In Depth

TRANSFORMASI WIBU: DULU PUBLIC ENEMY, KINI DICINTAI

Dulu, banyak dari masyarakat kita yang cenderung menjauhi dan menganggap wibu sebagai sosok yang aneh. Tapi sekarang, justru sebaliknya.

title

FROYONION.COM - Wibu, sebuah istilah yang sering lo jumpai di kehidupan masyarakat baik di dunia nyata maupun dunia maya. Umumnya, istilah wibu ini ditujukan kepada orang-orang yang memiliki ketertarikan terhadap budaya populer Jepang seperti anime, manga, cosplay, musik J-Pop. dan masih banyak lainnya. 

Istilah wibu sendiri di Indonesia awalnya memiliki konotasi yang cukup negatif. Berbagai stereotip terhadap wibu pun mulai bermunculan, mulai dari dianggap kekanak-kanakan, delusional, sampai ke stereotip yang menjurus ke fisik seperti bau “bawang”.

Sejak kemunculan anime di TV nasional, gua merasa para wibu memiliki kehidupan yang tergolong sulit. Bisa dibilang, mereka menjadi salah satu kelompok atau komunitas yang dikucilkan di masyarakat. Bahkan di satu kasus, seringkali para wibu nggak diberi kesempatan untuk berpendapat karena adanya anggapan bahwa pendapat yang dikeluarkan oleh para wibu nggak akan pernah valid. 

Tapi perlahan, sejak era pandemi COVID-19 perlahan terjadi pergeseran makna terhadap para wibu. Wibu yang awalnya memiliki makna negatif dan cenderung dijauhi oleh masyarakat, perlahan mulai menjadi sebuah lifestyle yang diakui dan diterima oleh masyarakat. 

Lo mungkin merasakan hal yang sama Civs, dimana kini wibu mulai dianggap sebagai bagian dari sebuah lifestyle yang terus diikuti oleh masyarakat Indonesia, terutama oleh para Gen-Z. Padahal pada awalnya, wibu bahkan dianggap sebagai sesuatu yang norak dan cenderung dianggap aneh oleh para Gen-Z karena berbagai stereotip yang melekat pada mereka. 

BAGAIMANA STEREOTIP PADA WIBU TERBENTUK

Sebelum mengalami pergeseran makna, istilah wibu benar-benar punya konotasi dan stereotip negatif baik di Indonesia maupun dunia. 

Awalnya, istilah wibu sendiri berasal dari sebuah slang bernama “wapanese” yang ditujukan kepada orang-orang berkulit putih yang memiliki ketertarikan berlebihan terhadap budaya populer Jepang. Kemudian, slang “wapanese” ini berubah menjadi “weeaboo” yang pertama kali digunakan pada sebuah komik berjudul “The Perry Bible Fellowship” yang dibuat oleh Nicholas Gurewitch.

Melalui slang “weeaboo” inilah terjadi perluasan makna, yang mana awalnya istilah wapanese yang hanya merujuk kepada orang-orang kulit putih, kini berubah menjadi weeaboo yang memiliki arti yang sama dengan cangkupan individu yang lebih luas. Sederhananya, weeaboo atau wibu adalah orang-orang yang dianggap memiliki ketertarikan terhadap budaya populer Jepang secara berlebihan. 

Kemudian yang makin memperparah adalah, munculnya stereotip pada wibu yang disebabkan oleh salah satu tragedi penculikan dan pembunuhan di Jepang. Pada tahun 1989 terjadi kasus pembunuhan di Jepang yang dilakukan oleh Tsutomu Miyazaki terhadap 4 orang perempuan berusia 4-7 tahun. 

Di saat dilakukan olah kejadian TKP, polisi menemukan setumpuk kaset film porno dan juga film bergenre sub slasher. Dan disinilah akhirnya stereotip terhadap wibu mulai terbentuk, di mana dari hasil temuan tersebut, media Jepang melakukan framing terhadap  temuan tersebut sebagai salah satu bentuk dari anime dan manga. 

Dari adanya framing tersebut, terbentuklah stereotip dan stigma terhadap para pecinta budaya populer Jepang. Dimana mereka dianggap sebagai sosok yang anti-sosial dan cenderung memiliki perilaku menyimpang dan seringkali dianggap sebagai sosok yang mesum dan juga pedofil. 

Dan dari adanya stereotip tersebut, muncullah stereotip-stereotip lain yang dianggap disebabkan oleh kecintaan yang berlebihan terhadap budaya populer Jepang. Di Indonesia sendiri, stereotip kepada wibu yang cukup melekat adalah bau bawang. Stereotip ini lahir karena adanya anggapan mengenai obsesi yang dimiliki para wibu yang membuat mereka lupa untuk merawat diri. 

Dari sini, kita bisa sepakat bahwa sejak awal istilah wibu memang cenderung memiliki konotasi yang cenderung negatif, dan kemudian diperparah oleh framing media yang membuat para wibu mendapatkan stereotip dari masyarakat.

PANDEMI ADALAH JURU SELAMAT PARA WIBU

Suka atau ga suka, nyatanya istilah wibu mulai mengalami pergeseran makna. Wibu yang awalnya dianggap sebagai sosok yang “menyeramkan” sekarang justru memiliki stereotip positif tersendiri. 

