Ini perjalanan gue dari sebelum gabung di Froyonion sampai sekarang jadi ‘penjaga gawang’ di Frodcast.
FROYONION.COM - Sebelum gabung dengan Froyonion, gue bikin channel bertema kamera analog “Beranalogi”. Gue juga pernah bikin podcast bersama temen-temen gue di “Sound from the Corner”. Ini pekerjaan yang buat gue sangat membanggakan karena gue bisa kerja bareng sama orang-orang keren di industri musik.
Karena gue punya minat pada musik, gue kebetulan nonton video Froyonion yang bahas musik juga Video Froyonion Meets Kelompok Penerbang Roket. Gue bikin story IG dan tag Froyonion pas itu. Ya berharap bisa di-notice ama orang-orang Froyonion (baca: Arije). Tapi ternyata nggak di-notice.
Bulan Maret mereka tiba-tiba ngumumin loker videografer. Waktu itu gue masih kerja di production house di Kelapa Gading. Gue pikir bakal seru kalo bisa kerja di Froyonion karena kerja jalan-jalan terus, orang-orangnya seru, style-nya keren, taste-nya keren.
Terus setelah disaranin temen, gue membulatkan tekad buat apply. Lalu Arie nge-japri,” Halo lu namanya Haris ya yang ngelamar Froyonion?”. Saat itu emang masih belum ‘jodoh’.
Mei setelah itu gue japri Arie lagi. Iseng nanya: “Halo mas, lowongan videografernya udah keisi belom?”
Ari nanya balik: “Belum nih. Lo masih tertarik?”
SIngkat cerita bulan Juni tanggal 6 gue mulai masuk kerja. Tanggal 7 gue syuting sampe jam setengah 1. Gue inget gue nggak bisa nge-set. Set gue jelek banget. Ketemu Miko dan Mario. Kena mental sih gue, karena gue rasa mereka orang yang sangat jago di bidang masing-masing. Sabtunya gue disuruh ke Aceh. Intinya langsung kerja. Cape banget ama ‘nyesel’:))
Gue udah mikir, udahlah kalo mau gagal juga berarti cuma 2 tahun juga hidup gue yang ‘terbuang’ buat ‘gambling’ ambil kesempatan kerja di Froyonion.
Pertama kali yang gue rasakan adalah jiper saat ngeliat postingan Arije. Pas wawancara gue liat sepatunya Nike Jordan x Off-white Virgil Abloh, ini sepatunya Mario. Ini orang-orang di sini kayaknya hebat-hebat benerrr. Duh apa gue balik aja nih?:)) Sementara itu, gue aja dari latar belakang kuliah aja gue udah ‘salah’.
Pada saat bersamaan, gue mengamati orang-orang di sini (Froyonion) playlist-nya itu-itu aja. Kok yang diputer lagu-lagu itu melulu sepanjang hari?
Gue pengen nyeletuk saat itu: “Tau nggak sih ada masih banyak lagu dan musisi lain buat didengerin selain itu?”
Awal-awal ngantor, gue coba muter lagu-lagu kesukaan gue dengan tujuan supaya mereka notice. Gue mencoba memberikan sesuatu yang baru dan belum mereka punya. Gue berusaha berkontribusi dalam referensi dan taste musik sehingga mereka bisa memperkaya referensi musik, yang berbeda dari yang biasa mereka denger.
Dari sini, kalo gue ditanya orang gimana caranya bisa nge-blend di circle pertemanan baru atau lingkungan kerja baru adalah dengan cari sesuatu yang lo punya tapi belum mereka punya.
Jadi ini nggak terjadi secara instan dan langsung. Gue teliti dulu apakah opini gue bisa diterima, baru gue bisa ngelempar-ngelempar jokes internal.
Ternyata usut punya usut yang ngerasa insecure bukan cuma gue aja. Di Froyonion, ada 2 orang yang sama-sama merasakan hal itu juga.
