In Depth

FENOMENA ‘SELF DIAGNOSIS’ DI KALANGAN GENERASI 2000-AN, EMANG BISA BIKIN NGERASA KEREN?

Pasti lo sering lihat di zaman sekarang para anak muda terutama generasi 2000-an suka mengaku memiliki gangguan mental, jangan langsung dihujat tetapi berikan pemahaman ini.

title

FROYONION.COM - Hidup di zaman yang maju ditambah perkembangan teknologi yang terus pesat menjadi nilai tambah tersendiri dimana kita bisa menjangkau hal yang tidak terbatas dan menambah pengetahuan tentang apapun termasuk isu mental health yang dahulu masih dianggap tabu.

Isu dan edukasi tentang kesehatan mental sangat gencar dibicarakan beberapa tahun terakhir dan cukup diterima baik di kalangan masyarakat terlebih pada generasi muda, walau tidak menutup kemungkinan masih ada beberapa orang yang masih menganggap ini sepele. Hal ini cukup memberikan dampak positif bagi banyak orang dimana anak muda sekarang terutama generasi Z lebih memiliki kesadaran terhadap kesehatan mental dan peduli terhadap isu-isu sosial yang beredar di sosial media.

Menjadi generasi yang dimanjakan oleh internet dan teknologi tentunya memudahkan mereka untuk up to date mengenai semua hal yang sedang hangat dibicarakan publik termasuk mental health sehingga mereka lebih mengenali diri sendiri

Namun, di balik sisi positif tersebut nyatanya justru seringkali melenceng atau parahnya menjadikan mental illness seakan sebuah tren yang membuat sebagian orang memiliki masalah mental adalah hal yang keren atau bisa jadi sebaliknya hanya untuk mendapatkan simpati dari orang lain.

Memiliki kesadaran terhadap kesehatan mental merupakan hal yang sangat bagus. Namun, fenomena self diagnosis kelamaan menjadi hal yang menyebalkan dan akhirnya dijadikan bahan ejekan maupun sarkas oleh generasi sebelumnya.

Beberapa hari belakangan ketika gue membuka sosial media TikTok beberapa kali menemukan konten yang membandingkan tiga generasi seperti 1980-an, 1990-an, dan generasi 2000-an dalam menerima maupun merespon suatu masalah. Generasi 2000-an digambarkan selalu mengaitkan apapun dengan mentalnya. Lalu, konten tersebut menjadi ramai di Twitter dan menimbulkan perdebatan antar generasi. 

Gue sendiri sebagai generasi 2000-an sedikit setuju dengan konten tersebut karena fenomena self diagnosis ini cukup sering ditemukan. Namun, gue sangat tidak setuju jika generasi 2000-an dianggap lemah karena selain mereka memiliki awareness, nyatanya ada faktor lain yang memicu seseorang asal self diagnose seperti tes gangguan mental yang beredar di internet tetapi akurasinya sangat perlu dipertanyakan.

Sebagai seorang mahasiswa psikologi, fenomena ini cukup menarik untuk gue bahas dan secara kebetulan gue memiliki beberapa pengalaman pribadi terhadap kondisi mental. Mungkin banyak yang belum tahu dengan beberapa hal ini

BACA JUGA: EFEK POSITIF DARI ‘BDSM’ BAGI KESEHATAN MENTAL YANG BELUM LO KETAHUI

BAHKAN SARJANA PSIKOLOGI TIDAK BISA SEMBARANG MENDIAGNOSIS

Mungkin banyak yang berpikir cerita ke teman ataupun seseorang yang masuk jurusan Psikologi akan menemukan jawaban atas masalah mentalnya. 

Namun, nyatanya itu salah besar walaupun seseorang latar belakangnya adalah mahasiswa psikologi atau sudah gelar sarjana sekalipun tidak bisa asal memberikan diagnosis bahkan jika mereka sendiri mempunyai masalah mental, kebanyakan dari mereka hanya memberikan saran. 

