Dengan kelakuan masyarakat kita yang makin nggak bisa ditebak, ditambah ancaman blokir-memblokir website oleh pemerintah kita, apakah semuanya udah tersolusikan dengan tepat?
FROYONION.COM - Nama ‘Ghozali’ di awal tahun 2022 ini pasti jadi nama yang paling sering lo dengar di dunia maya. Dari Instagram sampe ke Twitter, anomali ‘Ghozali Everyday’ ini nampaknya jadi ‘gaung’ bagi sebagian besar masyarakat kita untuk bisa kenalan lebih jauh sama yang namanya NFT.
Tentu, masyarakat di negara kita juga nggak gue pungkiri jadi salah satu yang paling FOMO. Nggak bisa denger satu orang kaya mendadak karena NFT, pasti langsung banyak orang yang pengen ngikutin jejaknya sekaligus berharap akan adanya ‘petir yang menyambar titik yang sama’ untuk kedua kalinya.
Alhasil, marketplace NFT berskala global yang jadi imbasnya.
Diduga karena efek anomali ‘Ghozali Everyday’, ada banyak orang Indonesia yang sembarangan upload foto selfie mirip-mirip kayak Ghozali, dan ini bukan yang seberapa, Civs.
Lebih parahnya, ada orang-orang yang rela untuk mint foto KTP-nya di OpenSea ibarat tuh KTP nggak ada harga dan nggak akan jadi ‘senjata makan tuan’. Apalagi, foto KTP yang di-mint jadi NFT itu bisa lo preview tanpa perlu lo beli terlebih dahulu. Jadi, buat apa orang-orang ini berbondong-bondong berharap jadi Ghozali yang kedua dengan upload informasi sensitif kayak foto KTP?
Baru-baru ini, Kominfo udah memberi peringatan ke marketplace NFT untuk nggak memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar perundang-undangan, dalam konteks ini yaitu penyalahgunaan data pribadi.
Bakal ada ancaman sanksi bahkan sampe ke pemblokiran situs kalo ternyata terbukti platform itu melanggar UU.
“UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta perubahannya dan peraturan pelaksananya, mewajibkan seluruh PSE untuk memastikan platformnya tidak digunakan untuk tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan. Pelanggaran terhadap kewajiban yang ada dapat dikenakan sanksi administratif termasuk di antaranya pemutusan akses platform bagi pengguna dari Indonesia.” terang Dedy Permadi, Juru Bicara Kominfo.
Kominfo juga bakal berkoordinasi sama Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selaku pihak yang punya kewenangan terkait perdagangan kripto di Indonesia.
Dari sini gue jadi bertanya-tanya, sebenernya, udah cukup tepat belum sih langkah pemerintah yang serba ‘blokir sana blokir sini’ ke beberapa situs belakangan ini?
Selain OpenSea, forum jual-beli data pribadi ‘RaidForums’ yang nasibnya ibarat udah di-snap jarinya Thanos, bedanya, Thanosnya ini adalah Kominfo. Dan RaidForums ini udah diblokir sama Kominfo terhitung semenjak adanya kasus kebocoran data pasien BPJS yang di-share di forum ini tahun lalu.
Jujur, kalo untuk RaidForums, pemblokiran ini masih belum menjawab permasalahan dan memberikan solusi yang baik. Transaksi jual-beli masih bisa dilakukan orang-orang luar negeri yang membobol situs-situs kita, bahkan orang Indonesianya pun sendiri masih bisa mengakses RaidForums lewat VPN.
Dalam konteks NFT di OpenSea kali ini, opsi blokir website dinilai terlalu terburu-buru dan menyebabkan lebih banyak kerugian dibandingkan keuntungannya.
Kesamaan dari dua kasus pemblokiran ini adalah kedua-duanya belum mampu memecahkan permasalahan dari akarnya.
Untuk kasus RaidForums dan peretasan secara umum, pemerintah kita nampaknya belum menyebutkan sama sekali tentang apapun yang terjadi di sisi keamanan situs pemerintahan kita yang mudah banget diretas.
