In Depth

DOLLY, RIWAYATMU KINI?

Siapa yang tak familiar dengan kata "Dolly"? Ya semua orang pasti tahu lokalisasi prostitusi terbesar di Asia Tenggara ini, tapi bagaimana nasibnya saat ini setelah beberapa tahun yang lalu Dolly ditutup dan dibanguni Islamic Centre? Kemanakah para mucikari dan PSK mencari peruntungan tuk meneruskan hidup mereka?

title

FROYONION.COM - Lokalisasi yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda ini merupakan lokalisasi dengan laju perkembangan yang pesat, di beberapa tahun setelah berdiri yang didirikan oleh sepasang suami istri keturunan Belanda yang berada di daerah Jarak, Pasar Kembang, kota Surabaya. Sang suami yang berlatar belakang sebagai mantan pelaut dari Belanda bisa saja turut andil besar dalam pembukaan lokalisasi di daerah Surabaya tersebut, yang kemudian lambat laun dikenal sebagai kawasan Dolly, karena si istri sebagai mucikari ini bernama asli Dolly Van Der Mart. Lokalisasi yang pada awalnya hanya sebagai tempat “bermain” bagi para tentara Belanda waktu demi waktu banyak orang pribumi yang “bermain” ke lokalisasi milik nyonya Dolly.

Lokalisasi yang kemudian dikenal sebagai kawasan Dolly ini berkembang dengan pesat sehingga mengalahkan beberapa lokalisasi di Thailand. Cara menjajakan PSK di Dolly ini begitu unik, jadi para PSK di-display di suatu ruangan yang dari luar hanya berdinding kaca, ketika para pembeli mulai memasuki gang Dolly dia akan melihat para perempuan yang dijajakan dan memilih sendiri secara langsung serta bertransaksi tawar menawar di tempat secara langsung dengan mucikari ataupun PSKnya langsung. 

Pada tahun 2014 lalu, terdengar berita bahwa kawasan lokalisasi Dolly akan ditutup, mendengar hal tersebut para preman, mucikari dan para PSK melakukan penolakan secara gencar, hingga salah satu band dari Surabaya bernama Silampukau pun merilis sebuah lagu berjudul Si Pelanggan di dalam album Dosa, Kota dan Kenangan yang album tersebut dirilis pada bulan April 2015. Di dalam lagu Si Pelanggan ini Eki dan Kharis (personil Silampukau) berbicara tentang jasa dan nasib Dolly ketika akan ditutup oleh walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Dimana Dolly adalah tempat penuh kenangan, tempat berlari para lelaki yang butuh asupan kasih sayang, pelarian dimana cinta tak harus merasa memiliki dan sakit hati. 

Dolly saat ini masih belum selesai, tetapi tak seterang-terangan dahulu sebelum ditutup, permainan transaksi masih terjadi secara terselubung meski tak semasif dahulu, tak seramai dulu ketika masyhur Namanya. Setelah ditutupnya Dolly oleh pemerintah kota Surabaya ada beberapa orang yang bersyukur ada juga yang kebingungan. Bersyukur karena prostitusi secara terang-terangan telah ditutup, di sisi lain banyak juga yang kehilangan mata pencahariannya, meskipun pihak pemerintah kota Surabaya telah memberi wadah pelatihan kerja tetap saja banyak yang lebih nyaman dengan mata pencaharian sebelumnya. Dolly yang saat ini bukan seperti dulu, meskipun masih terjadi prostitusi terselubung dengan cara lama maupun melalui aplikasi.

Di dekat bekas lokalisasi Dolly kini telah dibangun Islamic Centre, tempat kegiatan keagamaan sering dilaksanakan di sekitar situ. Mungkin demi mengurangi pergerakan prostitusi secara terang-terangan maupun tersembunyi yang masih berjalan hingga saat ini. 

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa pemerintah kota Surabaya lebih memilih menutup lokalisasi Dolly dan tidak merawatnya seperti yang terjadi di Pasar Kembang atau Sarkem di Jogja.

Pilihan pemerintah kota Surabaya untuk menutup Dolly disebabkan adanya keinginan menjadikan kota Surabaya menjadi kota yang bersih dari prostitusi dan mengalihkan pekerjaan para PSK, mucikari dan preman ke yang lebih aman (versi pemerintah kota Surabaya).

Dolly adalah wujud dari pergerakan masyarakat kelas bawah mencari kesejahteraan, tempat suaka bagi seorang lelaki yang tuna asmara, tetapi nasib Dolly kini tinggal hanya cerita yang mulai tergerus dengan prostitusi online yang sedang marak dan masif perkembangannya. Meski masih ada beberapa prostitusi terselubung tetap saja Dolly tak sejaya dahulu Namanya, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mencicipi “jajan” di Dolly. Mungkin saja Dolly akan menjadi kenangan masyarakat Indonesia atau bahkan hanya masyarakat Surabaya yang selalu diceritakan turun-temurun ceritanya. Sebab, tak ada lagi cinta satu malam, tak ada lagi pagi yang ditunda atas dasar kenikmatan cinta.

Dolly oh Dolly, tinggal cerita tanpa cinta yang tercipta…(*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Imam Luqman

Mahasiswa Sastra Indonesia tingkat akhir di salah satu kampus negeri di Surabaya, anggota masyarakat urban di Surabaya dan aktif di kesenian teater dan film pendek