Food

MENGENANG MATO KOPI, WARUNG KOPI LEGENDARIS JOGJA YANG BISA DIINAPI

Para pelanggan Mato Kopi menceritakan bagaimana tempat yang dulu ramai ini kini telah mulai sepi. Ada juga kisah bagaimana tempat nongkrong ini bisa menjadi tempat tidur dan ketika ada barang yang tertinggal selalu dikembalikan.

title

FROYONION.COM - Mato Kopi menjadi ruang bagi ide-ide untuk muncul. Selain itu tempat ini turut menjadi role model bagi banyak orang khususnya di Yogyakarta. Seperti ada ungkapan, “Owh tempat ini kayak Mato itu, ya!?.” Tapi makin kesini, Mato Kopi yang dulu ramai mengalami perubahan dari segi tempat hingga penurunan jumlah pengunjung.  

Hal itu turut dirasakan oleh Hasanul Aotad, mahasiswa doktor di UIN Sunan Kalijaga. Ia mengatakan bahwa dulu sewaktu S1, pada 2009-2013, lumayan sering nongkrong ke Mato Kopi dan selalu ramai. 

“Dulu saya kesini jam 9 pagi itu udah ramai. Tapi tadi habis magrib kesini kok masih sepi,” ungkapnya dengan raut muka heran pada Rabu, (05/07). 

Bahkan pria ini mengenang kalau mau datang ke Mato Kopi, sebisa mungkin sehabis magrib. Supaya kedapatan tempat duduk. Pun dirinya masih ingat bagaimana tempo dulu Mato Kopi digunakan untuk main kartu dan coret-coretan di muka. 

“Dulu di gazebo itu pada main kartu dan coret-coretan pakai kopi. Sekarang udah nggak ada lagi yang coretan-coretan,” ujar mahasiswa asal Pangkal Pinang, Bangka Belitung itu. 

BACA JUGA: BUKAN SOAL PUITIS, MUSIK INDIE LEBIH DARI KOPI DAN SENJA!

Tampilan depan Mato Kopi
Tampilan depan Mato Kopi. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Hasan tidak tahu persis sejak kapan Mato Kopi mengalami banyak penurunan jumlah pengunjung. Sebab semenjak lulus S1 banyak circle pertemannya lekas menyusut dan sibuk sendiri-sendiri. Walhasil dia jarang juga untuk nongkrong ke Mato Kopi. 

Selain Hasan saya juga bertemu dengan Ferroza, seseorang yang sering ngopi di Mato sejak 2007. Bahwa dulu dirinya sering mampir ke Mato lantaran memang tempat ini sangat nyaman dan menunya pun tidak mengecewakan. 

Pun sebagai orang yang tak terhitung ngopi di Mato, ia mengatakan perbedaannya. Di mana semasa dirinya kuliah, Mato Kopi hanya sering digunakan untuk nongkrong biasa, bukan untuk mengerjakan tugas, rapat, dan lain sejenisnya. Karena memang waktu itu belum banyak colokan dan wifi.  

“Dulu jarang ada cewek-cewek ke Mato. Sekitar tahun 2007-2011. Ya mungkin karena gengsi atau nggak nyaman karena isinya cowok semua,” kata pria yang ke Mato bersama dua rekannya pada Rabu, (05/07). 

“Kalo dulu bener-bener buat nongkrong. Karena memang kelompoknya kecil-kecil. Empat orang. Kalo cuma empat orang kan berarti emang mau kesini. Kalo ramai-ramaikan biasanya ada satu-dua orang yang usul untuk kumpul di Mato,”  imbuhnya. 

Sangking seringnya ngopi di Mato, ia pun masih ingat siapa saja karyawan Mato yang masih ada hingga saat ini. “Masih ada 3 karyawan yang cukup lama kerja di Mato,” ingatnya. 

DARI MENJADI TEMPAT TIDUR KARENA MANTANNYA HINGGA BARANG TERTINGGAL YANG SELALU KEMBALI

Mato Kopi
Pendopo Mato Kopi saat sore hari. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Oza juga menceritakan bagaimana tempat yang telah berdiri sejak 2005 ini sering dijadikan tempat untuk menghabiskan hari-harinya. Dari mulai nongkrong hingga pagi hingga bermalam (tidur) di pendopo. Bahkan menjadikan tempat ini sebagai saksi bisu hubungan dengan mantanya. 

