Dalam series pengalaman perdana jual-beli NFT ini, gue bakal nyeritain pengalaman yang gue lalui pas beli artworknya Mario. Mulai dari top-up mata uang kripto, buka akun crypto wallet, sampe akhirnya bisa kebeli artwork yang gue suka. Cekidot!
FROYONION.COM - Tahun 2021 ini gue ngerasa banyak banget arus informasi yang keluar-masuk di kepala gue. Hampir tiap hari, ada ilmu dan informasi baru yang gue dapatkan dari temen-temen di kantor, dan di tahun ini juga gue mulai tau dan belajar dikit-dikit tentang NFT.
Gue merasakan perkembangan NFT yang makin gila di tahun ini. Makin banyak digital artist lokal yang terjun ke blockchain. Bahkan, nggak cuma orang yang punya basic sebagai Illustrator doang yang bisa jualan karya, yang paling baru ada Syahrini yang ikutan jualan digital artwork di Binance.
Ketika gue liat harga artwork yang dijual Syahrini, menurut gue masih cukup mahal buat isi dompet gue. Hebatnya, collection yang dijual doi bisa sold out cuma dalam waktu beberapa jam di tanggal 14 Desember kemarin.
Di tanggal-tanggal segitu sejujurnya gue masih belum kebayang bakal nyobain beli NFT. Sampe akhirnya, siang-siang pas di kantor, sekitar minggu ke-3 di bulan Desember kemarin, gue nyobain untuk terjun ke blockchain dan nyobain beli artwork-nya Mario.
Nah, buat yang belum tau, di bulan Desember kemarin, Mario merilis NFT collection pertamanya, namanya [Day 025] Space Voyager. Di koleksinya kali ini, Mario nyediain 25 edisi, yang satuannya dijual dengan harga 0.25 Tezos.
Mendengar harga jual artwork-nya yang MURAH BANGET (0.25 Tezos tuh sekitar Rp15.000 - Rp17.000), tanpa pikir panjang gue mutusin untuk beli NFT dia di malem harinya.
Gue pake kesempatan kali ini untuk akhirnya bisa ngerasain apa sih rasanya beli NFT? Beli suatu artwork dari seorang artist, dan punya bukti kepemilikannya.
Tapi ternyata, ada beberapa hal yang luput dari pemikiran gue saat memutuskan untuk beli NFT. Yak, meskipun harga artwork yang gue beli tergolong murah, tapi ada banyak hal yang gue nggak tau dan nggak pikirin sebelumnya.
MAU PUNYA NFT? SIAPIN DANA LEBIH
Hal yang pertama gue sadari ketika pertama kali top-up saldo di exchanger (Indodax atau Tokocrypto) adalah biaya transfer yang lumayan gede menurut gue.
Ketika lo pengen beli artwork di marketplace, hal yang pertama lo harus lakukan adalah buka akun di salah satu exchanger yang udah gue sebutin di atas. Lo bisa langsung top up / deposit saldo dan beli koin kripto yang lo pengen.
Selanjutnya, lo perlu transfer koin yang udah lo beli di exchanger tadi ke crypto wallet, karena crypto wallet itu bakalan disambungin sama HEN / OBJKT, dan pembayaran artwork langsung ‘narik’ saldo secara otomatis dari wallet itu.
Masalahnya, biaya transfer dari exchanger ke wallet itu nggak sedikit. Biaya transfer untuk koin Tezos aja sekitar 0.5 XTZ per transaksi (sekitar Rp31.000 - Rp32.000). Artinya, kalo lo mau beli artwork seharga Rp15.000 - Rp17.000 di HEN, lo harus deposit minimal Rp50.000.
Terus, setiap transaksi yang lo lakukan di blockchain bakal membutuhkan gas fee yang beragam. Mulai dari edit profile sampe listing karya yang lo mau jual semuanya nggak gratis, dan lo perlu untuk nyiapin dana lebih untuk itu semua.
Karena tiap marketplace dan exchanger punya aturan yang beda-beda, maka akan lebih baik kalo lo riset dulu dan cari tau biaya-biaya ini di awal sebelum lo memutuskan buat beli NFT.
KUATIN MENTAL UNTUK PASAR YANG VOLATILE
Karena pasar kripto itu gerakannya lincah dan terkadang unexpected, makanya lo perlu untuk kuatin mental.
Sebelum beli NFT, lo harus tau tujuan apa yang pengen lo capai.
Apakah lo beli NFT karena pengen koleksi karyanya aja? Apakah lo beli itu karena pengen coba-coba? Atau apakah lo beli NFT sebagai instrumen investasi?
Kalo tujuan lo udah jelas, lo udah bisa tentuin langkah lo selanjutnya. Kalo lo beli karena pengen koleksi karya dari artist yang lo suka, maka seharusnya nggak akan ada masalah besar. Biaya-biaya nggak terduga jadi nomor ‘sekian’ ketika lo suka dengan sesuatu dan juga investasi bukan jadi tujuan utama lo.
Kalo tujuan lo pengen coba-coba, itu juga nggak akan jadi masalah yang terlalu besar. Lo bisa mulai dengan beli artwork yang murah dari artist yang emang udah lo kenal.
Kalo lo beli NFT sebagai alat investasi, maka lo harus lebih cermat dalam memilah-milah karya yang lo beli. Pastiin bahwa artist-nya peduli sama karya yang dia jual. Jadi, karya yang lo beli nggak sia-sia dan sustainable di secondary sale dan seterusnya.
RISET KOMUNITAS NFT
Yang ketiga, pastiin juga lo kenal atau at least tau sama komunitas NFT yang ada di sosial media, terutama Twitter dan Discord. Satu hal yang gue pelajari adalah NFT ini basisnya kuat di komunitas. Tanpa ada orang yang kenal sama lo, mustahil lo bisa jual karya lo dengan lebih cepat atau lebih mudah.
Online presence lo bener-bener dibutuhin di dunia NFT, nggak segampang asal gambar, export JPG atau MP4, terus mint.
Nah, sebagai buyer, tentunya lo nggak mau asal beli karya orang yang lo pun nggak tau, atau bahkan lo nggak punya ikatan emosional sama artwork yang dia bikin.
Ibarat membeli ‘kucing dalam karung’, jangan sampe lo udah ngeluarin duit sedemikian banyaknya untuk sesuatu yang lo sendiri nggak bener-bener paham. Lebih baik, lo cari tau dulu tentang artist yang lo pengen banget beli karyanya, beli karya NFT yang nggak terlalu mahal buat pengalaman pertama, cari tau juga biaya-biaya yang nggak ‘terlihat’ apa aja yang biasanya ada di masing-masing marketplace / exchanger koin kripto.
Gue harap pengalaman gue kali ini bisa jadi informasi yang membantu buat kalian yang emang ngebet pengen punya NFT.
Tunggu cerita gue selanjutnya di series Pengalaman Perdana Jual-Beli NFT, Civs! (*/)