Bisnis berkelanjutan bisa jadi salah satu cara untuk menjaga kelestarian lingkungan. Belajar dari situ, sustainable business sebenarnya bisa kok juga diminati sama anak muda. Nggak cuma cari cuan, tapi akhirnya bisa berdampak juga buat alam, kan.
FROYONION.COM - Sustainable business atau green business seringkali menjadi istilah dunia bisnis yang dijauhi karena mungkin kerap dianggap tidak menguntungkan, berbeda dari tujuan bisnis itu sendiri untuk meraup untung sebanyak-banyaknya.
Padahal, perlu disadari bersama kalau bisnis berkelanjutan adalah hal yang bisa sangat menguntungkan sekaligus berdampak banyak bagi kelanjutan dunia dan kelestarian alam nantinya. Apalagi, anak muda dan generasi sekarang ini seharusnya juga peka terhadap bisnis-bisnis yang eco friendly.
Banyak dampak dari perubahan iklim yang mulai dirasakan. Mulai dari cuaca panas, kenaikan muka air laut, banjir, kekeringan, sampai bencana-bencana lainnya. Laporan sintesis dari Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/ IPCC) mencatat jika pemanasan global sekarang ini kian mengkhawatirkan. Suhu rata-rata di dunia atau secara global diperkirakan bisa naik hingga 1,5 derajat Celcius pada paruh pertama 2030-an nanti.
Tentunya data tersebut cukup berbanding terbalik dari apa yang dicanangkan dalam Perjanjian Paris 2015. Kala itu, semua negara telah bersepakat untuk menahan pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius dengan berbagai cara, salah satunya ialah target pengurangan emisi.
BACA JUGA: KENAPA ECO-FRIENDLY FASHION RAMAH LINGKUNGAN TAPI TAK RAMAH DOMPET
KISAH RIFERA
Maka dari itu, kalau anak muda sekarang ini nggak peka sama urusan lingkungan berkelanjutan akan menjadi repot urusannya di kemudian saat nanti.
Bisnis berkelanjutan ini sebenarnya bisa dikatakan sebagai model bisnis yang berfokus pada efisiensi sumber daya dan mengurangi dampaknya bagi lingkungan serta sosial. Dengan perkembangan zaman, sekarang ini makin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya konservasi lingkungan dan energi berkelanjutan sehingga bisnis pun harus bisa beradaptasi dengan perilaku.
Nah, bagi anak muda berdampak buat lingkungan ternyata bisa dilakukan dengan banyak cara. Termasuk salah satunya mungkin minat terhadap isu lingkungan ini bisa tumbuh dari ide bisnis. Hal ini dirasakan oleh Natalia (38), owner dari brand Rifera yang bergerak di bidang fashion dan mengembangkan tas hingga sepatu dari limbah kayu.
Dalam perbincangan kami pada Selasa (21/3) lalu, Natalia bercerita membangun kebiasaan untuk cinta lingkungan versinya bisa dimulai dengan mengeksplorasi banyak untuk akhirnya berkontribusi bagi lingkungan. Artinya, menjadi dampak bagi lingkungan sebenarnya bisa kalian temukan dari banyak sektor dan industri.
“Peran yang bisa dieksplor sangat banyak, terutama dalam mengolah ide-ide yang memang basic ke satu bidang,” kata Natalia.
Sebagai informasi, Rifera mulai berdiri sejak 2019 lalu dengan ide inovatif untuk mendaur ulang limbah kayu dan menggabungkannya dengan kain tenun hingga menjadi berbagai aksesoris dan perlengkapan fashion yang kekinian.
Natalia menyebutkan jika mereka bekerjasama dengan petani yang memproses kulit kayu dari sisa industri besar tak terpakai. Kulit yang dibersihkan itu kemudian dibersihkan dan direndam selama 8 jam untuk setelahnya dijemur hingga kering.
Dari situ, Natalia mendapatkan bahan untuk kemudian dikreasikan menjadi aksesoris dan produk fashion.