Gue orangnya suka menganalisis temen-temen kerja. Pas itu Awing masih suka pake outer seniman gitu. Terus Aswin yang udah lumayan deket ama gue ngomong: “Bro, yang pake outer-outer gitu biasanya kurator seni, bro..,”
Alhasil, gue agak segan buat ngobrol ke Harwin. Gue lihat lagi yang bisa akrab dengan semuanya itu Dicho. Dari Aswin gue merasa baru bisa akrab dengan Dicho.
Sebelum bikin Frodcast itu kebetulan kita bikin segmen kreatif. Gue rencananya mau bikin segmen bertema musik tapi sayangnya nggak jalan. Yang ditugasi bikin podcast sebenernya bukan gue tapi temen lain.
Akhirnya gue ngajak temen-temen buat bikin podcast. Yang gede-gede saat itu udah pada mulai bikin podcast tapi Froyonion menurut gue saat itu belum ‘aware’.
Lalu pas Frodcast udah jalan, gue baru sadar kalo yang pada bikin podcast itu bukan orang kayak gue yang nggak ada keahlian di bidang tertentu. Biasanya orang-orang hebat dan punya pengalaman dan keahlian di bidangnya lalu mereka buat podcast.
Gue merasa sebagai orang daerah saat itu belum menemukan alasan supaya orang mau mendengarkan Frodcast.
Kemudian gue mikir, gue harus improve diri gue supaya orang-orang mau dengerin Frodcast. Setau gue, orang akan mendengarkan gue kalo gue punya pengalaman seru, berwawasan luas, jago public speaking, bisa ngelucu, dan jago storytelling. Fast fordward, semuanya gue pelajari supaya orang mau ngedengerin Frodcast.
Gue rela untuk ‘gambling’ dua tahun hidup gue untuk kerja di sini. Jadi gue bener-bener mengambil keputusan ini dengan sadar dan siap dengan konsekuensinya kalau gagal.
Gue berusaha untuk merendahkan diri supaya bisa banyak belajar dari siapapun. Untuk itu gue mulai banyak membaca. Gue paksa diri gue belajar public speaking. Gue baca buku-buku standup comedy juga.
Berkat Frodcast, gue juga makin nyaman dan berani ngobrol dengan siapa saja. Mau menteri sampai tukang parkir sampe calon mertua pun sekarang gue harus bisa.
Ketika semuanya terasa berjalan mulus, gue bisa tau Froyonion itu visinya apa dan arahnya mau kemana, Arie Je memutuskan buat resign. Waktu itu gue lihat semua orang di Froyonion bingung buat menghadapi keputusan Arie yang katanya mengundurkan diri karena udah punya ‘direction’ yang baru. Keruwetan ini ditambah datengnya pandemi dan susahnya brainstorm ide konten saat itu.
Mungkin gue sebagai karyawan, gue nggak mesti harus mikirin tapi saat itu gue kepikiran juga soal konten kita. Kita jadi terpaksa naikin meski belum memenuhi standar ideal kita. Dan kepusingan ini bisa juga dirasakan Mario dan Harwin.
Di titik ini, gue juga sempat merasa ragu apakah ‘gambling’ gue di sini gagal?
Tiba-tiba Luki gabung dan memimpin Froyonion dengan ‘direction’ berbeda dari sebelumnya. Yang gue liat dengan masuknya Luki, direction terasa lebih jelas. Terbukti kita juga punya kantor baru juga. Nggak lagi ‘numpang’.
Setelah Luki masuk, Froyonion mulai dapat kerjasama dengan banyak brand. Salah satunya yang paling gue suka banget adalah Frodcast x Gatsby. Di sini mulai banyak tantangan baru buat gue yang akhirnya bisa gue lewati dan menghasilkan improvement baru dalam diri gue (padahal ini tuntutan kerja, tapi ternyata dampaknya sampai ke personal life).
Setelah lewat 2 tahun dan menuju tahun ketiga, gambling gue bersama Froyonion membuahkan hasil. Froyonion berhasil “memaksa” gue untuk mempelajari soft skills dan interpersonal skills kayak empati dan ngobrol buat Frodcast yang nggak nggak bisa gue pelajari di pendidikan formal atau dari internet. (*/)