In Depth

INGIN KREATOR KONTEN LEBIH KREATIF? DUIT KOENTJI-NYA!

Kreativitas adalah aset terbesar buat para kreator konten (content creators) . Namun, saat kreativitas mereka ‘mengering’, bagaimana cara agar bisa membangkitkannya kembali?

title

FROYONION.COM - Bukan hal yang aneh buat kita anak-anak muda di industri kreatif di Indonesia buat berburu ide-ide baru dengan melakukan segala cara, dari ngerokok, nongkrong, jalan-jalan, bahkan sampai ngelakuin hobi-hobi yang aneh. Itu karena tanpa kreativitas, kita enggak bakal bisa berkarya. Kreativitas udah kayak bensin buat mobil supaya bisa jalan.

Namun, gimana kalo kreativitas kita terasa mandek dan susah digali lagi, Civs?

Sebuah penelitian oleh pengajar Harvard Business School Prof. Feng Zhu bisa dipakai untuk menjawab pertanyaan itu. Di sini tim peneliti melibatkan lebih dari 10.000 novel yang terbit di platform penulisan buku skala nasional di Tiongkok selama tahun 2013 hingga 2015.  

Di negara Tirai Bambu, platform penerbitan elektronik seperti ini sudah berkembang begitu pesat sehingga menjadi sebuah ceruk industri yang sangat menguntungkan dengan omset miliaran dollar AS. Enggak heran karena ada 1 juta orang jadi penulis novel dan pembacanya lebih dari 300 juta jiwa. Jadi bisa dibayangkan betapa besarnya pasar buku elektronik di sana.

Nah, di industri penerbitan ada sebagian novelis yang dibayar dengan tarif yang flat dan fixed. Maksudnya, karya mereka dihargai sejumlah uang lalu dianggap ‘beli putus’. Jika novel mereka jeblok atau sangat populer, novelis tak bakal menikmati kerugian maupun keuntungannya. Risiko lebih banyak ditanggung pihak penerbit. 

Satu contoh korban tragis dari sistem kompensasi flat semacam ini adalah penulis terkenal Inggris dahulu kala Charles Dickens. Meski novel-novelnya meledak dan dibaca banyak orang Inggris, Dickens cuma dibayar secara flat dan enggak jadi kaya raya dari karya-karyanya itu. 

Namun, ada juga sistem kompensasi yang berdasarkan pada persentase pemasukan yang dihasilkan oleh platform yang bersangkutan. 

Contoh nyata penulis yang jadi tajir karena sistem kompensasi kayak gini adalah pengarang novel Harry Potter J.K. Rowling. Dia bisa terus dapet passive income dari penjualan karya-karyanya hingga tua nanti. Jadi sekali kerja, cuannya ngalir terus sampai uzur. Enggak heran kalo Rowling jadi multimiliuner berkat Harry Potter.

Ternyata penerapan sistem kompensasi berdasarkan persentase penjualan buku bisa mendorong para penulis ini untuk bekerja makin kreatif. Karya-karya mereka menjadi makin menarik dan variatif.

Yang mengejutkan, para peneliti menemukan bahwa saat tingkat kompetisi makin ganas, para penulis novel yang dibayar dengan sistem kontrak fixed menunjukkan produktivitas yang sama saja. Namun, para penulis yang menerima penghasilan berdasarkan persentase penjualan karyanya menunjukkan peningkatan kuantitas dan kualitas karya-karya mereka. Dengan kata lain, kreativitas mereka terdongkrak karena mereka dibayar lebih adil.

Diharapkan dari temuan ini, para penerbit terdorong untuk mempertimbangkan struktur pembayaran kompensasi mereka dengan cara yang lebih menghargai orisinalitas para penulis. Ini bisa dijadikan cara yang efektif dalam mendorong kreativitas para penulis novel.

Dari sini kita bisa simpulkan bahwa membayar para pekerja kreatif kayak penulis novel ini dengan sistem kontrak yang lebih manusiawi dan berpihak pada kesejahteraan mereka bisa turut mendorong naiknya tingkat kreativitas mereka dalam berkarya.  

Peneliti menyarankan bagi para pihak pemilik platform di industri kreatif untuk mempertimbangkan penerapan sistem kompensasi yang lebih fair bagi para kreator konten. Tanpa struktur insentif yang lebih adil, mereka bakal kurang bersemangat untuk memacu kreativitas mereka sehingga berdampak pada produktivitas secara keseluruhan, baik dari segi jumlah maupun kualitas.

Temuan Zhu ini bisa lo baca lengkap di artikelnya yang berjudul Competition, Contracts, and Creativity: Evidence from Novel Writing in a Platform Market di jurnal Management Science bersama Wu Yanhui dari University of Hong Kong. (*/). 

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Akhlis

Editor in-chief website yang lagi lo baca