Banyak anak muda Indonesia yang gampang 'kemakan' sama konten yang receh dan judulnya clickbait. Apakah selera anak muda emang 'segitunya'?
FROYONION.COM - Ngomongin soal konten-konten yang disukai sama anak muda Indonesia, pasti nggak jauh-jauh dari konten yang menghibur tapi juga menarik.
Tapi kalo ngomongin menghibur dan menarik, relatif kan ya? Ada yang nganggep konten review buku yang dibuat sama Maudy Ayunda itu menarik. Ada juga yang nganggep video podcast kontroversialnya Deddy Corbuzier adalah definisi menghibur.
BACA JUGA: KONTROVERSI DEDDY CORBUZIER VS MEYDEN: DAMPAK TERLALU OVERSHARING DAN KURANGNYA EMPATI?
Gara-gara terlalu relatif ini, para kreator konten jadi nyari jalan pintas. Demi konten mereka bisa booming, mereka akhirnya mengambil treatment konten yang paling viral aja. Apalagi kalo bukan konten-konten dengan judul clickbait dan ngebahas hal-hal ‘receh’. Gara-gara video yang beginian biasanya kurang informatif, akhirnya konotasi konten clickbait dan receh ini jadi negatif juga, Civs.
Jadi apakah seorang kreator konten boleh bikin konten yang clickbait dan ‘receh’ for the sake of virality?
Biar jawabannya lebih afdol, gue langsung aja mengutip pendapat Putri Tanjung–pengusaha, staf khusus Presiden RI, dan founder CXO Media–di acara YouTube Impact Report 2022 pada Senin lalu (5/12).
Dalam acara yang turut dihadiri sama Susi Pudjiastuti (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia), Bima Arya Sugiarto (Wali Kota Bogor), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), dan dimoderatori oleh Rosi Silalahi, Putri membagikan pendapatnya soal konten clickbait dan ‘receh’.
“Mana ada orang yang mau dengerin pejabat pidato lama-lama? Apalagi kalo bahasanya formal. Makanya receh itu ternyata penting,” tutur Ganjar membuka topik pembahasan soal ‘receh’ ini.
Pentingnya unsur ‘receh’ salam konten kemudian jadi perdebatan bagi keempat pembicara. ‘Receh’ seperti apa yang wajar?
“Mungkin maksud ‘receh’ ini adalah treatment kontennya aja yang dibuat tidak terlalu serius ya. Bukan berarti kontennya nggak ada isi,” timpal Rosi.
Menanggapi pendapat Rosi, Putri membagikan pendapatnya lewat pengalaman di CXO Media.
“Jadi salah satu program di CXO Media itu bareng sama Deddy dan Raditya Dika. Suatu hari aku ditelepon sama Deddy dan dia marah. Katanya, kenapa judul kontennya nggak clickbait? Harusnya kalo ada gue bisa 5 juta nih, lah ini cuma 500 ribu views. Dia juga marah karena nama programnya Tanyaku Terjawab Sudah dan menjawab pertanyaan ‘receh’ yang sebenernya kita sambungin ke sejarah Indonesia. Dari situ kita definisikan lagi arti clickbait dan ‘receh’ itu,” ceritanya.
Ternyata berdasarkan survei yang dihelat oleh Putri dan tim CXO Media, sebenernya anak muda zaman sekarang butuh konten yang gampang dicerna, menghibur, tapi dapet sesuatu. Inilah definisi ‘receh’ yang kami dapat.
Tapi di sisi lain, banyak loh anak muda yang haus akan konten yang sesuai dengan values mereka, konten yang lebih padet isinya. Nah, sekarang karena algoritma konten mengarah ke clickbait, para kreator konten jadi kebawa sama arus itu.
“Justru authenticity (keaslian) kita sebagai kreator konten itu yang paling penting. Stay true to our values, be original, sehingga kita bisa beda sama kreator konten lain,” pungkas Putri mengundang riuh tepuk tangan peserta yang hadir.
Jadi terjawab sudah apakah jadi kreator yang clickbait itu penting atau enggak. Terlebih, bikin thumbnail dan judul konten YouTube yang clickbait mungkin akan mengundang banyak penonton. Tapi bukannya itu hanya sementara?
Kalo isi konten kita nggak sesuai dengan thumbnail dan judulnya, malah-malah kita sebagai kreator konten bisa dicap sebagai penyebar hoax. Padahal, sebagai kreator konten kita juga punya tanggung jawab sosial yang kita emban. Kita punya dampak yang kita timbulkan ke masyarakat.
Ngomongin soal dampak, Magdalena–seorang food blogger di YouTube–juga membagikan kiatnya untuk bisa berkontribusi kepada UMKM makanan di sekitarnya.
“Awal-awal nge-YouTube aku pernah nyamperin penjual bakso di pinggir jalan yang ternyata dia itu mantan chef salah satu hotel mewah di Jakarta. Anehnya lapaknya selalu sepi. Akhirnya aku inisiatif bikin konten makan bakso dia dan setelah videonya viral sekarang udah ribuan orang makan bakso yang dia bikin. Ngeliat ini, aku sadar bahwa aku bisa bantuin UMKM makanan di sekitarku untuk lebih sejahtera lagi. Aku rasa kreator konten yang lainnya pun bisa berdampak bagi komunitas di sekitar mereka dengan cara masing-masing,” tuturnya saat ditemui tim Froyonion.
Jadi bisa kita lihat kalo bahkan menurut para kreator konten sendiri, ‘receh’ dan clickbait itu bukan sesuatu yang esensial. Justru authenticity dan impact seorang kreator konten kepada sekitarnyalah yang patut diperhitungkan, Civs. (*/)