In Depth

COWOK RELIGIUS LEBIH SERING NONTON VIDEO BOKEP, EMANGNYA IYA?

Sebagian orang bilang, orang religius cenderung lebih sering nonton video bokep. Namun, sebagian yang lain bilang, kalau kebiasaan menonton video bokep enggak memandang latar belakang orang tersebut. Yang betul yang mana, ya?

title

FROYONION.COM - Nonton video porno atau bokep biasanya dilakukan di waktu malam hari sebelum tidur. Berdasarkan data yang Pornhub sajikan, orang yang biasa mengakses video bokep di website-nya paling banyak adalah kalangan usia 18-44 tahun.

Pornhub adalah salah satu perusahaan yang punya banyak data pengguna karena ternyata, banyak juga yang mengkonsumsi video bokep. Setiap tahun, website Pornhub merilis ulasan terkait “kategori yang paling banyak dicari” dan seluruh data lainnya.

Ada data yang menarik pada 2019 yang menyatakan bahwa di Amerika Serikat sembilan negara bagian yang menonton video bokep paling lama per kunjungan adalah negara-negara bagian yang ada di Sabuk Injil

Sabuk Injil adalah istilah yang digunakan untuk menyebut negara-negara bagian dari Amerika Serikat yang didominasi oleh budaya Kristen Protestan Evangelis konservatif.

Sebuah tim peneliti yang beranggotakan Nicholas Borgogna dan Ryan McDermott di University of Southern Alabama, dan Anthony Isacco di Chatham University ingin lebih memahami hubungan antara religiusitas dan kebiasaan mengkonsumsi konten pornografi alias video bokep pada cowok heteroseksual. 

Mengutip dari Big Think, studi mereka yang menyoroti keadaan psikologi individu-individu religius tersebut diterbitkan ke dalam jurnal Sexual Addiction & Compulsivity

Satu gagasan lama melibatkan "celah orgasme." Sebuah studi 2014 bilang kalau cowok mencapai orgasme dalam 85% hubungan seksual, sedangkan cewek hanya 63%. Konten pornografi pun demikian. Sebagian besar video berfokus pada kesenangan aktor cowok. 

BACA JUGA: NONTON BOKEP BIKIN BAHAGIA?

Peneliti melaporkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi konten pornografi atau video bokep berkaitan dengan penyakit fungsional, seperti masalah hubungan, masalah kesehatan mental, kurangnya keintiman emosional, serta seksisme dan agresi. 

Pada 2017, spesialis media asal Los Angeles bernama Derek Beres menghadiri konvensi pornografi di Las Vegas untuk membahas masa depan seks melalui lensa realitas virtual (virtual reality). Brian Shuster, pendiri HoloGirlsVR, memperingatkan tentang bahayanya kalau lo percaya bahwa kehidupan nyata sama dengan yang lo lihat di layar.

Berbicara tentang cowok remaja yang bergulat dengan seksualitas yang baru ditemukan, Shuster berkata, “Gadis-gadis yang mereka temukan tidak seperti gadis-gadis yang mereka lihat di video. Pengalaman seksual pertama adalah kekecewaan di kedua sisi (cowok dan cewek); mungkin seribu pengalaman seksual pertama yang dimilikinya adalah dengan komputer mereka.” 

Shuster menambahkan, “Mereka mengaku bersedia berhubungan seks dengan orang sungguhan, tetapi tidak siap untuk berkomitmen pada tingkat tersebut, serta kemungkinan penyakit dan kehamilan untuk pengalaman seksual yang relatif buruk."

BACA JUGA: FENOMENA RENTAL BOYFRIEND DI KALANGAN ANAK MUDA UNTUK MENGATASI KESEPIAN

Tim peneliti kemudian ingin mengetahui “apakah cowok religius yang menjadi kecanduan melanggar kode moral?” Para peneliti berspekulasi bahwa cowok religius mengalami tekanan psikologis karena melanggar etika keyakinan mereka, saat melihat materi yang dilarang. 

Borgogna dan kru merekrut 224 responden untuk mengukur sembilan item yang dilaporkan, seperti perasaan kompulsif, masalah akses, dan tekanan emosional.

Tim peneliti berfokus pada tiga prinsip: gangguan obsesif-kompulsif yang berpusat pada rasa bersalah atau obsesi seputar perfeksionisme agama; ideologi maskulin tradisional; dan rasa mempertahankan sikap diri yang positif secara emosional.

Sebelum membaca tanggapan, mereka berhipotesis bahwa perfeksionisme agama dan ideologi maskulin akan berkorelasi positif dengan kebiasaan menonton pornografi. 

Hasilnya adalah sebagiannya benar. Perfeksionisme agama menunjukkan korelasi tertinggi. Namun, para responden merasa bahwa kemungkinan mereka bisa memaafkan diri sendiri setelah melakukan hal tersebut. 

“Sayangnya,” para peneliti menyimpulkan, “data kami menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak signifikan.” Ideologi maskulin tradisional juga tidak berkorelasi positif. 

Menariknya, Borgogna menemukan bahwa religiusitas tidak terkait dengan frekuensi mengakses video bokep. Menjadi religius tidak berarti lo melihat atau menonton lebih banyak video bokep. 

Namun bagi sebagian penganut agama, mereka percaya bahwa religiusitas bisa menjadi “faktor pelindung” terhadap frekuensi menonton video bokep untuk segmen tertentu dari populasi agama. 

Kesimpulannya adalah gagasan bahwa orang religius menonton video bokep lebih sering adalah tidak valid alias salah. Para peneliti juga mencatat frekuensi menonton video bokep tidak selalu berkorelasi dengan hubungan atau masalah kesehatan mental. (*/)

BACA JUGA: BERHUBUNGAN SEKSUAL TANPA CINTA: SEBUAH WEJANGAN DARI YANG SUDAH MENGALAMINYA

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Fadhil

Content writer Froyonion, suka pameran seni dan museum, sesekali naik gunung