In Depth

DARI KOPI KENANGAN HINGGA STARBUCKS: KENAPA SIH BRAND KOPI PADA BIKIN VERSI KALENGAN?

Akhirnya Starbucks ngeluarin produk kopi kalengan versi BPJS. Namun di balik produk RTD (Ready to Drink) itu, ternyata banyak brand kopi lain yang menggunakan metode serupa. Apa ya alasannya ya Civs?

title

FROYONION.COM - Belum lama ini isi timeline gue dipenuhi dengan kopi Starbuck yang launching produk RTD (Ready to Drink) dalam versi kalengan. Melihat dari harganya yang senilai 15 ribu,  Starbucks versi kalengan ini berusaha menargetkan market yang lebih luas terutama bagi anak muda yang belum nyeruput kopi Starbucks dengan alasan mahal.

Meskipun Starbucks juga pernah mengeluarkan minuman ready to drink mereka dalam kemasan botol kaca, pada saat itu harganya masih terbilang mahal. Ya, harganya itu masih sebelas duabelas dengan harga kopi di tokonya langsung. Nggak heran sih metode ini kurang berhasil aja bagi gue. 

Bicara mengenai metode, sebelum Starbucks dengan kopi versi kalengan mereka, brand kopi lain juga menggunakan hal yang serupa dalam menjual produk kopi mereka dengan versi kalengan. Salah satunya Kopi Kenangan. 

Kira-kira menurut lo, apa sih spesialnya metode kalengan ini sehingga banyak digunakan brand kopi lain, Civs?

1. TARGET MARKET LEBIH LUAS

Dengan mengubah cara penjualan yang awalnya cuman bisa didapatkan di tokonya langsung ke versi kalengan yang bisa didapatkan di toko manapun, produk kopi ini bisa dijangkau oleh seluruh peminum kopi di Indonesia baik dari kalangan tua ke muda, dan kalangan pekerja hingga bahkan pengangguran.

Menariknya ialah ketika ada brand yang berada di posisi premium, kemudian menurunkan produknya ke bawah, menurut gue itu cara yang briliant dalam menjangkau konsumen yang lebih luas. 

Lo bisa lihat cara yang digunakan Apple ketika merilis iPhone XR, ketika banyak konsumen yang pengen dapetin akses fitur yang ada di iPhone X namun dengan harga yang lebih terjangkau, Apple langsung memperkenalkan seri XR. Dengan spek yang hampir sama, baterai yang lebih tahan, warna lebih bervariasi dan paling terpenting harga yang paling murah ngebikin banyak konsumen lebih memilih XR sampai sekarang.

Begitupun dengan Starbucks atau brand kopi lain, dengan menurunkan standar harga produk mereka dalam versi kalengan, dapat mempermudah mereka dalam menjangkau pasar yang lebih luas dan tentunya dengan ketersediaan produk secara masif. 

2. PASAR (RTD) READY TO DRINK LAGI HYPE-HYPENYA
kopi.PNG

Kopi siap minum seperti kopi kalengan memang sedang digemari oleh masyarakat Indonesia. Seperti yang dilansir dari DataIndonesia.id pangsa pasar kopi RTD di Indonesia mencapai 248,4 juta liter pada tahun 2020 meskipun turun 0,6% dari tahun sebelumnya karena efek pandemi. Namun kopi kalengan ini masih menjadi primadona bagi masyarakat di Indonesia.

Melihat dari data tersebut,  wajar sih ya banyak brand kopi yang mengeluarkan produk versi kalengan mereka untuk dijual di berbagai toko. Tapi kenapa sih kopi RTD banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, Civs ?

3. MURAH, EFEKTIF, EFISIEN

Dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang suka simpel dan banyak mikir ketika barang itu dinilai mahal, ngebikin produk kopi kalengan atau RTD ini menjadi pilihan yang bijak bagi mereka, terutama bagi anak muda Indonesia yang nggak suka ribet.

Biasanya kopi Starbucks hanya bisa dinikmati di tokonya langsung dengan harga yang dimulai dari 40 ribuan, sekarang lo bisa nikmatin kopi itu di toko manapun dengan harga 15 ribuan, siapa sih yang gak mau ? Apalagi bagi anak-anak senja yang udah bosen ama kopi item.

Selain itu dengan model kalengan yang lebih simpel tentu banyak digemari anak muda dengan mobilitas yang lebih tinggi. Dengan menyediakan bentuk kemasan, kopi Starbucks jadi makin mudah dijangkau dan dibawa ke mana-mana. Lebih efisien dan anti ribet, bukan ? Ngomongin soal rasa? Kebetulan gue udah nyoba rasa mocha, rasa kopinya lebih soft jadi cocok bagi lo yang gak terlalu suka kopi. 

Gimana, Civs? Lo tertarik dengan metode penjualan mereka atau tertarik membeli kopi kalengan mereka nich? (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Bayu Dewantara

Mahasiswa UI(n) Jakarta, Content Writer, Civillion, Penulis buku antologi "Jangan Bandingkan Diriku" dan "Kumpulan Esai Tafsir Progresif"