Di tahun 2022 ini banyak promotor/event organizer yang membuat acara musik asal-asalan. Sehingga menyebabkan acara itu menjadi batal dilaksanakan.
FROYONION.COM - Mentang-mentang tahun ini acara musik cukup prospek dijadikan ladang mencari cuan, terus banyak promotor/event organizer (EO) “amatir” yang membuat acara musik tidak becus!
Iya, gue bilang nggak becus sama sekali lantaran banyak sekali acara-acara musik di tahun 2022 ini, baik sekelas konser biasa maupun festival raksasa yang kena cancel atau diundur.
Gue bukannya mau menggeneralisasi semua promotor atau EO tidak becus, ya. Cuma faktanya memang bukan hanya satu atau dua penyelenggara saja yang tidak becus dalam membuat acara musik, melainkan banyak sekali.
Baiklah untuk mempertanggungjawabkan tulisan ini, gue akan coba kasih list-nya untuk pembaca yang budiman terkait nominasi acara musik yang batal dan tertunda di tahun 2022.
Untuk nominasi acara musik yang batal diadakan antara lain, A Road To Jogja Fair 2023, Fosfen Festival Bandung, Generasi Happy Surabaya, Mahameru Festival, Stereo Of Space di Jakarta, Hayu Festival di Sukabumi, dan Dewa 19 yang rencana perform di Pontianak juga dibatalkan. Bahkan untuk batalnya konser Dewa 19 ini, Ari Lasso sampe berkomentar agar EO memperbaiki kinerjanya.
BACA JUGA: BERKACA DARI KASUS FESTIVAL MUSIK, YUK JAGA IKLIM INDUSTRI!
Ada juga acara musik yang ditunda antara lain Connectifest Semarang 2022 (FYI, untuk acara ini kabarnya mau diadakan pada November 2022, tapi hingga kini belum ada kabar), Gudfest 2022 di Jakarta, MSKLG (baca; Musikology) di ICE BSD, dan Tak Kenal Maka Tak Goyang di Kemayoran Jakarta. Info detail mengenai batal dan tertundanya beragam acara itu bisa kalian simak di Instagram masing-masing acara.
Perlu digarisbawahi bahwa data acara musik yang batal dan ditunda itu hanya sebagian saja. Karena masih banyak sebenarnya yang belum gue tuliskan lantaran keterbatasan pengetahun. Tapi yang pasti banyaknya event musik tidak berjalan lancar menimbulkan beragam pihak merasa kesal dan dirugikan, terutama penonton.
Bayangkan saja mereka sudah membeli tiket acara, kalo yang di luar kota biasanya sudah mem-booking penginapan, serta memesan tiket entah bus, pesawat, maupun kereta, pun barangkali sudah mengambil cuti, eh tiba-tiba acara musik yang mau didatangi malah tidak jadi. Bukankah nyesek hal seperti itu.
Pun wajar saja ketika para penonton marah melalui kolom komentar Instagram acara, meminta refund, atau membuat cuitan di Twitter yang menyebabkan trending, lha pihak penyelenggaranya saja tidak becus dengan membatalkan acara musik secara sepihak. Dan acap kali pembatalan itu dilakukan mendekati hari-hari acara berlangsung. Kan bangs*t, ya.
“Tapi acara musik batal itu tidak sepenuhnya salah pihak penyelenggara,” mungkin ada yang bilang begitu. Hadehhh, gue kira itu ngeles aja sih. Kalo bukan salah pihak penyelenggara, terus salah siapa lagi coba? Bupati? Kan nggak. Yang mau bikin acara siapa sih, emang?
Lalu ada yang berdalih juga masalah perizinan. Iya gue sepakat kalo birokrasi perizinan di Indonesia itu susah, tapi kalo udah tahu gitu kenapa nggak diakali atau diurus secara profesional. Kalo nggak mau ribet ngurus ini-itu ngapain ngadain acara musik, cuk!?
BACA JUGA: ASOSIASI PROMOTOR MUSIK: 'FESTIVAL MUSIK YANG RICUH BAKAL DIKENAI SANKSI SOSIAL'
Biasanya suatu acara musik bisa batal itu pihak penyelenggara hanya berdalih, “Acara batal karena ada satu dan lain hal”. Nah gue justru menemukan tiga faktor terkait hal ini.
Pertama adalah terletak pada masalah perizinan. Letaknya pada pihak penyelenggara belum mendapat izin dari pihak berwenang tapi penjualan tiket sudah dibuka secara lebar. Sehingga pas perizinan tidak keluar, otomatis solusinya adalah klarifikasi dan informasi refund.
Selain itu, ada juga faktor kedua bahwa demi melancarkan niat meraup banyak cuan untuk pihak penyelenggara, antara kuantitas penonton dengan informasi yang diberikan ke pihak berwenang tidak sesuai. Dalam kasus ini pernah kejadian pada Festival Berdendang Bergoyang di Istora Senayan Jakarta yang diadakan akhir Oktober lalu. Ringkasnya, kasus festival ini terletak pada jumlah pengunjung melebihi kapasitas yang semestinya sehingga membuat acara ini di hari pertama kacau, hari kedua terpaksa dihentikan, dan hari ketiganya dibatalkan.
Ada juga faktor ketiga yakni acara musik yang batal atau tertunda gara-gara tidak ada dana yang mencukupi. Gue dalam hati bilang, pihak penyelenggara yang seperti ini kalo buat acara musik riset nggak sih? Kok bisa-bisa mereka bikin acara hanya modal nekat saja. Padahal yang namanya mau acara musik itu setidaknya sedikit-banyak harus punya pegangan dana. Bahkan ada yang sampe nombok untuk itu.
Ngomong-ngomong, gue sempat ngakak ketika melihat meme di Twitter dalam merespon banyaknya acara musik yang gagal. Kurang lebihnya begini ada gambar yang mengilustrasikan: Acara musik coming soon, tiket dibuka, line up/penampil diinformasikan, tidak ada kabar dalam beberapa waktu, lalu permohonan maaf disertai syarat dan ketentuan pengajuan refund. Wkwkwk. Netizen Indonesia ini memang selalu pintar dalam menyindir dan mencoba menghibur diri.
Melihat kelatahan dan ketidakbecusan pihak penyelenggara acara musik itu justru memiliki dampak bahwa banyak dari kita yang khawatir dan ragu-ragu ketika mau datang ke acara musik. Bagaimana tidak, kita sudah prepare macem-macem tapi ternyata acara yang mau kita datangi justru tidak jadi.
Pun semisal kita mau selektif untuk memilih juga agak gimana gitu. Soalnya bisa saja ada promotor atau EO yang gagal membuat acara, lalu dikemudian hari membuat lagi dengan nama berbeda tanpa adanya suatu evaluasi. Kan kita juga bingung, ya, untuk membedakannya.
Makanya sudah sepatutnya semua pihak yang memang peduli dengan dunia permusikan lekas memikirkan ini. Dan para penyelenggara juga harus selalu berbenah. Kalo tidak begitu dapat dipastikan akan ada lebih banyak lagi acara musik yang batal hanya gara-gara kelatahan dari pihak penyelenggara. Dan korbannya siapa? Ya itu tadi di atas bahwa yang paling dirugikan adalah para penonton yang sudah membeli tiket dan menyiapkan segala keperluan ini itu. Bahkan (mungkin) selain penonton yang turut terkena imbas yang turut dirugikan adalah para penampil, tenant, vendor, dan rekan media. (*/)