Dulunya jualan produk A, eh sekarang malah jualan produk B. Sederet brand yang banting setir ini membuktikan kalau mencoba hal baru itu ternyata seru!
FROYONION.COM - Berubah pikiran itu hal biasa, termasuk dalam hal bisnis. Sekarang jualan produk A, eh besoknya jualan produk B karena dirasa lebih laris dan kekinian.
Mengikuti perkembangan zaman dan kemauan pasar sambil tetap mempertahankan jati diri juga pernah dilakukan sederet perusahaan berikut. Mereka memutuskan untuk mengubah haluan bisnisnya dan tetap mempertahankan bisnis baru itu sampai sekarang.
Beberapa bisnis baru mereka masih berkaitan dengan bisnis lamanya, tapi ada juga yang cukup melenceng dengan usaha pertamanya. Kalian mungkin pernah mendengar sederet brand berikut, tapi pernah kepikiran nggak kalau ternyata dulunya mereka pernah menawarkan produk atau jasa yang berbeda?
Sebelum jadi penyedia layanan streaming, Netflix awalnya menawarkan layanan penyewaan VCD film pada 1998. Konsepnya mirip-mirip rentalan VCD yang pernah booming di awal tahun 2000-an.
Pelanggan bisa memilih mau menyewa VCD film apa berdasarkan katalog yang tersedia. VCD kemudian akan dikirimkan melalui pos ke alamat pelanggan dan harus dikembalikan dalam jangka waktu tertentu.
BACA JUGA: GAGAL BERINOVASI, 4 BRAND SEJUTA UMAT INI NGGAK TERDENGAR LAGI
Seiring perkembangan zaman dan digitalisasi, Netflix nggak lagi jadi tempat penyewaan VCD. Mereka beralih jadi penyedia layanan streaming film terhitung sejak tahun 2007. Katalognya waktu itu masih terbatas dan hanya berisi film-film blockbuster dari studio-studio besar kenamaan.
Perlahan, Netflix memberanikan diri untuk menambah katalog film dalam situs mereka sembari memproduksi original series sendiri. Judul-judul seperti 13 Reasons Why dan Stranger Things sukses membawa Netflix berjaya dan kini mereka semakin dikenal sebagai salah satu platform OTT terbesar.
HP sejuta umat di tahun 2000-an, Nokia, memiliki sejarah panjang sebelum memproduksi telepon genggam. Didirikan pada 1865 oleh insinyur pertambangan Fredrik Idestam, Nokia pada awalnya merupakan perusahaan yang memproduksi bubur kertas.
Idestam lalu bekerjasama dengan rekannya, Leo Mechelin, untuk membentuk Nokia Company pada 1871. Setelah Idestam pensiun, Mechelin sebagai chairman Nokia memperluas ekspansi bisnis ke bidang pembangkit listrik pada 1902.
Nokia Company kemudian menjalin kemitraan dengan perusahaan Kaapelitehdas dan Suomen Gummitehdas pada 1922. Produk Nokia kala itu termasuk respirator yang digunakan untuk militer dan sipil. Ketiga perusahaan ini lalu bergabung membentuk Nokia Corporation dan melakukan restrukturisasi dalam empat unit bisnis meliputi kabel, karet, elektronik dan kehutanan.
Barulah pada awal 1970-an, Nokia resmi merambah industri radio dan jaringan. Peralatan yang diproduksi kala itu mencakup komunikator untuk Pasukan Pertahanan Finlandia, masker gas sampai radio selular profesional. Dari sinilah cikal bakal Nokia mengeluarkan produk ponsel yang mendunia pada masanya.
Penasaran kenapa logo tas mewah favorit para sosialita ini berupa kereta kuda? Ternyata, hal ini ada kaitannya dengan barang pertama yang dijual oleh perusahaan Hermes.
Didirikan oleh Thierry Hermes, seorang pria keturunan Jerman-Prancis pada 1837, Hermes awalnya menjual peralatan berkuda terutama pelana kuda yang terbuat dari kulit. Pelanggan Hermes kala itu berasal dari kalangan bangsawan.
BACA JUGA: SEDERET BRAND INI TARGET PASARNYA PEREMPUAN, PADAHAL FOUNDERNYA LAKI-LAKI
Barulah pada 1918, generasi ketiga Hermes mengembangkan usahanya secara signifikan. Bukan lagi pelana kuda, produk yang dijual waktu itu lebih mengarah pada busana dan aksesoris penunjang seperti jaket golf dengan resleting hingga handbag.
Hermes secara resmi menggunakan kereta kuda sebagai logo mereknya untuk kemasan produk di tahun 1951 dan berfokus pada penjualan tas, aksesoris, perhiasan serta scarf sutra. Kini, Hermes dipimpin oleh generasi keenam Thierry Hermes, Alex Dumas.
Gagasan awal bisnis Nintendo bukanlah video game seperti yang kita kenal sekarang. Didirikan pada 1889 oleh Fusajiro Yamauchi, perusahaan Yamauchi Nintendo & Co kala itu memproduksi Hanafuda atau kartu-kartu bergambar bunga untuk permainan kartu.
Perusahaan ini bahkan sukses jadi produsen kartu paling besar di Jepang. Pada 1951, namanya diubah menjadi Nintendo Playing Card Co. Ltd dan mulai menjual kartu-kartu dengan gambar aneka karakter dari Walt Disney. Setelah kematian Fusajiro, cucunya Hiroshi Yamauchi mengambil alih bisnis dan mulai mengubah haluannya.
Masih menjual kartu sebagai bisnis sekunder, perusahaan yang kemudian diubah namanya menjadi Nintendo Company Ltd itu mencoba peruntungan di bidang bisnis permainan berteknologi canggih. Pada 1970, Nintendo memulai penjualan seri permainan Beam Gun dengan sistem opto-elektronik.
Nintendo sukses memperkenalkan teknologi elektronik pada industri permainan pertama kalinya di Jepang. Beragam permainan anak yang bisa digerakkan dengan sistem mesin sederhana juga berhasil membuka pintu ekspor ke Eropa hingga Amerika.
Tahun 1974 menandai kali pertama Nintendo memasuki industri video game. Nintendo Entertainment System (NES) sukses dikembangkan dan melejit di pasaran walau baru dua tahun berjalan.
Penjualannya terbilang fantastis karena permainan video seperti Zelda dan Mario berhasil menembus 60 juta salinan. Pada 2013 lalu, Forbes mencatat kapitalisasi pasar Nintendo mencapai angka US$ 14.39 miliar.
Itu dia beberapa perusahaan yang banting setir dan mengubah drastis haluan bisnis mereka demi mengikuti perkembangan zaman. Ada yang sukses seperti Hermes dan Nintendo, namun ada pula yang kini namanya sudah jarang terdengar lagi seperti Nokia. Namanya juga usaha, segala hal harus dicoba demi menemukan formula suksesnya. (*/)