Baru-baru ini lagi anget banget berita soal Camilla Cabello dan Shawn Mendes yang putus. Postingan mereka berdua ngeliatin kalo mereka putus secara ‘baik-baik’. Tapi, emang beneran bisa ya putus ‘baik-baik’? Kalo baik-baik mah kan harusnya nggak putus…
FROYONION.COM - Sebagai orang yang, yah bisa dibilang lumayan berpengalaman soal cinta (cielah), gue pribadi nggak pernah setuju sama sebutan ‘putus baik-baik’.
Karena logikanya, kalo baik-baik harusnya nggak putus dong? Sebutan ‘putus baik-baik’ ini terdengar kontradiktif buat gue. Kalau putus, berarti ada hal yang nggak baik-baik aja sehingga memutuskan buat berpisah.
Nah, terus maksudnye apaan ya kan ‘putus baik-baik’ tuh?
Buat menjawab rasa penasaran dan kebingungan gue ini, akhirnya gue nanya-nanya ke anak-anak Froyonion.
Narasumber pertama kita adalah Mario Lawalata, canda, Mario Genesis yang kisah cintanya sangat mencengangkan dan menginspirasi di saat yang bersamaan.
Sebagai pria yang cukup hati-hati dalam memulai suatu hubungan cinta, Mario baru punya pengalaman pacaran sekali yang masih berlanjut sampai detik ini. Walaupun baru sekali, pandangan Mario soal putus ‘baik-baik’ ternyata sangat dewasa.
“Menurut gue udah banyak di zaman sekarang yang putus secara baik-baik. Artinya mereka putus karena sama-sama paham kalo udah nggak ada yang bisa dipertahankan lagi. Alasan mereka putus juga sangat berpengaruh sama kemungkinan bisa putus baik-baik atau enggak. Kalo alasannya selingkuh, ya jelas nggak baik-baik dong,” kata Mario.
Hampir mirip sama pendapat Mario yang kabar terbarunya sekarang lagi menyiapkan pernikahan di masa mendatang, Garry juga ikut beropini soal putus secara ‘baik-baik’ ini.
“Jujur pengalaman pacaran gue kayaknya nggak seahli yang lain. Gue pacaran baru 3 kali. Dua kali waktu SMA dan dua-duanya putus karena gue bego. Yang terakhir pacarannya lebih serius, tapi akhirnya putus juga. Menurut gue, putus baik-baik tuh artinya abis putus masih bisa temenan. Misal kalo chat, mungkin nggak semesra waktu pacaran tapi masih bisa berhubungan baik,” jelas Garry si anak gaul Lampung.
Franky, si pemilik Lapo Rampak, juga ngasih tahu cara yang baik kalo mau putus.
“Putus baik-baik itu kan berarti butuh kedewasaan kedua pihak. Mereka sama-sama sadar kalo emang keputusan terbaik yang bisa diambil adalah untuk melepas. Justru kalo dipertahankan malah makin sakit. Cara yang proper buat putus ya kayak waktu lo mau nembak dia. Lo luangkan waktu khusus buat momen itu, ngomong secara baik-baik, dan usahakan kalimat yang lo keluarkan emang to the point supaya nggak bikin salah paham,” katanya.
Ternyata ketiga lelaki tanggung Froyonion sama-sama setuju kalo putus secara ‘baik-baik’ itu emang possible. Setelah ditilik ternyata makna ‘baik-baik’ di sini lebih ke ‘dewasa’.
Putus secara dewasa, dengan alasan yang bisa masuk ke dalam logika dan dengan prinsip saling melepaskan buat kebaikan satu sama lain, adalah hal yang bisa dicapai kalo kita udah dewasa secara pikiran dan emosi terlebih dahulu.
Kalo dibandingin sama masa-masa cinta monyet, pasti alesan putusnya aneh-aneh. Ada yang putus karena udah bosen liat muka pacarnya, karena si doi bau ketek, cara makannya yang ganggu, sampe cara jalan juga bisa jadi alesan buat putus.
Tapi ketika menapaki usia 20-an, rasanya makna pacaran juga berubah. Udah bukan buat seneng-seneng aja, tapi mulai mikirin masa depan. Bukan lagi pacaran buat jadi temen jalan-jalan, tapi buat jadi temen hidup.
Agak gombal, tapi beneran. Setidaknya itu menurut anak-anak di Froyonion.
Setelah mendengar pendapat mereka, gue jadi paham beberapa hal.
Jadi sekarang gue udah paham sama konsep putus ‘baik-baik’ ini, yang mulai hari ini, gue sebut putus secara dewasa. Gue juga ikutan setuju sama pendapat temen-temen gue kalo putus secara dewasa itu memungkinkan.
Walaupun nggak mengurangi rasa sakit dan galau abis putus, tapi yang gue tangkep kalo putusnya secara dewasa setidaknya unek-uneknya lebih dikit. Lebih plong aja rasanya.
Kalo menurut lo gimana, Civs? (*/)