In Depth

KITA BELI BOBO EDISI 50 TAHUN ITU UNTUK KENANGANNYA, BUKAN MAJALAHNYA

Masih ingat berapa harga Majalah Bobo yang pernah kalian beli dulu sewaktu SD?

title

FROYONION.COM - Menyambut ulang tahunnya yang ke-50, majalah anak-anak Bobo meluncurkan edisi koleksi terbatas. Terdiri dari 100 halaman dan berisi 50 cerita terbaik sepanjang masa, edisi spesial ini bisa dipesan secara pre-order sejak 5 - 15 Juni lalu dan mulai dikirimkan ke pembeli pada 3 Juli. 

Dihargai Rp75.000, pembeli Majalah Bobo Edisi Koleksi Terbatas 50 Tahun ini juga akan mendapat stiker eksklusif dan konten digital. Termasuk dalam konten digital ini adalah gratis akses majalah elektronik dari Grid Network dan situs premium Bobo.id selama satu tahun. 

Tingginya permintaan membuat Majalah Bobo akhirnya membuka pre-order ronde kedua. Dimulai pada 9 Juli dan berakhir pada 23 Juli besok, majalah ini akan mulai diterima pembeli pada awal Agustus mendatang. 

Bahkan, di sejumlah marketplace telah ditemukan ready stock majalahnya dengan harga fantastis. Ada yang menjualnya dengan banderol dua hingga tiga kali lipat. 

Antusiasme ini mungkin membuat kalian, apalagi yang bukan pembaca Majalah Bobo dulunya, bertanya-tanya, “kenapa sih majalah anak-anak bisa se-hype ini?” Apalagi jika melihat video unboxing dari para pembeli yang sudah mendapat majalahnya, rata-rata mereka berusia 30 tahun ke atas.

Jawabannya, karena para pembeli itu bukan membeli majalahnya. Mereka membeli kenangannya.

BACA JUGA: KENANGAN, NOSTALGIA DAN KEPUASAN: PSIKOLOGI MENONTON ULANG FILM FAVORIT 

Majalah Bobo pertama terbit pada 14 April 1973 dengan harga spesial Rp20 dari harga normal Rp35. Kala itu, Majalah Bobo belum mengusung tagline “Teman Bermain dan Belajar”. Ia masih dilabeli sebagai “Majalah Untuk Anak-anak di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar”.

Konten dalam majalahnya termasuk cerita bergambar (cergam), cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung), wawancara dengan tokoh terkenal, surat pembaca hingga sesekali diadakan sayembara menulis berhadiah. Ada rubrik tersendiri juga yang memungkinkan pembaca mengirimkan pengalamannya yang tak terlupakan untuk dimuat.

Lima puluh tahun tentu bukan waktu yang singkat. Majalah Bobo berhasil mempertahankan eksistensi mereka berkat konten-konten yang mendidik sekaligus menghibur hingga karakter-karakter OG dalam cergam-cergamnya yang tidak terlupakan.

Bobo sendiri digambarkan sebagai seekor kelinci yang tinggal bersama Bapak, Ibu dan saudara-saudarinya. Cergam Bobo biasanya ditempatkan di bagian awal majalah. 

Di bagian tengah majalah ada cergam Paman Kikuk, Husain dan Asta yang mengisahkan keseharian Paman Kikuk dan Husain serta anjing mereka, Asta. Lalu ada Oki dan Nirmala yang mengisahkan seorang peri dan kurcaci. Deni si Manusia Ikan menceritakan petualangan Deni di bawah air.

Pada bagian akhir majalah, bisa ditemukan cergam Bona dan Rong-rong, petualangan seekor gajah berbelalai panjang dan sahabatnya yang berupa seekor kucing. Kalian pasti familiar dengan nama-nama di atas kalau pernah membaca Majalah Bobo sewaktu kecil. 

