Katanya rasa sedih itu harus diapresiasi. Tapi kebanyak orang malah mengusir rasa sedih itu. Terkadang ketika mencoba memaknainya, malah kita yang terbawa arus dan tenggelam ke dalamnya. Terus gimana dong?
FROYONION.COM - Kalo lagi sedih, biasanya lo ngapain sih?
Dengerin lagu galau? Nangis seharian di kamar? Nggak nafsu makan? Atau malah pasang topeng biar kelihatan bahagia dan orang lain nggak tahu kondisi mental kita yang sebenarnya?
Kalo menurut Adjie Santosoputro, penulis buku Mengheningkan Cinta sekaligus praktisi mindfulness dan kesehatan mental, kesedihan seharusnya bisa dirangkul selayaknya kita merangkul gembira.
Menurutnya rasa sedih seringkali disikapi dengan dihindari bahkan diusir. Padahal selayaknya perasaan-perasaan lainnya, rasa sedih juga harus bisa kita sambut, sadari, dan rasakan.
Ketika rasa sedih itu datang, sadari dan akui bahwa kita sedang merasa sedih. Justru tidak baik jika kita punya kebiasaan untuk mengusir kesedihan itu. Ada yang malah lari ke minuman keras, obat-obatan terlarang, atau kecanduan hal lain kayak game, pornografi, dan sebagainya.
Hanya karena ke-skip untuk merangkul kesedihan, bisa ngerembet ke mana-mana. Jadi tambah berabe kan?
BACA JUGA: MAU KONSULTASI PSIKOLOG TANPA BIKIN KANTONG JEBOL? INI ALTERNATIFNYA!
“Banyak orang ketika sedih itu malah nggak mau merasa sedih, mengusir kesedihan. Cara untuk mengapresiasi sedih adalah dengan menyadarinya. ‘Oh selamat datang sedih.’ Supaya rasa sedih itu punya ruang untuk release dengans sendirinya,” tutur Adjie saat ditemui tim Froyonion di IdeaFest 2022.
Tapi maksud merangkul di sini bukan berarti meromantisasi ya.
Maksudnya, jangan sampe rasa sedih ini membuat kita nggak bisa beraktivitas seperti biasa, nggak mau kerja, nggak keluar kamar, atau bahkan buat makan aja nggak mood. Kalo dibiarkan, rasa sedih ini bisa-bisa menggerogoti kita dan membawa kita mengikut arusnya.
Seperti halnya segala sesuatu di dunia, sedih pun ada batasan cukupnya. Jadi buat lo yang mungkin lagi ngerasa sedih, nggak apa-apa coba saja rasakan dulu rasa sedih itu. Tapi, besok bangkit lagi. Jangan sampai terpuruk terlalu lama.
BACA JUGA: DENGERIN LAGU SEDIH TERNYATA BIKIN LO SENENG
Supaya nggak terpuruk, kita bisa lho meluapkan rasa sedih dengan cara-cara yang positif. Menciptakan karya misalnya.
Seperti Vincent van Gogh, seorang seniman impressionist asal Belanda yang semasa hidupnya cukup banyak mengalami isu kesehatan mental. Van Gogh seringkali meluapkan melalui lukisan-lukisan yang ia ciptakan. Nggak jarang karya-karyanya malah menjadi masterpiece.
Seperti At Eternity’s Gate (1890) yang melukiskan seorang laki-laki yang sedang menangis, menyadari bahwa hidupnya akan mencapai ‘akhir’. Rupanya di tahun yang sama ia menciptakan lukisan ini, di tahun itu pula ia meninggal.
Selain lukisan, ada pula film yang terinspirasi dari pengalaman menyedihkan sutradaranya. Misalnya film karya Ernest Prakasa berjudul Ngenest (2015) yang berangkat dari pengalamannya dirundung karena ia keturunan Tionghoa.
Ernest yang sedari kecil di-bully lewat perkataan hingga perbuatan ini tentu pernah merasa sedih. Namun, ia berhasil meluapkan pengalaman sedihnya ini menjadi karya film yang mampu menghibur banyak orang.
Ada pula musisi lokal, Tulus, sang pembawa lagu Gajah (2014). Mirip seperti Ernest, Tulus pun berhasil menaklukkan pengaman di-bully semasa kecil. Gajah sendiri adalah olokan yang kerap Tulus terima karena badannya yang tinggi dan besar.
Walau sempat menorehkan luka, namun Tulus justru menerjemahkan pengalaman sedih itu menjadi karya yang berhasil membawa pulang penghargaan AMI Award.
Ketiga orang ini berhasil meluapkan rasa sedih mereka lewat karya-karya kreatif. Walaupun belum tentu dengan bikin karya kita nggak sedih lagi, setidaknya kita bisa membuktikan bahwa rasa sedih nggak menghentikan kita untuk berkarya sebagai manusia kreatif. (*/)