In Depth

EMANGNYA NILAI ADALAH SEGALANYA, YA?

Orang tua sering bilang harapan-harapan seperti kita harus dapet nilai bagus, dapet 100, ranking satu di sekolah, diterima di universitas ternama, dan dapet gaji dua digit di awal umur 20-an. Pertanyaannya, apakah nilai seberpengaruh itu terhadap hidup kita?

title

FROYONION.COMAsian parents atau para orang tua Asia seringkali dikenal sebagai orang tua yang strict banget kalau soal nilai dan pendidikan. Sebenernya nggak cuma pendidikan sih… Asian parents bahkan dikenal suka menerapkan pola asuh yang toxic buat anak-anaknya.

Dilansir dari Psychology Today, katanya orang tua Asia itu identik sama cara asuh yang suka mengkritik dengan kedok peduli. Makanya nggak heran kalau anak-anaknya jadi tertekan begete soal banyak hal. Mulai dari pertemanan, nilai di sekolah, masa depan, sampe cara berdiri juga bisa dikritik.

Terlepas dari cara asuh orang tua kita yang mungkin juga begitu, dorongan orang tua kita untuk dapetin nilai bagus dan berprestasi di sekolah sering buat kita burn out sendiri. Mungkin lo yang masih sekolah dan tinggal satu atap dengan orang tua juga lagi ngerasain ini.

Kalau kata mereka sih, nilai yang bagus bisa nentuin masa depan lo kayak gimana. Tapi, emang bener ya? Apakah nilai jadi segala-galanya? Apakah ranking 1 di sekolah menjamin kita jadi orang sukses?


KATA MEREKA SOAL TUNTUTAN ORANG TUA

Mewawancarai beberapa orang soal hal ini, gue dapet beberapa perspektif berbeda dan unik. Pertama dari Lisa yang merasa kalau orang tuanya nggak termasuk sebagai toxic parents. 

“Kalau orang tua gue nggak pernah nuntut gue untuk selalu dapet nilai bagus, ranking, dan nyuruh gue untuk kuliah sesuai kemauan mereka. Mereka dukung gue untuk masuk jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) karena mereka juga tahu kalau gue emang punya potensi di bidang itu,” jelas Lisa. 

Semasa SMA Lisa juga bilang kalo dia nggak termasuk siswi yang pinter-pinter amat. Punya orang tua yang pengertian dan nggak neken dia untuk berdarah-darah cuma demi nilai juga suatu berkah yang dia syukuri. 

Sonia juga merasakan hal yang mirip-mirip. Walaupun orang tuanya kerap kali mengutarakan pendapat mereka soal jurusan kuliah dambaan layaknya orang tua lain, seperti kedokteran dan hukum, Sonia bilang kalau mereka nggak pernah maksa.

“Kalau mama pernah bilang supaya gue masuk Jurusan Kedokteran. Papa juga pernah nanyain gue dan adik gua pengen kuliah Jurusan Hukum atau enggak. Tapi mereka nggak pernah yang maksa banget sampe bikin gue stres. Pada akhirnya gue kuliah DKV pun mereka tetep ngedukung gue,” katanya.

Kalo dilihat-lihat, Lisa sama Sonia beruntung banget punya keluarga yang pengertian dan nggak menuntut berlebihan kalo soal pendidikan. 

Berbeda dengan Garry yang cerita kalau orang tuanya termasuk bukti hidup dari fenomena Asian parents. 

“Orang tua gue termasuk orang tua yang strict kalau soal nilai. Dari kecil kalau ada PR atau tugas selalu dicek dapet nilai berapa. Kalo nilai gue di bawah KKM selalu ditanyain kenapa bisa dapet nilai jelek. Efeknya gue jadi sering nyalahin diri gue sendiri dan mempertanyakan letak salah gue di mana,” kata Garry.

Garry ngaku kalau kebiasaan orang tuanya ini masih berlanjut sampai sekarang. Dia juga seringkali ngerasa sedih dan down waktu ngeliat temen-temennya yang punya kehidupan lebih bebas dari dirinya. 

Tentunya perasaan yang dirasakan Garry juga pernah kita rasakan. Mungkin lo yang sedang baca ini mengalami hal yang serupa dengan Garry. Kadang kita bingung ngadepinnya gimana. Kalo ngelawan nanti jadi anak durhaka, kalo nggak ngutarain pendapat dan apa yang kita inginkan juga jadi penyakit buat diri sendiri.

Kayak buah simalakama, cara ngerespon orang tua soal hal ini jadi serba salah. Maju kena, mundur juga kena.

Tapi mungkin, beberapa fakta di bawah ini bisa membantu lo untuk memperjuangkan masa depan lo di depan orang tua lo. Karena faktanya….

NILAI BUKAN PENENTU KESUKSESAN LO

Dilansir dari College Express, ternyata nilai bukan segala-galanya kok. Bukan hal terpenting di dunia ini sehingga kita harus rela mengorbankan banyak hal untuk mencapai nilai terbaik.