Salah satu alasan akhirnya wibu mulai diterima oleh masyarakat adalah hadirnya pandemi. Ga bisa dipungkiri, pandemi COVID-19 punya andil penting dalam rekonstruksi makna wibu di masyarakat. Wibu yang awalnya bisa dibilang sebagai kelompok yang terpinggirkan, kini mereka menjadi sebuah kelompok yang menjadi trendsetter dalam kehidupan anak muda terutama Gen-Z. 

Kita sama-sama tahu, sejak era pandemi kita cenderung mencari atau mencoba hal-hal baru yang bisa kita lakukan guna menemani hari-hari gabut kita. Di awal pandemi, kita sama sekali ga bisa berinteraksi secara fisik dengan teman-teman kita, sehingga kita cenderung mencari pelarian untuk mencari hiburan. 

Dan alternatif yang ditawarkan saat itu adalah anime. Pertumbuhan penonton anime di era awal pandemi bisa dibilang terus mengalami peningkatan, terlebih berbagai platform streaming seperti Netflix mulai menyediakan berbagai anime seperti Attack on Titan yang menjadi salah satu anime yang memulai pergeseran makna terhadap para wibu.

Anime yang awalnya dianggap sebagai tontonan anak-anak, cenderung mesum, dan berbagai stereotip negatif lainnya perlahan dipatahkan dengan kehadiran Attack on Titan yang memiliki tema mengenai sejarah, aksi, dan hal-hal yang lebih dewasa. 

Perlahan, stereotip mengenai para wibu yang dianggap kekanak-kanakan pun mulai menghilang dengan hadirnya anime-anime bergenre action, petualangan, dan lainnya. Perlahan, orang-orang awam mulai menganggap anime sebagai tontonan yang menarik dan layak untuk dinantikan. 

Dan hal ini mungkin akan sulit terjadi jika pandemi enggak pernah terjadi. Kalau saja pandemi ga terjadi, kemungkinan masyarakat memilih anime sebagai alternatif hiburan sangatlah kecil. Masyarakat kita kemungkinan akan memilih aktivitas fisik seperti hangout untuk mencari hiburan. Tapi dengan adanya pandemi ini, masyarakat kita “dipaksa” untuk mencari aktivitas hiburan yang cenderung hanya bisa dilakukan oleh diri mereka sendiri, dan aktivitas tersebut salah satunya adalah menonton anime yang tersedia di platform-platform streaming. 

WIBU SEBAGAI LIFESTYLE POPULER 

Kini, nyatanya wibu sudah menjadi sebuah gaya hidup populer baik di Indonesia maupun dunia. Kalau dulu banyak orang yang harus diem-diem untuk menonton anime atau baca manga, sekarang justru sebaliknya. Banyak orang justru berlomba-lomba untuk menjadi “wibu elite” dengan memamerkan tontonan anime mereka. 

Jika dulu para wibu dianggap sebagai sosok anti-sosial yang ga memperhatikan diri mereka, kini wibu berubah menjadi sosok dengan style paling “aesthetic” diantara style lainnya. Sebagai contoh, pernahkah lo mendengar tren cowok “ghibli” di media sosial?

Nyatanya, sosok karakter anime yang dulu dianggap sebagai hal yang norak dan dianggap ga relevan di dunia nyata, kini berubah menjadi referensi fashion untuk para anak muda. Cowok dengan kacamata, dengan style rambut belah tengah akan diafiliasikan dengan karakter-karakter yang ada di anime produksi Studio Ghibli. Dan hal ini ga berlaku untuk style fashion aja, gaya rumah, pemandangan alam, dan lainnya pun akan dianggap style ghibli apabila memenuhi kriteria. 

Hal ini juga bisa dibuktikan dengan mulai munculnya brand-brand fashion bertemakan karakter anime. Mulai dari brand besar seperti UNIQLO, H&M, dan lainnya mulai membuat series-series atau koleksi pakaian yang bertemakan anime. Dan hasilnya? Tentunya series-series fashion bertemakan anime tersebut selalu laku di pasaran. 

Dan para cosplayer pun yang dulunya dianggap aneh dan freak pun perlahan dianggap sebagai sebuah tren yang wajib diikuti. Hal ini terjadi karena mulai banyaknya influencer-influencer atau selebgram yang ikut serta mengikuti kontes cosplay di berbagai event Jejepangan yang mulai sering diadakan. 

Melihat perubahan yang terjadi, ga berlebihan rasanya untuk mengatakan bahwa istilah wibu mengalami pergeseran makna dan juga stereotip-stereotip yang ada pun perlahan mulai menghilang. Wibu yang dulu dianggap sebagai sosok yang aneh dan norak, kini berubah menjadi sosok populer yang dipuja.

Jika dahulu para wibu harus hidup di balik bayangan bahkan dianggap public enemy, kini justru sebaliknya para wibu kini dianggap sebagai sosok panutan yang dicintai. (*/)

  • whatsapp
  • twitter
  • facebook
  • remix
Penulis

Radhytia Rizal Yusuf

Mahasiswa semester akhir yang hobi menonton anime dan memiliki ketertarikan dalam berbagai budaya populer seperti, anime, J-pop, K-Pop