Gue sendiri terhitung sudah 3 kali mencoba menceritakan masalah mental gue ke mahasiswa psikologi semester akhir yang berbeda, dan sesuai yang gue pahami bahwa mereka sangat mengerti jelas dengan apa yang gue alami tetapi tidak ada satupun yang berani memberikan diagnosis bahkan selalu mempertegas untuk datang ke psikolog profesional.

Jadi, sebaiknya jangan dulu percaya dengan diagnosis dari orang jurusan Psikologi karena diagnosis sebuah kondisi mental tidak bisa sembarangan, Civs. 

BACA JUGA: TERNYATA SELF-DIAGNOSIS BERBAHAYA UNTUK KESEHATAN MENTAL LO

PROSES IDENTIFIKASI BUTUH WAKTU

Berkaitan dengan poin sebelumnya, selain konsultasi ke beberapa orang dengan latar belakang pendidikan psikologi gue juga sempat berkonsultasi ke psikolog profesional yang memiliki pengalaman bertahun-tahun melalui aplikasi kesehatan.

 Sesuai prediksi hasilnya pun sama mereka tidak bisa langsung menyimpulkan apalagi mendiagnosis, bahkan gue disarankan untuk konsultasi lebih lanjut secara tatap muka. 

Selain itu, gue juga sangat jarang menemukan orang yang satu kali konsultasi langsung mendapat hasil dan diagnosis karena kebanyakan memerlukan beberapa kali pertemuan untuk identifikasi lebih lanjut.

Jadi, perlu dipahami bahwa tidak secepat dan semudah itu untuk mengetahui gangguan mental apa yang lo derita. Maka dari itu, berhenti mempercayai hasil dari tes online yang belum tentu akurat.

PERBEDAAN PSIKOLOG DAN PSIKIATER

Masalah  mental bisa terjadi pada siapa saja tanpa memandang usia dan generasi, di era sekarang yang sangat mudah untuk memperoleh informasi seputar gangguan mental sudah seharusnya untuk memiliki kesadaran untuk peduli terhadap mental diri sendiri dan orang lain. Jika lo merasa ada masalah dengan mental lo tetapi tidak mau self diagnose  maka sangat dianjurkan untuk mendatangi tenaga profesional.

Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui perbedaan psikolog dan psikiater lalu mendatangi tempat yang salah sehingga berujung mengeluh karena mendapatkan penanganan yang tidak sesuai.

Walau kedua profesi ini sama-sama menangani masalah mental tetapi ada perbedaan yang mendasar ya, Civs.

Untuk menjadi psikolog, seseorang harus menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi dan mengikuti program profesi. Sementara untuk psikiater, seseorang harus menyelesaikan pendidikan kedokteran dan spesialis kejiwaan terlebih dulu. 

Secara garis besar, psikiater adalah dokter, sedangkan psikolog bukan dokter. Psikolog lebih banyak menangani kondisi psikologis yang berkaitan dengan masalah sehari-hari, sementara psikiater lebih banyak menangani gangguan kejiwaan yang sudah parah dan memerlukan pemberian obat-obatan.

Jadi, disarankan untuk konsultasi ke psikolog terlebih dahulu untuk mengetahui masalah atau diagnosa pada gangguan mental yang mengganggu aktivitas sehari-hari lo. Jika kondisi lo sudah parah dan membutuhkan terapi maupun pengobatan maka disarankan mendatangi psikiater tetapi harus menunggu arahan dari psikolog.

Gangguan mental adalah kondisi yang serius dan bukan hal yang keren apalagi sebuah tren. Jadi, jangan menganggapnya dengan sepele maupun asal self diagnosis tetapi segera temui psikolog atau psikiater. Lalu, jangan juga anggap remeh dan menyamaratakan semua orang yang memiliki gangguan mental bahwa mereka ‘’lebay’’ atau lemah. Tetap berikan dukungan dan pemahaman yang baik ya, Civs. (*/)

BACA JUGA: TERNYATA GEN ATAU KETURUNAN BISA MEMPENGARUHI KESEHATAN MENTAL LO

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Erina Anindhita

Mahasiswa Psikologi yang bosen nganggur dan sedang mengasah kemampuan menulis