TAPI, nilai masih penting. Penting untuk memudahkan lo masuk sekolah atau universitas bereputasi bagus, penting untuk bantu lo dapet beasiswa, dan penting untuk ngelolosin lo di tahap seleksi administrasi dari perusahaan yang lo lamar.

“Nilai bukan segalanya, tapi punya nilai bagus bisa bikin lo dapet privilege.”

Di Indonesia sendiri, sayangnya, nilai masih memegang peran penting dalam menentukan masa depan lo. Sebut saja yang ikut SNMPTN pasti siswa-siswi yang nilainya gemerlap. Sistem SBMPTN juga masih pakai passing grade untuk nentuin lo lolos atau enggak. Dalam bekerja, nggak jarang kualifikasi yang diminta adalah IPK nggak kurang dari 3,00. 

Dengan kondisi yang kayak gini, kita jadi nggak bisa nyalahin tuntutan orang tua kita yang meminta kita untuk punya nilai yang bagus. Kalo dilihat dari sisi mereka, mungkin mereka cuma mau anaknya sukses dan punya masa depan yang terjamin. At least, dengan berbekal nilai yang bagus dulu. Hanya saja, seringkali cara mengkomunikasikannya kurang tepat sehingga bikin kita tertekan dan burn out. 

Sebenernya untuk menyikapi tuntutan dapet nilai bagus selama sekolah akan balik lagi ke perspektif lo masing-masing. Kalo di Indonesia mungkin ‘nilai’ yang dimaksud lebih ke nilai Matematika dan IPA aja sebagai penentu kecerdasan seseorang. Padahal ada juga anak yang nggak berbakat di kedua bidang itu, tapi punya talenta besar di bidang seni sehingga nilai seninya paling tinggi di kelasnya.

Toh sebenernya, banyak orang sukses yang nggak sukses selama masa sekolahnya, kok. Contohnya penemu lampu yang menerangi hari-hari kita, Thomas Alva Edison. Waktu sekolah dia sempet dibilangin sama gurunya kalau dia terlalu bodoh untuk belajar. Nggak tahu aja tuh guru udah ngatain salah satu penemu paling berprestasi di dunia. 

Contoh lainnya adalah Walt Disney yang karya-karyanya masih asri sampe sekarang. Dia pernah dibilangin kalau imajinasi dan ide-idenya jelek. Siapa tahu lo juga termasuk orang yang suka seni dan pernah dapet perkataan begitu, Disney membuktikan kalo bisa konsisten dan tekun, kita juga bisa sukses. 

Masih banyak tokoh-tokoh sukses lainnya yang ternyata nggak peringkat satu di sekolahnya. Bahkan salah satu temen gue (yang nggak mau disebut) nggak kuliah. Sempet berantem sama orang tuanya karena pengen langsung kerja. Tapi ternyata dia  jadi salah satu orang paling bijak yang gue tahu. 

Bukannya pengen ngedorong lo untuk males-malesan di sekolah dan jadi nggak mentingin nilai sama sekali. Tapi di samping dapet IPK 4,00 masih ada banyak hal yang perlu diperhatikan dan dikembangkan.

Banyakin nongkrong, supaya circle pertemanan lo luas. Nantinya kalo lo butuh sesuatu, lo jadi punya kenalan yang bisa bantuin lo. Banyakin main ke luar rumah dan lihat realita hidup. Ngobrol lah sama para pedagang kaki lima, satpam, atau mungkin polisi cepek di deket rumah. Pahami kehidupan mereka, hargai perjuangan mereka. Dengan begitu lo akan jadi lebih paham tentang warna-warni kehidupan ini. Lo bisa jadi lebih sadar kalau dunia jauh lebih luas dari yang lo kira.

Ada banyak cara untuk jadi pinter. Nggak terbatas dengan belajar di meja sampe larut malem dan pegang medali olimpiade matematika. Jadi, untuk lo yang struggle soal nilai, jangan cepet-cepet berkecil hati. Cari tahu cara yang terbaik untuk bisa ngedorong diri lo berkembang. Kalau cara itu bukan untuk jadi siswa atau siswi berperingkat tinggi di sekolah, lo nggak perlu mengejar itu dengan membabi buta.

Yang terlebih penting, ketahui passion lo dan berjuanglah untuk itu. Kalo lo hobi musik, teruslah bermain musik. Kalau lo ternyata hobi nulis, teruslah menulis. Jangan padamkan api passion lo sebelum lo membuktikan kalo ternyata lo mampu untuk mengejar itu. 

“Kalau lo punya orang tua yang juga suka nge-drive lo dalam hal pendidikan, ikuti dulu aja omongan mereka. Hargai mereka dan dapatkan restu serta doa mereka. Setelah itu kalau lo mau berjuang untuk passion lo, insyaAllah akan lancar karena lo berbekal restu dari orang tua,” pesan Garry untuk kita semua yang menutup artikel kali ini. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Grace Angel

Bercita-cita menjadi seperti Najwa Shihab. Member of The Archipelago Singers.