Nah, kalo dilihat dari sisi pegiat seni digital Indonesia yang berjualan karyanya di OpenSea, tentunya opsi blokir ini bakal jadi mimpi buruk yang bahkan cenderung mematikan.
Dari sisi pembeli / investor pun sama, OpenSea merupakan salah satu marketplace dengan reputasi yang cukup baik di dunia. Nggak heran, banyak artists dan collectors yang memilih menggunakan situs ini untuk transaksi jual-beli karya.
Bisa lo bayangkan seandainya OpenSea diblokir di Indonesia, tentunya bakal jadi malapetaka buat para stakeholder di dunia seni digital. Potensi ekonomi yang bisa tercipta karena adanya marketplace ini cukup besar menurut gue.
Gue paham bahwa NFT juga bergantung sama yang namanya komunitas. Bahkan, seandainya OpenSea mati pun hari ini, buat para artists yang punya komunitas yang loyal pasti bakal tetep sukses di marketplace lain.
Tapi, keputusan pemerintah yang terlalu cepat menindak ini gue rasa emang nggak tepat. Alih-alih membahas permasalahan dari sisi masyarakat yang sebegitu mudahnya memberikan data pribadi di internet, pemerintah malah menunjuk OpenSea yang harus dibenahi dengan cara diblokir.
Permasalahannya, dengan diblokirnya salah satu marketplace macam OpenSea, masyarakat kita tetep bakal cari marketplace lain untuk mint foto KTP atau apapun itu yang bersifat pribadi dan nggak boleh dibagikan di internet. Yap, permasalahannya emang tetap ada di masyarakat itu sendiri.
Sebelum ada ‘Ghozali’, sejujurnya gue ragu banget kalo ada orang di dunia ini yang dengan sengaja mint foto KTP, atau data penduduk apapun yang bersifat private sebagai NFT. Alasan kenapa semua ini terjadi itu gampang untuk dijawab, balik lagi, karena masyarakat kita FOMO sama yang lagi happening dan nggak pengen ketinggalan ‘kereta’-nya juga.
Jadi, daripada pemerintah hanya memikirkan solusi sebatas memblokir marketplace-nya, mending pemerintah bantu mengedukasi masyarakat kita tentang do’s & don’ts di dunia NFT, terlebih karena metaverse juga lagi digencar-gencarkan sama pemerintah kita.
Sedikit ironis karena literasi digital juga masih sangat diperlukan buat masyarakat kita. Di saat negara-negara lain udah bersiap menyambut metaverse, masyarakat kita bahkan masih nggak bisa bedain mana yang boleh dan nggak boleh di-share di internet. Kalo pemerintah lebih memilih untuk memblokir website ini, jujur gue berpikir malah akan membuat kita semakin terbelakang dibandingkan negara lain.
Sebelum menggencarkan ‘go metaverse’ yang bahkan masih terdengar asing di telinga mayoritas masyarakat kita, langkah pertama yang lebih baik dilakukan sama pemerintah adalah mengedukasi masyarakat tentang dunia digital dengan metode komunikasi yang ‘masyarakat banget’ tanpa ada gimmick-gimmick bahasa yang ‘ketinggian’ dan terkesan intelektual banget. Tentunya komunikasi model ini bisa kerasa lebih personal dan ada ikatan emosional yang terbentuk antara pemerintah dan masyarakat.
Efek positifnya nggak bakal instan, tapi dalam jangka panjang tentunya bakal lebih efektif. Ada opsi untuk mengedukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tanpa harus mengorbankan OpenSea untuk diblokir.
Buat apa memblokir situs-situs ini kalo sisi keamanan dan pengetahuan kita aja masih lemah?
Nah, kalo menurut lo, solusi apa sih yang paling masuk akal dan nggak merugikan berbagai pihak di permasalahan kali ini, Civs? (*/)