BACA JUGA: BELAJAR FASHION SAMBIL MENJAGA LINGKUNGAN LEWAT ACARA ‘BATIK KUDUS IN FASHION’
Meski baru berusia sekitar 3 tahun, tapi bisnis ini sudah berhasil mengekspor produknya ke Malaysia, Vietnam, Singapura, Hong Kong, Paris, dan Amerika Serikat. Bahkan, Rifera juga pernah meraih penghargaan Siddhakarya Sumatera Selatan setelah menjadi Runner Up program UKM Inovatif Sumatera Selatan pada 2021 lalu.
“Jujur, konsisten, dan selalu menerima masukan dari pelanggan. Hal ini diperlukan agar bisa membuat ide kreatif, kita harus tahu apa yang diinginkan kebutuhan fashion masyarakat, terus belajar, rajin mencari ilmu dari internet atau buku,” jelasnya.
Makanya kan, kata siapa bisnis UMKM yang berfokus pada isu lingkungan sulit untuk berkembang?
EKSPLORASI PELUANG BESAR YANG BISA DIGAPAI
Jatuh bangun dalam merintis bisnis berkelanjutan tentunya sudah dirasakan oleh Natalia. Memang nggak bisa dipungkiri jika sustainable business memang menjadi satu lini usaha yang cukup sulit untuk memikat investor dalam fase awal perjalanannya.
Dia pun memulai bisnis ini dari modal usaha sendiri. Tapi seiring berjalannya usaha, lebih banyak prospek yang bisa digali dan peluang yang dicapai sehingga investor pun nantinya akan berminat. Kuncinya, kata dia, adalah konsistensi dalam menjalankan bisnis.
“Saya juga ingin investor mengembangkan usaha ini lebih jauh. Yang saya lakukan adalah menunjukkan bukti nyata dan konsisten dalam menjalankan bisnis dan menjelaskan prospek yang bisa saya jalankan,” tambahnya.
World Economic Forum pernah menjabarkan jika investor sebenarnya punya peran penting dalam menggerakkan bisnis berkelanjutan. Mengutip hasil penelitian Gartner, ditemukan data jika 85 persen investor mempertimbangkan faktor Environmental, Social and Governance (ESG) dalam investasi mereka pada 2020 lalu. Nggak cuma itu, 91 persen bank —sebagai salah satu instrumen yang berpengaruh dalam dunia investasi— juga tercatat memantau kinerja investasi ESG.
Data tambahan, World Economic Forum juga mencatat jika terdapat peningkatan permintaan hingga 73 persen jumlah konsumen dari kalangan Milenial dan Gen Z terhadap produk-produk berkelanjutan.
Artinya, secara global sebenarnya dunia sudah menaruh perhatian lebih dalam sektor berkelanjutan untuk bisnis. Tinggal bagaimana lanskap itu bisa diimplementasikan lebih di Indonesia, terlebih untuk UMKM yang terus berkembang.
FYI, Pemerintah Indonesia sendiri sebenarnya telah menetapkan arah kebijakan melalui Pembangunan Rendah Karbon. Dengan menggunakan Nationally Determined Contributions (NDC), Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030.
Tapi di luar semua hal itu, sebenarnya tinggal bagaimana anak muda tidak terjebak dengan anggapan kalau bisnis berkelanjutan itu adalah sesuatu yang tidak menguntungkan. Seringkali juga mungkin ESG hanya dianggap sebagai bagian dari kerja lembaga swadaya masyarakat (LSM) saja atau pemanis dalam suatu bisnis sebagai Corporate Social Responsibility (CSR).
Padahal sebenarnya, banyak peluang yang bisa digali dari inovasi di bidang kelestarian alam ini. Dunia global pun telah menaruh perhatian lebih terhadap lingkungan, sehingga sebenarnya nggak ada alasan lain bagi anak muda untuk bersikap acuh.
Seperti apa yang dilakukan Natalia, bentuk kecintaan kita terhadap lingkungan bisa dikembangkan mungkin dari apa yang sebenarnya menguntungkan buat kalian secara finansial. Kalau memang nggak berpengaruh, mungkin ada cara lain yang bisa membesarkan kepekaan kita terhadap kelestarian alam, ya! (*/)
BACA JUGA: CARA KREATIF MASYARAKAT SIAK BUAT GALAKKAN KESADARAN LINGKUNGAN