terseok dengan maraknya masyarakat lebih memilih obat-obatan modern ketimbang meminum jamu tradisional. Alasannya karena mudah didapat, murah, dan tanpa proses pembuatan yang lama.

BACA JUGA: BISNIS JAMU LOKAL BISA MENDUNIA, INI KISAH REMPAH KARSA

Selain obat-obatan modern, jamu tradisional Indonesia juga mesti bersaing dengan obat-obat herbal dari Cina. 

Alasannya tidak kalah menarik, di antaranya dapat mengobati hampir seluruh keluhan penyakit dan tentu saja harga yang relatif terjangkau.

Problematika ini mengingatkan kita akan industri rumahan yang tersingkirkan dari industri besar yang pasarnya sudah merambah nasional, global, dan bahkan transaksional. 

Atau dapat kita kaitkan dengan ragam kesenian daerah yang juga berada di ambang kepastian, meski saat ini mulai tumbuh dan disukai kembali anak muda.

Sebagai tambahan, ada satu hal lagi mengapa tantangan mempopulerkan kembali jamu tradisional itu sangat sulit. 

Jawabannya adalah mengenai stereotip jamu yang hanya cocok diminum oleh di atas 40 tahun atau orang tua, dan indikasi tertentu, misalnya jamu dapat meningkatkan gairah seksualitas, serta rasanya yang pahit.

MENGENAL LEBIH DALAM JAMU ASLI INDONESIA

Tahu kapan jamu pertama kali populer di Indonesia? Menyadur laman nationalgeographic.com, keberadaan jamu sudah ada semenjak 1.200 tahun yang lalu, tepatnya tertuang dalam relief atau ukiran batu di candi terbesar di Indonesia, Candi Borobudur.

Ukiran batu itu menggambarkan jamu yang terbuat dari pelbagai campuran bahan-bahan rempah seperti jahe, jeruk nipis, kunyit, hingga asam jawa. Tujuannya untuk menolong orang sakit agar mempercepat penyembuhan.

Rasa-rasa pahit bercampur asam, manis, dan kecut yang terkandung di dalam jamu menyimbolkan kehidupan manusia di segala kondisi, baik itu gembira dan terkadang getir saat menghadapi masalah.

Lantas mengapa kita harus mengenal lebih dalam tentang jamu? 

Sebagai generasi muda, jamu juga memiliki lambang yang erat kaitannya dengan teknologi kesehatan tradisional yang mengkombinasikan praktek pengobatannya. Sehingga fungsi yang utama seperti menjaga kesehatan tubuh dapat tercapai.

Dan yang terpenting, jamu memiliki posisi dalam melestarikan budaya, tradisi, dan kearifan lokal. 

Contohnya saja upacara ritual adat di Indonesia yang masih menghadirkan jamu sebagai sarana penyembuhan dari bencana dan penyakit yang disebabkan karena kekuatan supernatural.

MACAM-MACAM STRATEGI MEMPOPULERKAN JAMU

Bicara soal strategi mempopulerkan minuman jamu, di tengah hiruk pikuk kota Jakarta, tepatnya di kawasan M Bloc Space, berdiri kedai jamu berlabelkan Suwe Ora Jamu. Siapa sangka? 

Kedai milik Novia Dewi Setiabudi yang menempati dua lantai ini ramai dikunjungi mayoritas pengunjung anak muda.

Melansir laman mediaindonesia.com, kedai ini menyediakan aneka racikan jamu yang berkhasiat. 

Antara lain jamu beras kencur, kunyit asam, rosela, wedang jahe, asem jawa, kayu manis stirus, hingga temulawak rempah dan sereh telang yang dikemas menggunakan kemasan botol kaca. 

Sebenarnya yang menjadi daya tarik pengunjung dari kalangan anak muda–bukan hanya dilihat dari kemasan botol kaca, tapi juga tampilan eksterior dan interior kedai yang menggunakan bangunan bekas perumahan pegawai Perum Peruri yang semakin menambah nilai estetika.

Ada pun strategi yang lumayan berani yaitu mengenalkan jamu kepada pasar internasional. 

Rempah Karsa, namanya. Jenama yang bergerak di industri pengolahan minuman tradisional berbahan rempah asli Indonesia ini sudah go international dalam acara Dubai Expo 2021 lalu.

Menurut Puji F. Susanti, pemilik jenama Rempah Karsa seperti dilansir dari artikel yang ditulis di Froyonion.com, meski mendapatkan kesempatan ke luar negeri, masih ada tantangan kerap datang yaitu harga bahan baku yang tidak stabil dan permintaan yang tak menentu.

Tak patah arang, Rempah Karsa lantas dijual di online marketplace, mulai bekerja sama dengan toko ritel, restoran, dan kafe. 

Maupun cara pemasaran yang menarik perhatian calon pelanggan melalui berbagai platform media sosial.

Jadi, bagaimana seharusnya pelaku industri jamu bisa menarik pembeli anak muda?

Salah satunya membutuhkan seseorang yang ahli di bidang jamu kontemporer, sehingga para pelaku usaha jamu dapat belajar bagaimana memilih bahan baku yang tepat dan juga cara pemasaran yang menarik di tengah pesatnya industri minuman di Indonesia. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Lukman Hakim

Penulis lepas yang menuangkan ide secara bebas tapi tetap berasas