Sekarang ini, setiap orang mengejar cita-cita dan passionnya begitu keras. Dan Charles Bukowski yang telah begitu pantang menyerah atas cita-citanya menjadi seorang penulis, justru tampak berpesan sebaliknya.
FROYONION.COM - Ia nekat mengambil sebuah keputusan, meninggalkan pekerjaan demi sebuah impian, yaitu menjadi seorang penulis terkenal. Laki-laki dengan wajah yang “mudah dikenali” itu menulis hampir setiap malam. Ia berkelindan dengan rokok putih dan botol minuman. Rangkaian kata dan cerita yang mengalir diharapkan mampu membuat namanya dikenang orang.
Namun, yang ia harapkan tak kunjung terjadi. Meskipun karyanya sudah diterbitkan, orang-orang tidak memalingkan perhatian kepada Charles Bukowski. Bukunya tidak laku terjual dan hidup pun harus terus berjalan. Ia menelan kekecewaan dan kembali pada pekerjaan yang sudah ia tinggalkan. Ia butuh makan, ia butuh tempat tinggal, dan sudah pasti ia butuh berbotol-botol minuman keras.
Bukowski tetap menulis di antara giliran jamnya bekerja. Mungkin ambisinya sudah tidak seperti dulu, namun ia tetap menulis puisi dan cerita. Jika dalam waktu lama tidak menulis, hatinya akan merasa tidak nyaman. Harus ada kata-kata, tema, judul, apa pun untuk tulisan berikutnya. Baginya, apa yang sudah berlalu, telah berlalu, begitu pun tulisannya. Jika tidak ada hal baru yang dituliskan, kau sudah mati---kau sudah tiada. Menulis adalah psikiater baginya, layaknya Sigmund Freud yang membongkar “isi” seseorang.
Setelah sekian banyak tulisan yang diterbitkan, pada umur 50-an, khalayak pun akhirnya menoleh pada karya Charles Bukowski. Karya-karyanya dibaca dan dibeli. Mereka memberi apresiasi yang layak kepada sang penulis yang baru dikenal kala umurnya sudah tua.
Mereka, para pembaca tulisannya, memberikan julukan kepada Charles Bukowski si “Raja Bawah Tanah”. Tulisan-tulisan Charles banyak yang bertemakan masyarakat kelas bawah yang hidup dengan kesulitan dan kesepian, yang mendapatkan penghiburan dari minuman keras, rokok, dan perempuan yang menjajakan.
Ia kembali mengambil keputusan yang sama: keluar dari pekerjaannya dan menjadi seorang penulis untuk mendapatkan uang. Akan tetapi, kali ini situasi telah berbeda. Orang-orang mengapresiasi dan membaca karyanya. Sungguh, sebuah tindakan yang sama, namun situasi dan dampak yang dirasakan oleh Charles Bukowski tidaklah sama.
Kini Charles Bukowski ditunggu-tunggu oleh para penikmat puisi dan sastra. Suaranya yang berat karena rokok dan minuman keras, menggetarkan hati banyak orang saat membaca puisi di depan kerumunan. Kata-katanya yang diucapkan dengan perlahan, agak mendayu, spontan, dan bermakna dalam didengarkan oleh orang banyak, baik secara langsung maupun melalui rekaman. Berbagai media melakukan wawancara kepadanya; menanyakan perempuan pertamanya; menanyakan perasaannya atas sebuah kematian; menanyakan opininya atas alkohol dan narkotika. Ia mendapatkan cahaya lampu sorot padanya.
Akhirnya, setelah puluhan tahun berusaha, Charles mendapatkan hasilnya. Setelah puluhan tahun menderita; sejak masih kecil ia dipukul oleh ayahnya, dirundung oleh lingkungannya, dan pekerjaan yang tidak dibanggakannya saat dewasa, mimpinya jadi penulis berhasil ia genggam. Ia pernah berkata bahwa jalan hidupnya buruk. Saking buruknya hingga dapat ia tulis dan menjadi sebuah pemicu. Katanya dengan seloroh, jika ditendang terus-menerus untuk waktu yang lama, kamu akan punya kecenderungan lebih baik dalam mengatakan apa yang sungguh diinginkan.
Kisah yang panjang dalam hidupnya, menunjukkan kepada kita sebuah kegigihan, ketahanan, kesabaran, dan etos kerja. Ia menunjukkan contoh sikap yang selalu diajarkan sejak sekolah dasar, yaitu pantang menyerah. Namun apa yang telah terjadi pada hidupnya, bertentangan dengan kata-kata terakhirnya di batu nisan. Kata-kata terakhir yang berada di bawah namanya berkata, “Don’t try”.
Muncul segenap pertanyaan. Mengapa Charles Bukowski memilih kata-kata “Don’t try” untuk di batu nisannya? Apa yang ingin disampaikan oleh Charles Bukowski kepada orang-orang? Apakah ia ingin orang-orang tidak berusaha dan tidak mencoba? Apakah ia ingin orang-orang menyerah dalam mengejar impian dan cita-citanya? Apakah kata-kata tersebut merupakan sebuah ekspresi kemarahan dan rasa tidak puas atas perjalanan hidupnya yang berat? Apakah Charles Bukowski menjadi seorang pesimistis kala usia senja mendekati kematiannya?
Saat istri Charles Bukowski diwawancara tentang arti kata “Don’t try” dan pewawancara mengatakan bahwa kata-kata tersebut bukanlah perkataan untuk membuat orang menjadi pemalas dan tidak berusaha, ia setuju dan mengatakan bahwa orang sering kali salah mengartikan kata-kata terakhir Bukowski. Dari kisah hidupnya, kita tahu bahwa Charles Bukowski sudah “mencoba” tak terhitung berapa kali. Bukowski berkata bahwa kita selalu mencoba, kita selalu bekerja keras, bahkan terlalu keras atas usaha, impian, dan pekerjaan kita.
Bukowski mengandaikan ketika kita sedang berusaha menangkap serangga yang menempel di dinding. Kita tidak berbuat apa-apa, selain menunggu serangga itu mendekat. Ketika serangga itu mendekat, kita bisa memilih untuk menangkapnya, mengusirnya, atau memusnahkannya. Jika waktunya datang, semua yang sudah digariskan akan tiba. Bukan ia yang membuat menulis menjadi jalan hidupnya, tetapi menulislah yang memilih Bukowski. Seperti halnya ketika kamu memilih warna biru menjadi warna favorit. Sebetulnya bukan kamu yang memilih, melainkan warna birulah yang memilih kamu. Apa yang Charles Bukowski lakukan “hanya” menulis dan menulis. Ketika umurnya 50, semua hasil kerja kerasnya datang begitu saja. Selain itu, “Don’t try” juga mengingatkan kita untuk tidak mencoba mengambil suatu jalan jika tidak mengerahkan perhatian dan potensi secara maksimal.
Sebetulnya, secara pribadi, saya sudah menginterpretasi kata-kata Bukowski yang berada di atas batu nisan sederhana. Jangan mencoba terlalu keras dan lakukan saja mengalir apa adanya. Jangan mencoba terlalu keras sehingga kamu tidak sempat melihat indahnya sawah-sawah dan kereta yang berjalan di antaranya. Jangan mencoba terlalu keras sampai-sampai kamu lupa ada orang yang berharga untuk dicinta dan diperhatikan. Jangan mencoba terlalu keras sehingga waktu rasanya cepat berlalu di zaman sekarang yang semuanya serba cepat dan mudah melupakan. (*/)