“Saya pernah kerja di Jakarta. Terus mantan saya kebetulan masih di Jogja. Jelas pengen ketemu dia di Jogja dong. Dan karena nggak ada tempat tinggal yaudah saya tidur disini,” kenangnya dengan tertawa. 

Kenangan lainnya yang masih berkesan di benak Oza adalah Mato Kopi ini termasuk tempat nongkrong yang jujur. Bahwa setiap barang yang tertinggal kalo ditemukan oleh kasir akan kembali utuh. 

“Saya pernah ketinggalan dompet dan balek dengan utuh. Ada juga temen saya yang ketinggalan dompet dan balek lagi,” katanya. 

Mengenai dompet yang tertinggal dan juga barang-barang lainnya ini, Abdul Wahid (26) selaku penanggungjawab Mato Kopi turut berkisah. Sangat sering barang-barang yang tertinggal dari pelanggan. Tidak terhitung jumlahnya. Asalkan itu ditemukan oleh kasir atau ada pelanggan lain yang menyerahkan, barang itu akan kembali utuh. 

Beberapa barang yang sering tertinggal antara lain adalah dompet, charger, dan kunci kendaraan. “Bahkan ada dompet yang berbulan-bulan masih ada di tempat kami,” imbuh Wahid pada Kamis, (06/07). 

Pria yang sudah dari 2014 bekerja di Mato ini turut bingung ketika ada barang yang berlama-lama tidak kunjung diambil. Sebab semisal dompet yang walau uangnya tidak banyak, tapi notabene ada kartu-kartu yang sangat penting. 

“Kadang ada STNK, identitas, dan itu bingung mau dikemanain. Itu sih mas yang kita masih bingung untuk mengembalikan. Nggak mungkin juga kita tanyain satu-satu ke pelanggan. Mau diposting juga bingung dimana karena nggak tau. Tapi tetep kalau ada yang nanya kita kasih tahu,” keluhnya. 

BANYAKNYA KOMPETITOR MEMBUAT MATO KOPI MENJADI SEPI 

Abdul Wahid Mato Kopi
Abdul Wahid selaku penanggungjawab Mato Kopi. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Menurut pengakuan Abdul, Mato Kopi lekas merenovasi bangunannya kisaran tahun 2018-2019. Di mana tempat-tempat direnovasi dibuat selayak mungkin tapi tetap memakai konsep klasik. Pun ada penambahan berupa wifi dan stop kontak di setiap meja kursi. 

Bahkan untuk penomoran meja pun Mato Kopi baru menerapkan bulan Juli ini. Hal itu didasari lantaran banyak komplain pelanggan di Mato Kopi Jakal. 

“Kadang ada pelanggan komplain di Mato Kopi Jakal, orang lagi enak ngobrol ditawarin akhirnya dikasih tanda. Kalo dulu kan nggak ada tanda. Akhirnya ownernya menyediakan nomor meja biar mempermudah,” ungkapnya. 

Diperbaikinya Mato Kopi itu lantaran tempat ini harus berkompetisi dengan tempat nongkrong lainnya yang telah menjamur di penjuru Jogja. Sebab jika mengacu ke kuantitas tempat ngopi di Jogja, setidaknya ada 3000 tempat yang tersebar di penjuru titik Yogyakarta. 

Data itu diperoleh dari Kumparan.com yang meneruskan dari Ketua Panitia Jogja Coffee Week 2022 sehingga dari situ membuat Mato Kopi pun turut kena imbas kepada jumlah pelanggan akibat menjamurnya tempat ngopi di Jogja.

Tapi tetap, Mato Kopi yang dulu dan yang kini kurang lebih sama. Seperti slogannya “Senyaman Rumah Sendiri”. Walau kini sudah jarang orang yang bermalam (tidur) di Mato, para karyawan sebenarnya tidak melarangnya. Karena mau nongkrong sampai pagi pun tidak masalah. Siang untuk tidur pun juga tak jadi soal. 

“Kalo mau pulang jam berapa pun nggak masalah. Kita nggak pernah ngusir kalo kalo ada yang tidur disini,” pungkas pria asal Madura ini. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Khoirul Atfifudin

Masih berkuliah di Universitas Mercu Buana, Yogyakarta. Saat ini sedang memiliki ketertarikan pada dunia musik dan tulis-menulis.