Selama rentang waktu 50 tahun sejak awal terbit hingga sekarang, bukan tidak mungkin anak-anak yang dulunya membaca Majalah Bobo kini telah menjadi orangtua dan mewariskan koleksi majalahnya pada anak-anaknya. Inilah mengapa terbitnya edisi spesial 50 tahun lebih mendapat hype dari generasi terdahulu ketimbang generasi sekarang. 

BACA JUGA: PENUH NOSTALGIA, MICE CARTOON LUNCURKAN DUA KOMIK YANG RELATE BANGET DENGAN MASYARAKAT INDONESIA

Penulis, misalnya, sebagai salah satu yang berlangganan Majalah Bobo sewaktu SD, masih ingat jelas excitement tiap kali membeli edisi terbarunya. Terbit tiap Kamis dengan harga Rp4.500 waktu itu, penulis akan menghabiskan sisa hari untuk membaca majalahnya sampai habis.

Excitement yang dirasakan akan makin bertambah apabila Majalah Bobo memberikan bonus. Biasanya pada edisi-edisi spesial, akan ada hadiah kecil terselip di dalamnya. Pernak-pernik remeh seperti gantungan kunci, pin, tempat pensil hingga tas pinggang pernah penulis dapatkan dan pakai dengan senang karena ada logo Bobo-nya.

Saat itu, gawai canggih belum bisa dinikmati oleh banyak orang seperti sekarang. Ponsel paling baru saja masih mentok di Nokia 3330. Hiburan anak-anak selain sederet kartun di Minggu pagi adalah bacaan seperti Majalah Bobo ini. 

Penulis berhenti berlangganan Majalah Bobo saat menginjak SMP. Waktu itu, harganya sudah naik menjadi Rp7.500. Kini, dengan hadirnya edisi spesial 50 tahun, tentu penulis jadi salah satu yang tidak mau ketinggalan pre-order dan turut melakukan pemesanan. 

Bau kertas Majalah Bobo yang khas langsung membawa penulis mengenang kembali masa-masa saat masih berlangganan dulu. Apalagi saat membuka halaman demi halaman berisi kumpulan cergam lama lengkap dengan tanggal terbit di edisi aslinya.

Semakin jauh membolak-balik majalah edisi spesial ini, semakin jelas bahwa para pembeli itu bukan membeli majalahnya. Melainkan, mereka membeli kenangannya.

BACA JUGA: NOSTALGIA BERSAMA HP ESIA, KE MANA PERGINYA SEKARANG? 

Ada kenangan saat pertama kali membeli Majalah Bobo di loper koran bersama Bapak. Ada kenangan saat hujan-hujanan ke tempat loper koran dan menaruh majalahnya di balik jaket demi supaya tidak basah terkena percikan air.

Ada kenangan saat membawa Majalah Bobo ke sekolah lalu teman-teman sekelas ikut nimbrung membacanya. Ada kenangan saat Majalah Bobo membonuskan postcard bergambar aktris pemeran Dulce Maria, tokoh utama dari telenovela populer Carita de Angel

Ada kenangan saat mengirim pengalaman lucu untuk salah satu rubriknya dan berharap bisa dimuat. Ada kenangan saat menemukan sahabat pena dari rubrik surat pembaca dan saling bertukar kabar setelahnya.

Ada kenangan saat mengikuti lomba menulis cerpen dan naskahnya diketik di mesin tik kantor Bapak karena belum punya komputer sendiri di rumah. Ada kenangan saat membaca cergam Bona dan Rong-rong dan berharap kalau di dunia nyata beneran ada gajah yang belalainya sepanjang Bona.

Ada kenangan rasa bahagia saat menerima majalahnya, ada juga kenangan rasa sedih sampai menangis dan merajuk karena tidak dibelikan edisi terbarunya.

We don’t buy the magazine. We buy the memories. (*/) (Photo credit: Bobo)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Wahyu Tri Utami

Sometimes I write, most of the time I read