Demi menekan biaya, banyak perusahaan mengatasnamakan pengalaman dan relasi sebagai nilai tukar atas kerja keras dari seorang anak magang, terutama mahasiswa. Gue rasa hal itu kurang adil karena kenyataannya banyak perusahaan yang terbantu dengan adanya anak magang.
FROYONION.COM - Fenomena unpaid internship memang sebuah hal yang wajar kita jumpai di media sosial, banyak akun media sosial terutama di Instagram yang membagikan postingan ada perusahaan yang sedang membuka program magang, bahkan tidak sedikit juga yang menerapkan sistem WFH atau WFA alias kerja dari mana saja. Siapa yang tidak tertarik dengan penawaran tersebut, apalagi mahasiswa yang notabenenya ada mata kuliah magang di semester 5.
Selain memang hal itu merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan demi menyelesaikan studi S1, program magang juga bisa menambah daya tarik buat dimasukkan ke dalam pengalaman untuk CV kalian.
Namun di sisi lain hal tersebut justru berujung dengan adanya tenaga kerja tanpa kontrak yang rela tidak dibayar demi menambah titel di LinkedIn serta menyelesaikan tugas praktik magang dari kampus. Banyak dari perusahaan mulai menyadari hal tersebut, kemudian memanfaatkan momentum ini untuk mempekerjakan mahasiswa dengan cuma-cuma. Kemudian dengan iming-iming ditukar oleh pengalaman, relasi, sertifikat, mentoring dan rekomendasi di LinkedIn.
Padahal banyak studi dan riset yang dilakukan kalau produktivitas akan meningkat sebanding dengan upah yang diberikan. Melansir juga dari akun Instagram Kementerian Ketenagakerjaan RI, pada kegiatan magang, biasanya pemagang memang tidak mendapatkan gaji pokok, melainkan dapat uang saku. Uang saku untuk anak magang atau karyawan internship adalah salah satu hak yang harus dipenuhi oleh perusahaan Civs. Uang saku ini bisa meliputi biaya transportasi, uang makan, dan insentif internship, jangan hanya mempekerjakan saja tanpa memberikan apa-apa, nanti malah jadinya seperti eksploitasi saja.
Dengan kesepakatan di awal yaitu unpaid internship, akan memberikan kesan non-kompetitif serta tanggung jawab yang ringan bagi pendaftarnya.
Mahasiswa akan menyadari bahwa mereka nanti melakukan pekerjaan yang ringan-ringan saja tanpa tekanan berat. Karena mereka tahu betul bahwa kesepakatan di awal bekerja tanpa upah dengan dalih belajar, sehingga harapan yang muncul adalah tugas yang tidak mungkin memberatkan.
Ya meski nyatanya mungkin ada yang diberi tanggung jawab lebih dan cukup berat, pasti hasilnya tidak akan maksimal. Karena mahasiswa yang seperti ini memang biasanya bukan anak magang pertama kali yang bener-bener baru tau dunia kerja seperti apa, tapi mahasiswa yang sudah berpengalaman dan sering dapat job freelance atau kerja sampingan, jadi akan muncul pemikiran ‘Lah harusnya gue dibayar dengan skill yang gue miliki, di sini malah gratis’. Skills-nya akan ditahan-tahan.
Berbeda dengan mahasiswa paid internship, anak magang ini berkemungkinan lebih besar untuk berkomitmen karena dia akan merasa terancam kehilangan upahnya, jika hasil kerjanya tidak memuaskan.
Perusahaan berhak menegur mereka dengan sedikit lebih keras dan mengharapkan hasil yang lebih maksimal. Itu semua berkat beban tanggungjawab yang meningkat dengan adanya upah bagi anak magang. Sehingga para pemagang akan cenderung lebih produktif dengan adanya bayaran yang sesuai.
Apalagi jika magang di sektor industri kreatif, ide-ide liar dari mahasiswa akan lebih muncul dan produktif ketika berhubungan dengan cuan, riset tersebut pernah ditulis oleh Froyonion.
BACA JUGA: INGIN KREATOR KONTEN LEBIH KREATIF? DUIT KOENTJI-NYA!
Hal ini akan menimbulkan bahwa perusahaan yang memberlakukan paid internship kemungkinannya akan mendapatkan pilihan calon-calon pemagang yang jauh lebih baik.
Nggak cuma itu saja Civs, komitmen yang diberikan oleh karyawan internship dalam menyelesaikan program magang tersebut juga akan jauh lebih tinggi.
Khawatir kehilangan upah atau uang saku magang akan menjadi salah satu faktor yang kuat untuk mempertahankan posisi tersebut, dan masalah mengejar nilai, relasi, pengalaman dan sekadar menyelesaikan tugas, justru akan bisa jauh lebih maksimal, gampangnya sih semua itu akan ngikut aja kalau kerjanya bagus.
Tanpa disadari unpaid internship ini juga menempati posisi krusial terhadap branding perusahaan. Sekarang melihat branding suatu perusahaan juga sangat mudah kok, nggak perlu punya kenalan orang dalam, tinggal lihat apa yang ada di Instagram mereka sudah cukup mewakili dan memberikan pandangan terhadap publik bagaimana kondisi perusahaan, kalau branding dalam media sosial saja asal-asalan ya pasti dalamnya juga lebih ngaco lagi.
Contoh nyata bahwa unpaid internship merupakan hal yang krusial untuk branding perusahaan pernah dialami oleh lembaga internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2015 lalu. Seorang karyawan internship di PBB terlihat bermalam di tenda pinggir Danau Geneva, salah satu danau terbesar di Eropa.
Kejadian ini berhasil mengambil perhatian publik, David Hyde mengatakan bahwa dirinya merupakan unpaid intern PBB yang tidak dapat menyewa tempat tinggal karena tidak mendapatkan upah. Semua publik dan juga media massa waktu itu tertuju pada PBB, mempertanyakan bagaimana hal seperti ini bisa terjadi pada salah satu lembaga internasional yang bisa dibilang paling disegani di dunia?
Tidak lama setelah berita tersebut menjadi perbincangan hangat di Geneva dan New Zealand menempatkan PBB pada posisi yang memalukan. Hal ini pasti tidak akan terjadi seandainya PBB memberikan hak yang layak terhadap David.
Maka demi kebaikan nama baik perusahaan dan keberlangsungan mendapatkan tenaga magang yang terbaik, unpaid internship harus diberhentikan. Bahkan bukan hanya unpaid internship Civs, tapi perusahaan harus memperhatikan hak yang layak didapat oleh anak magang.
Menukar upah anak magang hanya dengan ‘pengalaman’ tidak seharusnya dipertahankan. Kalau ada pertanyaan ‘Magang di Froyonion dapat gaji gak sih?’ coba DM langsung ke Bang Roy Civs. (*/)