Banyak yang ngerasa kalo jadi ekstrovert itu bakal punya banyak kelebihan. Hal ini juga yang dipikir sama Paksi, waktu dia berbeda 180 derajat dari dirinya yang sekarang. Mendorong dirinya sendiri menjadi ekstrovert, ternyata nggak semua orang bisa menerima perubahan itu. Simak cerita lengkap Paksi di sini, Civs!
FROYONION.COM - Introvert. Sebuah kata yang sering banget digunakan bagi para Gen Z sebagai bentuk akuisisi bahwa gue tuh ya, begini.
Entah itu bentuk pertahanan diri dalam menghadapi situasi, atau hanya sekedar ikut dalam eksistensi. Tapi gue ga bakal bahas tentang ini, gue cuman mau berbagi apa yang gue alami. Karena kata orang, “Kok lo bisa ‘ex’ banget sih, padahal yang lain ‘in’ loh dalam hal trovert ini?”
Kalo boleh kilas balik, kata introvert tuh bisa dibilang asing buat gue. Lebih familiar dengan kata pemalu. Kayaknya, kata introvert tuh kesannya dark banget.
Kenapa gue pemalu? Mungkin ada hubungannya dengan gue yang selalu pindah sekolah dan harus selalu memperkenalkan diri di depan kelas dari SD sampai kelas satu SMP. Berdiri di depan banyak orang tuh bikin gue deg-degan. Bahkan hal kecil seperti hanya sekedar bertanya letak toilet di tempat umum, bisa bikin gue takut. Gue memilih untuk tahan aja sambil jalan dan berharap toilet ketemu. Kalian bisa nilai deh seberapa pemalunya gue.
Tapi, pada akhirnya gue sempat berpikir, “Kayanya gue ga baik kalo begini terus.”
Akhirnya saat kuliah, gue coba untuk keluar dari zona nyaman gue. Saat itu udah memasuki tahun kedua di kampus dan anggota Himpunan Mahasiswa mencari MC untuk memandu acara ospek. Nah, momen inilah yang mendorong gue untuk berubah. Melewati berbagai macam seleksi, akhirnya gue terpilih untuk jadi MC.
Gue pikir, gue berhasil membawakan acara. Semuanya berjalan lancar, sukses, dan gue bahagia karena gua bisa ‘mengalahkan’ Paksi yang pemalu itu. Tapi ternyata, nggak semua orang bisa menerima perubahan ini.
Cobaan datang dengan ‘abang-abangan’ yang selalu bilang, “Sok asik lo,” kata mereka. Baper? Iya.
Tapi, setiap ada acara apapun yang gue rasa gue bisa tampil di sana, gue selalu coba untuk push diri gue sendiri. Sampai akhirnya gue sadar bahwa, “Menyenangkan ya kalo orang lain mau mendengar dan memperhatikan gue saat berbicara.”
Berangkat dari perasaan itu, gue coba untuk lebih banyak nongkrong bareng temen dengan berbagai macam tongkrongan.
Hal yang gue dapat dari nongkrong itu, gue mengerti bagaimana bersikap untuk menjadi orang yang gak ‘sok asik’ dan menjadi orang yang bisa diterima.
Gue belajar cara menempatkan diri di situasi yang tepat, kapan harus lempar jokes, jenis jokes kayak gimana yang cocok, sampai belajar pendekatan personal ke orang-orang tuh gimana. Sampai saat ini pun gue masih belajar kok. Gue rasa hal itu adalah salah satu lifelong learning yang harus kita nikmati.
Gue pisces dan banyak orang bilang kalo pisces itu baperan, sensitif, dan suka memendam perasaan sendiri. Itu benar. Tapi berbagai kesempatan yang mendorong, bahkan memaksa gue untuk berubah, pada akhirnya bisa mengalahkan sifat-sifat pisces itu.
Kalo ada orang yang ngasih kritik pedes, terima aja, iyain aja dulu. Karena siapa tahu kritik mereka bisa membangun dan membuat kita jadi pribadi yang lebih baik, kan?
Pesan gue, teruslah jadi orang yang merasa paling bodoh untuk terus membuka pikiran untuk belajar.
Itu sih yang gue terapkan sampai sekarang. Coba aja. Kalo emang harus dipaksa, paksa aja. Gue yakin, manusia itu bisa beradaptasi dimanapun dia berada. (*/)