Pandemi sudah merombak wajah dunia dalam banyak hal. Termasuk juga dunia brand di Indonesia. Simak pembicaraan dengan Tika Gilang, seorang aktivis brand Indonesia tentang bagaimana perkembangan brand lokal tanah air pasca pandemi Covid-19.
FROYONION.COM - Menginjak 2 tahun pandemi berlangsung, masih seger di ingatan kita soal apa yang terjadi saat pemerintah RI mengumumkan kasus pertama Covid-19 di negara kita pada awal Maret 2020.
Saat itu banyak orang yang menderita akibat pemasukan berkurang terutama mereka yang jualan di warung dan toko. Lalu mereka yang kerja di sektor formal juga jadi korban PHK massal atau korban potong gaji yang bi. Ekonomi kita jadi terhimpit saat pembatasan sosial diberlakukan berulang kali di tahun 2020.
Tapi di tengah suasana keprihatinan itu juga kita masih diberikan semangat untuk saling membantu.
Tika Gilang, seorang aktivis brand Indonesia, mengalami sendiri dan mengamati juga kondisi lingkungan sekitarnya saat itu.
BACA JUGA: “TIKA GILANG: MENCARI-CARI YANG SUDAH ADA DI DEPAN MATA”
“Kita emang saat itu dilanda kecemasan karena pendapatan berkurang. Mereka yang kerja juga khawatir kena PHK. Tapi semua itu nggak mencegah kita untuk membeli barang jualan teman kita,” ucap Tika saat ngobrol bareng Froyonion.
Sebuah fenomena menarik terjadi di dunia brand global. Banyak brand internasional yang dulunya berperilaku dan bersikap layaknya mesin yang ‘dingin’ menunjukkan empati dan simpati mereka pada masyarakat dunia yang sedang didera pandemi Covid-19.
Kita bisa lihat brand-brand besar kayak Gucci, Prada, dan Montclair mendonasikan alat pengaman diri bagi para tenaga kesehatan di sana saat jumlah kasus di Eropa terutama Italia memuncak dan mengorbankan banyak nyawa.
Di Indonesia, brand UMKM kita juga nggak tinggal diam. Brand-brand lokal kita juga turut bergerak membantu masyarakat yang kena pandemi.
“Saya rasanya mau nangis saat denger seorang temen brand lokal yang bilang bahwa mereka masih memikirkan bagaimana agar usaha mereka nggak tutup supaya para pekerja dan keluarganya masih bisa makan,” ujar Tika soal ketangguhan brand lokal kita.
Pandemi ini menjadi momen saat kita bisa menyaksikan bagaimana brand-brand ada yang harus tumbang dan mati tetapi juga di saat yang sama lahir brand baru. Apalagi masyarakat Indonesia juga memiliki modal sosial yang kuat dan semangat positifnya yang kuat.
Cokelat Ndalem, sebuah brand lokal, menjadi salah satu contoh yang menurut Tika bisa menunjukkan bahwa brand Indonesia juga memiliki empati yang tinggi saat pandemi.
“Mereka meluncurkan inisiatif namanya Tulung Tinulung, sesuai asal brand yang dari Jawa. Sisi kemanusiaan itu dituangkan oleh si pemilik brand ke brand dalam bentuk hadiah cokelat untuk para nakes yang bisa dinikmati di waktu senggang mereka,” ungkapnya.
Pemilik brand lain yang juga berempati di saat pandemi berkecamuk ialah Anne Avanti yang dikenal sebagai desainer kebaya yang rancangannya dipakai kalangan atas di negara ini.
Pandemi juga menjadi momen saat banyak brand UMKM baru muncul karena sebagian masyarakat yang terkena PHK massal dan kehilangan pekerjaan mesti mencari nafkah di rumah.
Atas kemunculan brand baru UMKM ini selama pandemi kita harus syukuri karena itu menunjukkan betapa tangguhnya bangsa ini dalam menghadapi berbagai keterbatasan dan ancaman di sekelilingnya.
“Namun masalahnya, seberapa lama mereka bakal sustain?” tanya Tika secara retoris. Tentunya ini bakal jadi PR bersama kita.
Untuk bisa bertahan dan berusia panjang, selain empati brand-brand kita tampaknya perlu mengintensifkan satu strategi lainnya. Dan ini yang akan mengantar kita ke poin berikutnya.
Dalam perjalanannya sebagai aktivis brand lokal, Tika ditemukan dengan Arto Biantoro, seorang sosok yang lebih senior baginya yang juga memiliki ketertarikan di dunia yang sama.
Mereka kemudian memutuskan untuk berkolaborasi. “‘Mau nggak kamu bikin program dan kita kasih nama Brand Adventure Indonesia?’ mas Arto nawarin saya dulu. Saya sambut dengan senang hati,” terang Tika menjelaskan asal mula gerakan brand lokal ini.
Brand Adventure Indonesia dibentuk sebagai sebuah perkumpulan yang bertujuan untuk memberikan kontribusi pada perkembangan brand lokal Indonesia. Di samping BAI ini, Tika juga tergabung dalam IBAN (Indonesian Brand Activists) yang menurutnya menarik.
Karena panggilan jiwanya yang kuat untuk berbagi ilmu brand, Tika nggak segan memaksimalkan media sosial saat pandemi. Di Instagram, Tika yang sehabis belajar apapun memerlukan teman diskusi ini aktif memberikan teori dan ilmu branding serta mewawancarai para pemilik brand lokal.
Satu konsep menarik yang sekarang ini sedang muncul di mata Tika ialah co-branding, yakni saat brand yang ada saling menjalin kolaborasi dan kerjasama yang saling menguntungkan.
“Zaman dulu konsepnya itu lebih kompetitif. Selalu bersaing antarbrand. Tapi sekarang udah beda,” tuturnya.
Konsep co-branding ini sendiri merupakan sebuah strategi pemasaran yang memanfaatkan nama-nama brand sebagai sebuah kerjasama yang menguntungkan semua pihak.
Di Indonesia sendiri , konsep ini kata Tika sudah diwujudkan dalam gotong royong. Dan kalau mengamati perkembangan dunia branding sekarang, kita bisa lihat kolaborasi brand-brand lokal dengan selebgram-selebgram Indonesia. Kita bisa saksikan ada brand kosmetik yang menggandeng sejumlah selebritas.
Untuk makanan ringan, kita bisa lihat kerjasama ciamik antara Citato dan Indomie Goreng yang membuat penggemar kedua makanan ini bersatu padu.
Rans milik Raffi Ahmad dan Nagita Slavina juga tercatat bekerjasama dengan Garuda. Efeknya menaikkan reputasi kedua brand bersamaan. (*/)